Mohon tunggu...
asni asueb
asni asueb Mohon Tunggu... Penjahit - Mencoba kembali di dunia menulis

menyukai dunia menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tarik Ulur Bagai Layang-layang

15 Agustus 2021   18:51 Diperbarui: 15 Agustus 2021   18:53 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pubertas merupakan proses perubahan fisik, yang dimulai dengan  perubahan hormonal. Ovarium pada anak perempuan testis pada anak laki laki. 

Secara ilmu kedokteran atau psikologi  dengan mudah kita baca di zaman serba canggih ini. Berbeda dengan puluhan tahun yang lalu.

Orang tua dahulu mengandalkan kepekaan mereka, dan ditandai dengan menstruasinya sang anak. Mungkin masa puber anak anak mereka sedikit terabaikan. Tahunya anak sudah akil baliq,  sudah diwajibkan untuk melakukan serangkaian ibadah, tanggung jawab dan sebagainya.

Mungkin di zaman orang tua saya, kekhawatiran mereka tidaklah sebesar kekhawatiran orang tua di zaman sekarang. Anak di zaman saya cukup dibilang

"Hati hati bergaul terlebih sama anak laki laki, di senggol, pegangan tangan bisa hamil,"

Kerasnya orang tua di zaman saya, masih dipahami anak anak, larangan demi larangan tetap dipatuhi, tanpa membantah sedikit pun. 

Kata kata itu masih tertanam dalam ingatan. Namun kata kata itu tidak akan ampuh untuk anak anak di zaman yang serba canggih. Dengan mudah mereka mendapatkan penjelasan dari mana saja. Bahkan di pelajaran mereka pun di jelaskan secara gamblang.

Di jaman SMA  saya pun guru guru mengajarkan hanya sekedarnya tanpa penjelasan yang tidak menimbulkan tanda tanya. 

Mungkin di desa membicarakan soal perkembangan pubertas masih tabu. Apa lagi saat duduk di bangku SMP, saya masih ingat bagaimana seorang guru  bahasa mengingatkan

"Ingat ya, jika ada anak laki laki mendekati dan mau pegang pegang tangan atau ngajak duduk di tempat sepi jangan mau,"

Saat di tanya balik hanya ada jawaban, 

"Pokoknya tidak boleh!" tanpa ada penjelasan.

Beda zaman, beda pula cara pengajaran dan perlakuan. Setidaknya memberikan penjelasan yang masuk di pikiran mereka dan ada sebab serta akibat jika lewat dari yang semestinya. Peranan orang tua dituntut lebih besar lagi dibanding saat mereka masih kanak kanak yang hanya berisiko jatuh, terluka, sakit.

Perlakuan dan penjelasan terhadap anak laki laki dan perempuan pun berbeda. Di sini seorang ibu yang benar benar 24 jam ada buat anak anaknya dan sebagai madrasah pertama.  

Seorang ibu harus mampu mencari celah untuk memahami dan dipahami saat terjadi dialog serta harus tahu bagaimana memperlakukan anak pertama , kedua, dan ketiga.

Mungkin sebagai ibu muda, memperlakukan anak sulung lebih manja atau bisa sebaliknya keras. Karena si sulung akan menjadi contoh adik adiknya. Sedikit banyaknya perlakuan orang tua dahulu menjadi cambuk bahkan menjadi perlakuan terhadap anak anaknya sendiri. 

Menjadikan anak sebagai sahabat

Sebagai seorang ibu, hal yang pertama menempatkan diri sebagai sahabat sang anak. Jika sudah dipahami anak, maka mereka akan merasa nyaman dan mudah untuk bercerita apa saja masalah yang mereka hadapi tanpa ada kalimat yang disembunyikan. Bukan berarti kita mengontrol segala gerak gerik anak, sehingga mereka merasa dicurigai  dan kenyamanan itu hilang.

Bersikap wajar, seorang ibu akan paham bagaimana  sikap anak jika mereka sedang punya masalah, saat mereka gembira, dan saat mereka sedang jatuh cinta. Karena sang ibu telah melewati masa masa itu.

Jangan pernah buru buru untuk menggurui apa lagi memarahi sebelum mendapatkan cerita dan penjelasan anak, ini sering terjadi, seorang ibu akan marah besar di saat salah seorang teman sang ibu  atau saudara yang menceritakan kelakuan sang anak di luar rumah. 

Tak ada salahnya kita sedikit menurunkan nada suara, berbicara dari hati ke hati. Mendengarkan alasan mereka, kenapa mereka bisa seperti itu, pasti ada sebab dan akibat. Terkadang kita lebih percaya pada perkataan orang yang terkadang sudah ditambah dengan kosa kata yang membuat muka merah dan menahan malu.

Di masa pubertas ini sudah berubah secara fisik, kognitif, emosional dan sosial. Mereka mencoba mengembangkan kebebasan baru dan ingin melihat sejauh mana mereka bisa melampaui batas yang telah ditetapkan orang tua.

Menjaga komunikasi dengan baik

Lebih sering memperhatikan apa yang mereka tonton, namun tidak muda bagi anak anak yang mempunyai kamar sendiri, mungkin mereka ingin punya waktu sendiri, namun sebagai ibu apa salahnya sekali kali masuk ke kamar dan rebahan sembari cerita, apa saja kegiatan mereka dan apa yang mereka tonton. Mencoba mendiskusikan apa yang mereka tonton walau sebenarnya kita yang dulu tidak diajarkan secara bulgar.

Menghadapi anak sekarang, kudu jelas tanpa pakai pembatas, agar mereka tidak penasaran dan ingin mencoba. Menjelaskan jika hal itu dilakukan akan berakibat patal baik bagi perempuan maupun laki laki. 

Seperti yang selalu saya bilang ke anak anak

"Mama tidak melarang kalian pacaran, walau di agama kita tidak ada istilah pacaran, pesan mama hanya satu jaga kehormatan diri dan keluarga,"

Kalau salah langkah dan coba coba akan merugikan dirimu sendiri. Di rumah pun membebaskan anak anak membawa teman temannya ke rumah dari pada mereka bertemu di jalan atau janji di suatu tempat. Setidaknya masih bisa memantau mereka karena diruang terpasang sisi tv.

Memberi waktu khusus untuk anak

Perlakuan setiap anak berbeda beda, dan cara bicara serta penanganan pun berbeda, luangkan untuk berbincang, atau sekedar jalan bersama si anak anak dengan waktu berbeda atau bersama.

Tak perlu bereaksi berlebihan

Jika mendengar dari orang lain bahwa anak kita buat kesalahan, jangan langsung memarahi namun bicarakan kenapa bisa seperti itu, atau kita anak tidak diajak teman untuk berkumpul dan sang anak tahu. Beri penjelasan yang bisa dipahami anak, kenapa dia tidak diajak berkumpul atau sebagainya.

Jika mama bertindak terlalu reaktif akan menambah kesan dramatis, reaksi yang berlebihan akan membawa ke emosional yang berlebihan.

Perlakuan di masa pubertas si sulung akan berbeda dengan adik adiknya, karena si sulung  termasuk hiperaktif yang melebihi batas, emosional, cenderung melukai diri sendiri. Si sulung, lebih penuh perhatian, tak hanya di sekolah dasar bahkan sampai di perguruan tinggi pun diberi perhatian, cara bicara, yang harus hati hati agar tidak memacu emosi didirinya yang akan lebih melukai dirinya.

Menghadapi si sulung lebih sulit dibandingkan dengan kedua adiknya, namun berjalannya waktu semua akan baik baik saja. Tarik ulur dalam perlakuan atau memberi izin, memenuhi keinginannya dan sebagainya.  Ulurkan  tali hingga ke mana diinginkan namun jika terlihat tak terarah kembali menariknya secara perlahan agar tali tak putus.

Memberi kebebasan kepada anak anak namun jika terlihat mulai melawan arah, cepat cepat kembali mengarahkannya kembali. Seperti si sulung yang mengenal rokok dimulai dari bangku SMA, memberi kelonggaran namun selalu diingatkan bahwa itu berbahaya terlebih bila coba coba dengan narkoba, bukan lagi bahaya sekaligus menghancurkan masa depan.

Jika ingat sewaktu kakak ketahuan merokok oleh orang tua, tanpa ada kata, rokok satu bungkus di masukkan dalam mulut dan sulut api dan di suruh hisap, akhirnya kakak kapok dan tak merokok lagi, namun bila itu diperlakukan dengan anak di zaman sekarang mungkin akan timbul dendam dan kebencian yang tertanam di hati anak  atas perlakuan orang tua.

Mendidik anak dengan keras terlebih saat mereka sedang mengalami pubertas, tidak akan menjadi pelajaran di anak, namun akan menjadikan jiwa sang anak berontak dan akan sengaja membuat kesalahan kesalahan yang sama. 

Tutur kata yang lembut, dengarkan apa yang mereka inginkan atau mereka keluhkan namun jangan pernah bersifat menggurui, jadikan anak teman, sahabat, tempat berbagi cerita dan mencari solusi yang baik.

Sumber: popmama, dan pengalaman diri mengurus adik dan anak anak

Palembang, 15082021

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun