Mohon tunggu...
asni asueb
asni asueb Mohon Tunggu... Penjahit - Mencoba kembali di dunia menulis

menyukai dunia menulis

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Dikorbankan demi Jabatan Seseorang

21 Mei 2021   21:51 Diperbarui: 21 Mei 2021   22:12 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: m.liputan6.com

Sedikit tertantang dengan istilah, lingkungan kerja toksik. Karena aku hanya seorang ibu rumah tangga yang tidak bekerja, jadi tidak banyak tahu tentang toksin.

Namun sebagai seorang istri setidaknya  tahu bagaimana lingkungan  kerja toksin yang di alami suami yang selalu dimanfaatkan oleh orang kinerjanya bahkan pintu maaf yang terlalu lebar dia buka.

Di awal kejadian, sebagai istri menjadi pendingin hati dan pikiran  disaat jabatan yang seharusnya telah didapat disingkirkan orang. Padahal nama telah tertera di laporan.

Namun saat pembagian rapot kinerja dan nilai tetap dibawah bahkan nilai pun di jatuhkan. Terlihat sekali permainan yang dimainkan.

Walau sebenarnya ingin ikut marah tapi selalu berusaha memposisikan diri sebagai pendingin hati dan bilang, " Belum rezeki kita, ikuti alur yang Allah beri saja,"  

Hingga ada satu kejadian, di saat disuruh kerjakan sebuah tugas, suami tak  mau mengerjakannya hingga atasan tak menyukai perilaku suami yang membantah apa yang di perintah. 

Tanda tanda  itu jelas terlihat di diri suami yang terkadang tak pernah di anggap.

# Tak pernah di hargai apa lagi pujian pekerjaan 

# saling menjatuhkan satu sama lain 

# Bekerja terus menerus hingga tanpa mengenal waktu, tak terselesaikan di kantor  diselesaikan di rumah. 

# Tidak ada perkembangan yang menuju baik.

Hingga  satu kejadian berkembang menjadi kasus yang akhirnya di panggil oleh JM nya, langsung bertatap muka tanpa melalui atasan  yang lainnya. Hingga suami membeberkan semua bukti otentik bahwa pekerjaan itu bukan wewenang dia, bisa saja di kerjakan namun jika terjadi masalah siapa yang akan bertanggung jawab. 

Sejak saat itu karier suami semakin ditekan, otak dan tenaga terus digunakan bahkan diperas tanpa ada apresiasi dari atasan.

Boro boro minta pindah luar daerah, pindah bagian pun tak bisa. Bahkan menjadi tumbal kenaikan  jabatan untuk dua orang  yang mendekati pensiun. Sedang suami berada di posisi ini sudah belasan tahun.

Tapi dengan pintu maaf itu tetap terbuka, di kursi itu nama orang namun semua pekerjaan suami yan mengerjakannya. 

Hingga bertahun tahun itu tetap berulang, dengan sabar semua dilakoni hingga puncaknya sang istri ikutan marah dan menelpon  seorang atasan yang sempat menjadi atasan suami.

Menceritakan semua yang terjadi hingga, mantan atasan suami membuka jalan namun sayang suami tak ingin memanfaatkan semua itu dengan baik. Dia bilang tak ingin menjadi penjilat, tak ingin berada di atas namun merugikan orang lain.

Padahal selama ini dia selalu dirugikan dan di kambing  hitamkan orang. Dia hanya bilang ada masanya semua akan berakhir, yang menzolimi akan merasa terzolimi juga. Kuncinya hanya bersabar dan berdoa. 

Terkadang penasaran bagaimana kinerja sang suami di pabrik, secara diam diam sering bertanya kepada bawahannya, bagaimana sang suami di pabrik atau di lapangan.

Semua bilang bagus, dan bertanggung jawab akan tugas. Terkadang mereka juga kesal dengan kesabaran sang  suami, yang super duper sabar dengan perlakuan orang. Walau sudah tersakiti masih terus membantu tanpa pernah berpikir tersakiti oleh orang itu. 

Sebagai seorang istri hanya mampu mendinginkan hati dan berdoa, semoga Allah memberikan yang terbaik menurut pilihan Allah. Bukan berdasarkan kehendak diri atau pun istri.

Terpenting suamiku sehat  lahir batin hingga semua berakhir atas kehendak_Nya. Bisa melewati mas tua bersama. Semua ini hanyalah titipan semata, jika Allah ingin mengambil sekejap mata Dia akan mengambil semuanya.

Menjalani semua dengan tenang, bersabar, ikhlas dan berdoa diberi yang terbaik dari semua kepedihan yang telah dilewati.

Palembang,20052021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun