Ramadhan terus menjadi perbincangan kita. Apa lagi jika dipertemukan sedangkan hanya sebatas ponsel pun bisa jadi obrolan panjang yang terkadang tersenyum, tertawa bahkan merasa kegilaan semasa remaja.Â
Kenapa tak aku bilang semasa kecil karena masa kecil kita dipenuhi dengan orang dewasa hingga tak ada yang bisa dikerjakan namun sedari kecil kita sudah diajarkan dalam memasak dan beberes rumah.Â
Saatnya memasuki masa remaja, kita sudah mempunyai tugas masing-masing yang diatur sedemikan rumah oleh seorang ibu yang hebat yang berharap anak anaknya nanti mampu mengerjakan semua pekerjaan rumah dengan baik.
Kalau di hari-hari biasa kita tidak akan menghitung hari, semua berjalan  normal. Semua pekerjaan di buat jadwal Â
Si A mencuci pakaian dan setrika pakaian  di minggu pertamaÂ
Si B mencuci piring, memasak  serta bebenah rumahÂ
Si A mencuci piring, memasak dan bebenah rumah di minggu kedua
Si B mencuci pakaian  dan setrika di minggu keduaÂ
Begitu seterusnya, namun kalau ke pasar tetap si A apapun keadaannya. Empat perempuan hanya kita berdua yang sering kebagian tugas karena yang tertua bekerja, yang bungsu secara anak bungsu.Â
Sebanyak apapun tugas, kita tidak pernah mengeluh, semua dilakukan dengan senang senang saja tapi jangan salah ketika Ramadhan tiba kita berdua akan mengambil kalender dan mulai menghitung.Â
Setiap anak pun dapat jadwal untuk memasak dan menyiapkan menu sahur. Diberi jadwal seminggu seminggu untuk lebih dahulu bangun untuk menyiapkan menu sahur.
Siapa yang kebagian cuci piring, alamat tidak bisa kemana mana semasa lebaran karena kerabat yang silaturahmi melebih kapasitas sehari hari.
Tak bisa dibayangkan dari pulang sholat idul fitri hingga jingga beringsut pergi menuju malam, itu tamu tiada hentinya jadi yang kebagian cuci piring tidak akan keluar rumah hingga lebaran ke empat.
Beda dengan yang dapat jatah bebena, bisa pergi kemana saja, sesuka hati yang terpenting sudah menyelesaikan  tugas rumah. Â
Kalau yang tidak kena jadwal nyuci piring, akan bersorak riang, mengolok olok yang harus dirumah namun tidak pernah memicu pertengkaran kakak adik.Â
Hebatnya orang tua kami yang mengajarkan anaknya bisa bertanggung jawab dan berbagi tugas tanpa membebani kedua orang tua.
Kebiasaan itu hingga sekarang tetap terjaga, jika kita berkumpul semua sudah merasa punya peranan masing masing walau dirumah kakak tertua, sekalipun adik. Semua seakan telah berbagi tugas masing masing.
Namun ada nggak enaknya jadi diriku karena  jatah keuangan semua di aku. Ngumpul tepat kakak, dompetku yang terbuka, kumpul di rumah adik, lagi lagi dompet aku yang mangap. Apa lagi kalau dirumah sendiri dompet bisa jebol. Tapi semua dibawa senang aja tanpa membandingkan satu sama lain. Â
Kebiasaan masa dahulu pun kembali diterapkan dalam rumah tanggaku setidaknya mengajar anak anak bertanggung jawab pada diri mereka sendiri.Â
Seperti Ramadhan kali ini, karena anak perempuan satu satunya sedang tugas di Batam, jadi tugas di rumah dialihkan ke adik dan kakaknya secara bergantian untuk mencuci piring .
Walau sebenarnya ada asisten rumah tangga, namun aku mengajarkan kepada anak-anak agar tak bergantung dengan asisten rumah tangga. Bisa dikerjakan kerjakan sendiri.
Semua anak punya tanggung jawab, setiap anak harus bisa bebenah, masak dan sebagainya sekalipun itu laki laki. Bersyukurnya aku kedua anak laki laki pintar masak, setidaknya untuk diri mereka sendiri.Â
Palembang,14042021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H