Setiap anak pun dapat jadwal untuk memasak dan menyiapkan menu sahur. Diberi jadwal seminggu seminggu untuk lebih dahulu bangun untuk menyiapkan menu sahur.
Siapa yang kebagian cuci piring, alamat tidak bisa kemana mana semasa lebaran karena kerabat yang silaturahmi melebih kapasitas sehari hari.
Tak bisa dibayangkan dari pulang sholat idul fitri hingga jingga beringsut pergi menuju malam, itu tamu tiada hentinya jadi yang kebagian cuci piring tidak akan keluar rumah hingga lebaran ke empat.
Beda dengan yang dapat jatah bebena, bisa pergi kemana saja, sesuka hati yang terpenting sudah menyelesaikan  tugas rumah. Â
Kalau yang tidak kena jadwal nyuci piring, akan bersorak riang, mengolok olok yang harus dirumah namun tidak pernah memicu pertengkaran kakak adik.Â
Hebatnya orang tua kami yang mengajarkan anaknya bisa bertanggung jawab dan berbagi tugas tanpa membebani kedua orang tua.
Kebiasaan itu hingga sekarang tetap terjaga, jika kita berkumpul semua sudah merasa punya peranan masing masing walau dirumah kakak tertua, sekalipun adik. Semua seakan telah berbagi tugas masing masing.
Namun ada nggak enaknya jadi diriku karena  jatah keuangan semua di aku. Ngumpul tepat kakak, dompetku yang terbuka, kumpul di rumah adik, lagi lagi dompet aku yang mangap. Apa lagi kalau dirumah sendiri dompet bisa jebol. Tapi semua dibawa senang aja tanpa membandingkan satu sama lain. Â
Kebiasaan masa dahulu pun kembali diterapkan dalam rumah tanggaku setidaknya mengajar anak anak bertanggung jawab pada diri mereka sendiri.Â
Seperti Ramadhan kali ini, karena anak perempuan satu satunya sedang tugas di Batam, jadi tugas di rumah dialihkan ke adik dan kakaknya secara bergantian untuk mencuci piring .
Walau sebenarnya ada asisten rumah tangga, namun aku mengajarkan kepada anak-anak agar tak bergantung dengan asisten rumah tangga. Bisa dikerjakan kerjakan sendiri.