Bila ditelusuri, mereka yang melakukan balimau itu sebenarnya  menerapkan batas batasan tertentu tidak mencampurkan yang tidak muhrim atau bisa dikata berkelompok satu keluarga atau dua keluarga yang memang muhrim mereka.
Mandi balimau termasuk ajang bersyukur  ke pada Allah atas masih diberi kesempatan  dan kesehatan untuk menjalani ibadah puasa dan sebagai ajang silaturahmi antara sesama muslim Minangkabau.
Salah Kaprah
Namun seiring berjalannya waktu, tradisi ini mengikuti perkembangan zaman yang memunculkan perbedaan  pendapat.
Simbol untuk mempersiapkan diri dengan kebersihan rohani pun bergeser yang sekarang hanya dimaknai sekedar bertamasya ke tempat pemandian.Â
Bahkan ada muda mudi yang mengubahnya menjadi ajang hura hura dan berpacaran. Balimau hanya tinggal simbol dan dijadikan alasan untuk diizinkan keluar dari rumah.
Tak ada salahnya jika tradisi ini akhirnya ditentang para pemuka agama dan ulama Sumatera Barat.Â
Menjadi salah kaprah ditangan muda mudi jaman sekarang yang dikhawatirkan menjadi bumerang bagi generasi muda yang banyak menjurus kemaksiatan.
Memaknai sebuah tradisi bukan hanya sebelah mata.
sumber : Minang.com
Palembang, 12042021