Mohon tunggu...
asni asueb
asni asueb Mohon Tunggu... Penjahit - Mencoba kembali di dunia menulis

menyukai dunia menulis

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ikhlas Melepas Orang yang Kita Cintai

26 Maret 2021   23:49 Diperbarui: 27 Maret 2021   06:24 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setidaknya kita sudah siap dengan keadaan yang pahit sekalipun. Mata beliau terbuka dan menatap anak bungsunya, tiba tiba tangan beliau terangkat dan memeluk anak laki laki bungsunya. Erangannya pun semakin membuat pilu, matanya terus bercerita, menyampaikan ke pada si bungsu. Tak mampu menahan keharuan di sore ini. 

Setelah semua yang mengganjal di hati terselesaikan, aku berbisik pada beliau setelah memberikan minum yang aku bacakan Al- fateha. " Aku pulang ya tante,( anggukan kecil terlihat di mata) setelah selesai aku kembali lagi dan sembari aku bisikan, jika malam ini tante pulang, aku ikhlas walau tidak di depan mataku. 

Akhirnya malam itu aku pulang dengan tenang, tiada keraguan, sesampai di rumah pun aku tetap mencari khabar tentang beliau. Jam dua lebih telepon berdering dan dari seberang sana menyampaikan berita pilu. Tak mampu berkata tubuhku gemetar, tangis tertahan hingga gigi berbunyi tak mampu dikendalikan. 

Diperjalanan pulang anak bungsuku sempat menanyakan,

 " Kenapa mama tahu ayek mau pergi, kenapa mama tidak menunggu ayek, kan mama tahu ayek akan pergi malam ini," sembari nyetir mobil.

" Kita tidak akan pernah tahu kapan kita akan meninggal namun setidaknya telah ada tanda tanda orang yang akan meninggal. Mama berkata itu, mungkin itu yang keluar dari hati mama tanpa mama sadari dan tanpa mama buat buat, dan ayek ingin didampingi dengan keempat anak anaknya. Bukan dengan mama yang hanya sebagai keponakan.

Benarkah semua ini, maafkan aku adik adikku bukan aku mengeja namun Allah yang menggambarkan semua.

Hingga aku melihat beliau terbujur kaku dan si bungsu tak ingin menatapku. Maafkan uni adikku, tiada kata yang mampu terucap. Matamu nanar tak menatapku, marah! Benci!. Maafkan uni sayang, ini takdir bukan karena perkataan uni.

Si bungsu tetap diam dan tak bergeming sama seperti kepergian papanya tiga tahun yang lalu. Si bungsu marah akan keterlambatan dan perkataan yang keluar dari mulutku. Maafkan uni dek tak ada satu pun kata yang mendahului kehendakNya. Mungkin hanya penyambung kata  dan pengingat bahwa kematian itu akan datang kepada siapa saja. Siap atau tidak kita harus siap, ikhlas melepas orang yang kita cintai agar jalan menuju_Nya dipermudah.

Mama orang baik, kebaikan mama akan menerangi jalan mama. Mama tidak mengerang kesakitan lagi, tidak merasakan lapar dan haus lagi. Kita berdoa untuk jalan kebahagiaan mama. Maafkan uni, adik adikku.

Uni bangga kalian berempat menemani, menuntun mama dengan lantunan ayat ayat, membisikan kebesaran Allah hingga tarikan nafas terakhir dan memejamkan mata. Walau tanpa uni, uni pun ikhlas walau tidak di pangkuan uni. Uni akan menjaga kalian sebagaimana mama menitipkan kalian ke uni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun