Malam Jingga.
Izinkan aku bercerita tentang bahagiaku ya, sekali kali kau mendengarkan bahagiaku jangan cerita duka, kecewa  dan amarah.
Sebenarnya buku ini sudah tiba dua hari yang lalu namun berhubung kelupaan untuk mengambilnya di pos jadi baru malam selepas jalan-jalan dengan anak anak.
Oh ya kebetulan di kompleks perumahan dinas, semua paket yang masuk di tampung di ruang khusus dan diambil langsung oleh pemilik. Setelah melewati penyemprotan disinfektan.Â
Jadi paket  paket yang dari mana saja baik luar atau dalam kota, apa lagi luar negeri. Tidak bisa lagi dianter langsung ke rumah rumah kecuali kalau gofood mereka diizinkan masuk dengan menukarkan KTP dengan kartu masuk ke kompleks.Â
Kembali ke cerita awal ya Jingga. Bahagia itu teramat sederhana bisa berkumpul dengan anak anak, bisa bersenda gurau, makan bareng bagi diriku sudah cukup.Â
Kebetulan taruni pulang  di beri waktu untuk libur selama dua minggu jadi lengkap sudah anak anak berada di rumah. Setelah enam bulan berada di kota Semarang dan akan pindah OJT lagi ke kota Batam.Â
Sekedar pergi makan, tidak meminta yang lain, makan bersama anak anak sudah cukup. Sejak taruni pergi kita jarang keluar untuk sekedar makan  Perasaan kalau makan diluar tanpa anak atau kurang satu anak, rasanya sedih. Teringat, "Anak di sana makan apa ya?"Â
Semua itu kebahagian pertama bisa lengkap anggota Kebahagiaan kedua, tralala .. bukunya sudah di tangan dan mencari tulisan sendiri, wah penulis penulis lainya keren keren, aku jadi malu berada di antara mereka.
Apalah arti tulisan sederhanaku dibandingkan  dengan tulisan tulisan Kompasianer yang sudah malang melintang di dunia menulis terutama di kompasiana.
Malu malu sekali rasanya namun terselip rasa bangga tak terhingga diberi kesempatan yang paling berharga dalam 150 Kompasianer.Â
Terima kasih ayahanda dan ibunda, yang telah memberi kesempatan pada seorang ibu rumah tangga yang mencintai dunia menulis walau hanya melahirkan tulisan tulisan sederhana.Â
Semangat yang ayah dan bunda Tjiptadinata Effendi tularkan, menjadi semangat yang sangat berarti bagi Asni. Walau usia telah berbilang tak menyurutkan hati untuk berhenti menulis, sebisa mungkin menulis satu hari satu karya.Â
Bahkan tadi sempat cerita ke anak anak, bahwa menggapai impian itu butuh kemauan dan tekad, jika gagal itu hal biasa namun menyegerakan diri untuk bangkit.
Jangan pernah merasa tua dalam berkarya, karena sebuah karya tak memandang usia.Â
Semangat suami istri ( ayah bunda) yang berusia lebih dari 70 saja tetap bersemangat dalam berkarya dan memberi motifasi kepada yang muda.
Terima kasih ayah dan bunda, sepuluh jari ananda susun atas diberi kesempatan yang berharga ini.Â
Untuk Taruni -ku, semangat selalu menggapai cita cita dan impian, selangkah lagi. Untuk dua jagoaan-ku tetap semangat untuk menyelesaikan semua tugas tugas yang di beri.
Palembang, 28022021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H