Mohon tunggu...
asni asueb
asni asueb Mohon Tunggu... Penjahit - Mencoba kembali di dunia menulis

menyukai dunia menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[RTC] Aku Rindu Celoteh dan Tatapanmu

1 Februari 2021   17:38 Diperbarui: 1 Februari 2021   17:45 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dear

sahabat hatiku.... 

Merindukan binar matamu tak kala kehadiranku mengejutkanmu. Tiada khabar seperti yang sering aku lakukan saat ingin berkunjung ke rumahmu. 

merindukan secangkir kopi yang selalu kita hirup dalam cangkir yang sama walau kau selalu marah dan bilang "apa kata suamimu" 

ikrar darah kita tak menggoyahkan persahabatan kita dan suamiku pun tahu kau sahabat hati yang selalu menjagaku bila aku pulang tanpa suami.

   

Sahabat hatiku.. 

Perjalanan persahabatan kita bukanlah waktu yang singkat, saat kita masih terlalu muda untuk bicara cinta.

Kita melabelkannya dengan kata "Persahabatan" hingga usia kita telah berbilang persahabatan itu terus berjalan seperti kesederhanaan yang kita miliki.

Aku masih bisa menyapamu lewat WA walau terkadang tidak kau jawab setidaknya garis biru menandakan kau dalam keadaan sehat. 

Sahabat hatiku...

Satu tahun berlalu sudah aku tak bisa menatap matamu yang berbinar dan penuh kerinduan jika melihat aku pulang. Cinta yang kau simpan pun masih ada di matamu. Apa lagi setelah kepergian ibunda tercinta, maaf bila saat itu aku tak dapat menemanimu.

Aku rindu ..

Saat aku ingin berbagi duka padamu, tentang sakit yang hampir membuat aku lumpuh, tak satupun nomormu yang aktif bahkan WA mu pun lenyap. 

Apakah salahku hingga semua nomor tak ada yang aktif lagi. Kau blokir  nomerku? Benarkah! 

Kau bisa tahu tentang diriku dari setiap media yang aku punya sedangkan aku? Dari mana aku harus tahu keadaanmu, semua media yang kau punya kau tutup dari penglihatan.

Kecemasanku... 

Tahukah kau, bagaimana aku begitu cemas padamu di saat aku mendengar berita kota kecil kita diguncang gempa.  

Guncangan terkuat tercatat bermagnitudo 4,2 mengguncang kota Curup. Walau aku pernah merasakan yang lebih dari itu saat berada di kota Padang tahun 2009.

Aku hanya ingin tahu keadaanmu, cuman itu

Aku berusaha mencari khabar tak satupun yang tahu tentang dirimu. Sepertinya kau benar benar menjauh dari sahabat kecilmu.  

Semalam dentingan inbox  berbunyi, ternyata sahabat kita Cing. Aku pun tak ingin kehilangan momen untuk bertanya tentang dirimu. 

Aku bertanya nomer telpon. Dia menjawab masih nomer lama, tapi kenapa aku telpon bukan suaramu bahkan orang lain.  

Kenapa kau menjauh dari diriku, kenapa kau ingin melupakan gadis yang pernah ada di matamu dari usia belia hingga usia berbilang? Atau kau marah seperti marahnya gunung pada bumi, marahnya lautan pada bibir pantai atau marahnya rembulan pada matahari.

Hingga mengguncang seluruh Nusantara, bahkan kota kecil kita. Kau pasti merasakan bagaimana guncangannya. Guncangan yang membuat aku khawatir padamu  melebihi khawatir akan kelumpuhan diri ini. 

Kecemasan Hilang.... 

Kecemasan , kekhawatiran menghilang setelah aku mendengar kabat tentangmu dari sahabat secangkir kopi denganmu. Bahkan dia bercerita padaku, bahwa dia sempat  bilang 

" Bila kangen, rindu kirim surat, bila ingin tatap muka kunjungi dia,"

Kau marah dan sewot, dia bilang. Aku tahu betul bagaimana dirimu jika seperti itu, kau benar benar rindukan ? Setahun tak bersua dengan cinta dalam diam mu.

Andai saja pademik telah menjauh dan kesehatanku pulih aku pasti kesana menginjakkan kakiku ke halaman rumahmu.

Sembari mencium bau serbuk kayu sehabis kau menggergaji kayu atau minum secangkir kopi yang sama dari cangkir kaleng yang selalu kau banggakan. 

Bahkan saat aku minta untuk kubawa pulang tak pernah kau izinkan. Kau sering marah kalau aku menghirup kopi dari cangkir mu, tapi aku suka melihat dirimu marah.

 Apa lagi melihat matamu. Aku akan tersenyum simpul dan setelah itu kau pun tersenyum. Matamu yang selalu berbinar jika aku pulang.

 Kata anak anak, om yang gaul pintar menyenangi anak anak  dan terbaik yang mereka punya, om yang menjaga mamanya dari jahilnya tangan laki laki sedari dulu hingga sekarang. Om yang mencintai mamanya dengan tulus tanpa pernah ingin merebut. Om yang menempatkan dirinya sebagai, sahabat, kakak bagi mamanya.

Sahabat hatiku...

Menyapa, mendengar bukanlah rutinitas dan cara mu. Namun aku tahu kau dan aku saling mendoakan satu sama lain. Semoga persahabatan kita terus berjalan hingga jalan kita terhenti pada satu titik yaitu ajal. 

Aku tahu kau ingin menjaga rasa cemburu yang suatu saat bisa menyambar pujaan. Kau hanya ingin bicara jika aku hadir di hadapan dirimu. Ingin berbincang jika bertatap muka itu pun pulang harus seizin suami, kalau tidak kau pun akan marah dan mengusir aku kembali.

 Rinduku untuk bertemu, setidaknya  rindu itupun terbayar mendengar kau baik baik saja. Tetaplah menjadi sahabat terbaik yang aku punya. 

Aku ingin menghabiskan waktu suatu saat di Curup menikmati kota kelahiran kita yang katanya indah dan tidak seperti dulu lagi. Berjanjilah sahabat kau akan membawa aku kesana sebelum nafas ini terhenti.

Ruang kosong,010221

Rumahpenainspirasisahabat
Rumahpenainspirasisahabat

****
karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Surat Rindu untuk Sahabat yang Berduka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun