"Jawablah, apapun jawabanmu aku terima dan kita tetap bersahabat," kata Ahmad sembari menarik tanganku.
" Baiklah, bila aku menjadi pacar kamu, dengan beberapa syarat yang harus kamu penuhi," kataku sembari ujung mataku melihat ke wajahnya.
" Apa syaratnya," kata Ahmad bersemangat.
" Tidak ada acara  malam mingguan, tidak ada acara jalan jalan, kita hanya bertemu di tempat kuliah." Kataku, sanggup nggak.
" Siapa takut," kata Ahmad sembari mencium tanganku.
Episode percintaan kita di mulai dengan manis tapi tidak berbuah manis, aku yang dulu tidak pernah cemburu melihat Ahmad bersama teman wanita ngobrol ,bercanda  dan sebagainya, tiba tiba merasa cemburu.
Dulu kita bebas mau ngapain aja, kita bebas bercanda tanpa merasa tersakiti, bebas bernyanyi sekalipun itu lagu sedih. Sedangkan sekarang berbalik tiga ratus derajat.
Hingga akhirnya aku melihat sendiri pemandangan yang tidak mengenakan hati. Aku tak ingin seperti ini terus. Merasakan kecemburuan, merasakan tersakiti.
Akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri  hubungan ini, lebih baik kita bersahabat. Untuk apa kita menjalani hubungan kalau salah satu kita merasa tersakiti.
Lebih baik bersahabat, kita tidak akan merasa tersakiti. Semua yang aku bicarakan tidak ada jawaban, hanya ada anggukan kepala, kita saling berjabat tangan, mata kita tak berkedip saat kita sam sama berbalik dan melepaskan tangan kita.Â
Mengikhlaskan semua yang pernah kita miliki bersama, rasa yang sempat hadir di hari hari kita. Sebiduk di sungai Musi saksi bisa perjalanan cinta kita.