Aku tak habis pikir kenapa dia bisa berpikir seperti itu, tapi aku tetap mendengarkan ceritanya hingga akhir. Perjalanan hidup kita tidak pernah tahu, apa dan bagaimana  nantinya. Semua telah digariskan  dan ditakdirkan oleh Allah. Kita hanya pemain di dunia namun sutradaranya hanyalah Allah.
Ceritamu tadi sedikit membuat aku beranggapan dunia yang kau geluti adalah dunia kotor penuh dengan wanita wanita, seperti yang aku dengar dari orang orang. Tapi di sisi lain hati kecil menolak pemberitaan orang orang karena aku tahu betul siapa kamu.
Laki laki yang aku kenal, yang sopan, berkarisma, menjaga kehormatan wanita apa lagi wanita yang di sayang dan dicintainya. Tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk memahaminya.
Walau sempat terlontar dari mulutku,Â
"Berarti kau termasuk  brondong yang di tanggung hidupnya oleh wanita berduit"
"Ya boleh di kata seperti itu," ujar mu dengan suara yang sedikit berat.
Sebagai seseorang yang pernah masuk dalam kehidupannya, aku sempat kaget dengan jawabannya. Dalam hati aku hanya berkata
" Ya Allah sejauh itukah langkah yang dia ambil setelah senjanya berlalu"
Dia kembali menceritakan semuanya secara gamblang, tanpa menyimpan selembar cerita pun dan aku menyimaknya dengan seksama. Ya Allah terima kasih kau telah menjaganya dari kejamnya dunia.Â
Aku tahu betul, dengan wajah dan tubuh yang kekar dan berwibawa serta berkarisma siapa yang tidak tertarik, apa lagi di kota seperti itu, yang terkenal dengan dunia malamnya.
"Aku hanya minum minum dan bermain judi, untuk urusan wanita, aku tetap menjaga kehormatan itu". Ujarnya dengan tegas
Aku hanya bisa diam tanpa banyak mengomentari. Aku hanya menjadi pendengar terbaik untuknya. Setidaknya beban yang sia tanggung dan simpan sendiri berkurang dan merasa kelegaan hati.
"Bagaimana dengan istrimu," ujar aku perlahan takut membuat dia tersinggung. Hening tiada suara, tak lama helaan nafas terdengar,
"Itu istriku yang kedua", kaget ah benarkah, berarti kau sudah menikah  untuk ke dua kalinya.
Kebiasaan di daerah itu, sebelum menikah di tanya, sebagai perantau, sudah punya istri apa belum di daerah asal dan dia menjawab sudah, berapa tahun sudah menikah dan dia menjawab tujuh tahun, sekarang istrimu mana ,kenapa menikah lagi dan dia jawab sudah ditinggalkan atau bisa di katakan pisah.
Aku yang pernah di anggap penting dalam kehidupannya pun penasaran dan bertanya
"Jadi siapa istri pertamamu," aku tidak pernah mendengar cerita bahwa kamu menikah dua kali kataku sedikit menyudutkan dirinya.
"Ha ha hah," dia tertawa lepas, lama aku tak pernah mendengar dia tertawa lepas seperti itu
"Siapa ?" Kataku sedikit memaksa.
Dengan suara yang berat dia mulai bercerita
Aku mengenalnya tujuh tahun yang lalu, pertama mengenalnya aku telah berkata dalam hati bahwa wanita ini adalah istri pertamaku, setiap langkahku dia akan selalu mengikuti kemana pun aku pergi, hingga detik ini pun dia mengikuti langkahku. Bila rindu aku hanya diam dan mencumbui bayangannya. Cukup bagiku.
Wanita yang penuh dengan kemanjaannya dan sedikit keras kepala, tapi aku mencintainya walau dia tidak tahu berapa besar aku mencintainya, yang dia tahu aku menyayanginya sebagai adiknya. Wanita yang selalu menasehati dan menegur jika aku berbuat salah.
Diam tapi otak ku bekerja keras untuk mengambil kesimpulan ceritanya
" Berarti itu istri bayangan" kataku sembari tertawa.
"Ia, istri bayangan, istri yang aku nikahi dengan hati sebagai maharnya dan hanya aku sendiri yang merasakannya." Ujarnya sedikit keras dan parau.
" Berarti yang kau ceritakan dan kau jadikan istri bayangan mu itu adalah," aku tak berani berkata lagi, aku tahu arah perkataannya.Â
Sejauh itukah rasamu hingga kau mampu mengikrarkan dirinya sebagai istri pertamamu walau hanya bayangan. Bayangan yang selalu mengikuti setiap langkahmu, yang membuatmu tersenyum bahagia walau dalam diam mu.
Jadi apa arti kedudukan istrimu yang sebenarnya, hanya teman untuk mencari keturunan, teman di atas ranjang agar tak di bilang berzina. Kedudukan seorang istri itu tinggi di mata Allah dan agama. Jika kau perlakukan itu sama saja kau tak menghargai istrimu. Â Kau lebih menjunjung tinggi istri bayanganmu. Cerca ku sembari menahan tangis.
Diam tiada kata, hening  terdengar hanya helaan nafas panjang.
" Karena dia tak menghargai aku sebagai suaminya, selalu menjadi yang terbelakang dari setiap masalah, pulang ke rumah tiada sambutan boro boro senyum yang di dapat, suami pulang  tudung saji yang menyambut, apakah ini namanya seorang istri."  Ujar mu dengan amarah.
Tidak ada tawa, canda yang ringan penghilang letih setelah pulang kerja, yang ada muka yang cemberut dan marah. Penuh dengan kecemburuan.
Lebih baik aku bercengkrama dengan istri bayanganku, setidaknya membuat hati tenang. Dan menepati janji sama bapak dan emak untuk tidak menyakiti hati istri dengan kata kasar atau menceraikannya. Dua puluh lima tahun bertahan demi anak anak.,"
Aku tak mampu berkata lagi, setiap keluarga punya permasalahan yang berbeda. Dan punya cara tersendiri untuk menyelesaikannya.
" Ya sudah selamat dan salam untuk istri bayangan mu ya," ujar ku sedikit meredakan amarah dirinya.Â
"Tahukan siapa orangnya," ujarnya sembari tertawa lepas.
Tak perlu kau sebut namanya, aku sudah tahu siapa yang kau maksud. Aku tahu siapa wanita yang menemanimu selama tujuh tahun, yang membuat warna pelangi dalam keluargamu. Aku tahu!.
Palembang,121120
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H