Â
Tahukah kamu aku masih duduk dalam kesunyian, menepis bayang berharap menjadi nyata, berpaling berharap kau duduk di sampingku  dan memanggil "adek" dengan lembut. Seperti yang biasa kau lakukan ketika aku marah.
Bertutur dengan lembut, tanpa ada geram yang tertahan, membujuk agar aku bisa tersenyum lagi dan melupakan amarah mu yang sering kau bilang tidak sengaja karena kemanjaanku padamu terkadang membuat geram.
Dari detik, ke menit hingga  jam bahkan terlewatkan beberapa hari,jangankan merasakan belaian, kata lembut, ternyata kau tetap pada amarah mu, kau sepertinya telah berbeda.
Haruskah aku yang memulai percakapan padahal kau tahu kau yang mengubah senyum menjadi kepedihan,kau yang menjauh dari bayang bahkan menghilang.
Dalam gelapnya malam, serta angin yang tak bersahabat, katakanlah, setelah itu aku akan berlalu. Amarah yang kau buat, luka yang kau goreskan hingga terasa perih.
Malam ini saksi bisu, setiap kejadian yang kau perbuat pada bayang, bahkan jingga mulai menenggelamkan diri, jangan salahkan aku tentang amarah mu
Kau marah aku pun bisa marah sebagai mana angin bertiup dan terhembus kembali arah asalnya. Amarah mu bagiku tak lah sesakit tersayat sembilu
Jika amarah mu menjadi darah bahkan daging saat itu pula kau akan merasakan bagaimana kehilangan yang melebihi kisah kita di pelabuhan akhir.
Palembang,011020$