Perih.....Â
Luka....
Pilu...Â
Bergumul dalam  hati, tak mampu menghilangkan bayang semu. Setiap detik, setiap waktu menyiksa.
Langkah terayun, Langkah terhenti .Bayang itu menggoda bahkan menarik tangan untuk bertaut sedangkan meragu
Haruskah tertinggal sedang jiwamu merasuk. Akankah bayang tak melewati takdirnya  aku lelah.
Haruskah tatapan kosong itu terus menatap, hingga batas samudera tak terihat lagi, bergerak melupakan takdir
Aku seharusnya tak berharap banyak pada satu pertemuan, mungkin hanya sejenak, untuk sekedar mengingatkan bahwa ada satu hati yang pernah terhuni
Seharusnya harus bisa bersikap, aku terlalu bodoh, kebodohan yang selalu melekat. Hanyut dalam cerita lalu
Keluguan berkata, kepolosan jiwa bahkan lembutnya di manfaatkan. Bagaimana bayang akan berlalu sedang tiba tiba kau hadir mengusik kisah lama
Berlari terus berlari namun bayang tak jua tertinggal. Senja datang melepas penat namun bayang tetap membayang
Terlalu lama kita hidup dalam dua bayang. Mari kita sama sama ikhlas melepas rasa biarkan rasa itu berada di kotak kenangan yang kita kubur bersama dalam kata IKHLAS MELEPAS
Namun bayang terus membututi karena kau tak ingin melepas. Lebih baik hidup dalam dua bayang walau lelah dan tersakiti. Kau terlalu ego atau ego ku.
Senja di kota pempek, Â 3 oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H