Ada rindu yang mengaduk hati, ada dingin yang berselimut rindu.  Entah mengapa kali ini aku merasakan kerinduan yang  berbeda jauh dari tahun tahun yang lalu. Seakan ada yang membisikan  kata di telingaku,
"pulanglah , ada yang merindukanmu,ada yang ingin menatapmu falam diamnya".Â
 Ha! Siapakah merindukan ku dalam diam, tubuh yang terbujur membeku atau ..... Aku tak mengerti yang kutahu saat ini rinduku terbelenggu pada tubuh yang dingin terbujur kaku.. dan bila aku mendapatkan rindu yang lain , aku akan mencoba mmemahaminya.
Bila dia ada, aku takut luka lama terkuak, aku tak ingin melukainya lagi walau tak pernah tahu bagaimana hatinya tertuju padaku, yang kutahu cinta dalam diamlah yang membuat aku selalu merasa bersalah.
Tapi kerinduan ini mengalahkan ke angkuhanku. Kereta siang membawaku dalam sunyi. Â Peluit panjang terdengar kereta akan membawaku pada rumah masa kecilku. Lelahku menempuh perjalan tak kurasakan karena ku tahu sahabat kecilku menanti dalam senyumnya.
Langkahku  semakin cepat ketika dadaku terasa berat, nafasku tersengal menatap tanah keras  yang menyelimuti tubuh kaku Aku merindukanmu, merindukan duduk berdua denganmu sembari mendengarkan petuah tentang hidup yang suatu saat akan ku jalani.Â
Bersimpuh di hadapanya adalah keinginan yang tak mampu kutahan lagi. Andai jarak tak memisahkan kita mungkin aku selalu bersamamu melalui hari hari sepi mu. Aku lelah pa, menjalani ini, namun aku selalu ingat kau selalu bilang.,
" Berjuanglah hingga lelahmu memberikan ke bahagiaan, jangan pernah ada kata menyerah."
Satu rinduku telah terurai, akankah ku menemuinya, rasa takut menyelinap dalam sanubari. Aku harus mampu menuntaskan rasa.Â
Perlahan kaki melangkah, akankah dia menyadari, kehadiranku. Â Duduk diam dalam mobil, kupandang sahabat kecilku, kau jauh berubah, wajahmu terlukis akan lelah yang teramat panjang semoga kehadiranku mampu menghapus lelah mu walau hanya sejenak. Â
Jalan perlahan menuju mu, Â jelas terlihat kau tak menyangka aku pulang dan memberanikan diri melangkah kaki ke rumahmu. Mata itu , mata yang penuh isyarat kerinduan., Serta beribu tanya kenapa aku pulang.
Kau sahabat sekaligus penjaga hatiku. Kau terlalu baik bagiku, Saat aku selalu dalam fase kehidupan yang terendah, kau selalu mengingatkan, Â selalu marah jika aku berbuat salah. Â Kalimat demi kalimat yang keluar dari bibirmu selalu membuat hatiku tenang. Kau selalu bilang,
"Â ini hidup sobat, ini pilihan dan ketika kau memilih saat itupula kau harus menjalaninya, suka atau tidak. Akankah kau hancurkan hanya karena lelahmu. Bersabarlah suatu saat lelahmu akan menjawab semuanya.
Kau sahabat hati, penjaga hati dan kehormatan ku, tak pernah sekalipun kau mengambil kesempatan dari  titik terendah kehidupan diriku, bahkan kau relakan dirimu menjadi tonggak agar aku kembali bangkit dan  berjalan menuju penghujung jalan..
Sahabat, doaku selalu untukmu, agar Allah mengizinkan  hati putih mu termiliki seseorang yang lebih baik dari diriku. Biarkanlah dalam diam cinta itu tetap terpatri di hatimu. Tak akan pernah ku usik.
Waktu terus berjalan hingga tiba di penghujung jalan, aku harus pulang. Berat tapi tak bisa untuk di pungkiri. Saat mata kita beradu pandang. Di ujung matamu ada genangan air mata yang tertahan. Genggam erat tanganmu mengisyaratkan agar aku kembali dan kau bisikan kata
"Pulanglah, kapan pun kau mau, aku tetap  sahabat hati dan penjaga hatimu."
Genggaman tangan ini semakin erat. Namun aku harus berlalu membawa kenangan indah bersamamu. Ada tangis yang tertahan ketika langkah ini semakin menjauh, kereta malam membawaku dalam sunyi.
Teruntuk mu sahabat yang selalu menjadi buku coretan  kehidupanku dari awal hingga sekarang, doaku selalu agar hatimu yang putih menemukan hati yang sama. Hingga kau mampu untuk merajutnya bersama.
Palembang,27102019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H