Mohon tunggu...
Henry Asniar Toufan
Henry Asniar Toufan Mohon Tunggu... Penulis dan Pemikir -

Penyuka buku Imajinasi, kegaduhan yang bersembunyi, menyendiri dan merenung dalam keseharian ruang kehidupan. Mencari makna terpendam tentang hidup setelah kematian. Percaya yang nyata dan yakin akan takdir.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kecanduan Internet, Fiksi atau Realitas?

2 Januari 2019   09:47 Diperbarui: 2 Januari 2019   10:08 1569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

In so far as a scientific statement speaks about reality, it must be falsifiable; and in so far as it is not falsifiable, it does not speak about reality.
(Karl Popper)

Ya, Adiksi Internet lebih dekat pada Realitas Sains!

Dari sudut pandang empirisme, adiksi internet memiliki daya tarik utama sains, yaitu objektif dan testable dimana salah satu karakteristik yang muncul mengenai adiksi internet yang berlawanan dengan karakteristik pseudosains adalah sudah dimilikinya alat ukur yang jelas untuk melakukan pengujian apakah seseorang memiliki adiksi internet atau tidak, seperti yang dilakukan dalam penelitian ini dimana menggunakan instrumen tes yang sesuai dengan acuan Dr. Kimberly Young untuk IAT. Intrumen tes ini juga yang digunakan sebagai acuan oleh peneliti-peneliti lainnya yang melakukan penelitian berkait dengan pengukuran IAT. Sehingga meskipun adanya sejumlah kritik terhadap konsep adiksi internet, adiksi internet sebagian besar masih merupakan realitas saintifik.

Beberapa kritik terhadap konsep dari Adiksi Internet, diantaranyan adalah sebagai berikut ini,

  1. Kurangnya penelitian yang menjelaskan konsep umum dari “Pathological Internet Use” atau yang kaitannya dengan Adiksi Internet ini. Justru yang ada hanyalah menggunakan definisi dan diagnosa dari jenis gangguan yang mirip secara parsial misal dalam jenis gangguan perilaku atau mental lainnya. Namun pada peneliti dibidang Psikologi dan Dokter Psikitri sudah mulai banyak memberikan beberapa penjelasan mengenai definisi tersebut yang berkaitan dengan perubahan perilaku untuk mengontrol diri dalam aktifitas normal manusia
  2. Para peneliti masih kebingungan dalam menggunakan metodologi yang tepat ketika meneliti perilaku penggunaan internet tersebut. Termasuk sample yang diambil masih berdasarkan asumsi peneliti itu sendiri dan menimbulkan bias (termasuk dalam penentuan aspek dan pertanyaan). Penggunaan IAT pun masih perlu diuji lagi keakuratannya
  3. Tidak adanya penilaian atau pengukuran dari gangguan penggunaan internet ini, baik dalam konsensus yang disepakati oleh para peneliti, maupun yang bersifat psikometrik. Sehingga hasilnya mungkin saja tidak dapat diterima secara umum, karena justru penilaian diambil dari jenis gangguan psikologi lainnya yang dianggap mirip
  4. Penetapan gangguan internet ini justru menjadi masalah dalam penentuan cara pengobatan yang dapat dilakukan, karena dikhawatirkan tidak sesuai kenyataan. Justru berakibat pada penentuan gangguan padahal aktifitas internet memang berkaitan dengan kondisi normal dari kehidupan (misalnya pada pelajar atau pekerja dibidang IT, Marketing dan lainnya)
  5. Penggunaan internet yang berlebihan dianggap hal yang wajar untuk orang yang baru pertama kali menggunakan internet, sehingga harusnya tidak perlu dijadikan kekahwatiran berlebih menjadi suatu gangguan mental. Dengan seiring berjalannya waktu dan kepentingan penggunaan, maka intensitas interaksi dengan internet akan kembali normal
  6. Banyaknya waktu yang dihabiskan orang untuk berinternet, mungkin juga akan sama dengan waktu orang menonton atau tidur atau berpetualang, atau jika menjadi profesi seperti waktu mengemudi driver, waktu bergadang security, orang yang bekerja sampai larut malam dan contoh lainnya, namun tidak menjadi masalah yang diperbincangkan pada gangguan mental tersebut
  7. Tidak jelasnya hubungan sebab akibat antara penggunaan internet dengan gejala gangguan mental yang diamati. Dan parameter yang digunakan bisa sangat beragam, bergantung pada aspek emosi, perilaku, perubahan fisik, masalah social dan kecenderungan penyimpangan lainnya (sebagai bagian dari kecanduan)
  8. Aspek konten internet yang digunakan juga harusnya menjadi kritik tersendiri. Misal pada pada kasus orang menggunakan internet dalam waktu lama untuk chatting, forum, email, atau penggunaan media social, maka pada intinya aktifitas itu adalah aktifitas berkomunikasi dengan manusia, internet hanya sebagai media. Hal ini harusya sama saja dengan orang yang mengobrol lama-lama melalui telepon, atau di kafe dan sejenisnya, dan bukan termasuk gangguan mental.

Jadi, Anda pastiya percaya dan tertarik untuk mengembangkan lebih lanjut Uji Adiksi Internet ini kah? Selamat Mencoba!

Referensi Bacaan!

[1]Young, Kimberly S. Internet Addiction Test (IAT). Stoelting, 2017
[2]Matondang, Zulkifli. “Validitas dan Reabilitas suatu Instrumen Penelitian,” Jurnal Tabularasa PPS UNIMED, Vol.6 No.1, Juni 2009
[3]Azwar, Saifudidin. Sikap Manusia Terori dan Pengukurannya. Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
[4]Nur, Mohamad. Teori Tes. Surabaya: IKIP Surabaya, 1987.
[5]Barry M. Leiner, et all. Brief History of the Internet - Internet Society, 1997
[6]Rangkuti, Rahmi Putri. Internet Addiction. Fakultas Psikologi Univesitas Sumatra Utara, 2017
[7]Goldberg, Ivan. Internet Addiction Support Group. John Suler's The Psychology of Cyberspace, 1996.
[8]Wan, C.S., & Chiou, W. The motivations of adolescents who are addicted to on-line games: a cognitive perspective, 2007
[9]Takeshi Sato. Internet Addiction among Students: Prevalence and psychological problems in Japan. JMAJ 49: 279–283, 2006
[10]Palmira Faraci. Internet Addiction Test (IAT): Which is the Best Factorial Solution?,J Med Internet Res. 2013
[11]Radian Pandhika. Hubungan Tingkat Adiksi Internet Dengan Gangguan Mental Emosional Dan Perilaku Pada Siswa-Siswi Sman 9 Bandar Lampung. Skripsi, Fak.Kedokteran Universitas Lampung. 2015
[12]Helly P. Soetjipto. Pengujian Validitas Konstruk Kriteria Kecanduan Internet. Jurnal Psikologi, ISSN: 0215-8884, Volume 32, No. 2, 74-91. 2005
[13]John M. Grohol. Internet Addiction Disorder Symptoms., https://psychcentral.com/netaddiction/, Update 2017
[14]Martin Curd and Stathis Psillos. The Routledge Companion to Philosophy of Science. Routledge Taylor&Francis Group. London and New York. 2014.
[15]Dimitri Mahayana. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Catatan Kuliah, Penerbit ITB. 2018
[16]Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet Indonesia survei 2017. APJII. 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun