Mohon tunggu...
Asneri Ami
Asneri Ami Mohon Tunggu... Administrasi - Perempuan Tulen

Belajar seumur hidup adalah suatu kewajiban, bukan sebuah pilihan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Matahari Dua Sosok Terkasih

8 Juli 2021   11:21 Diperbarui: 8 Juli 2021   11:34 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini sudah terlalu lamaaaa....

Matahari Dua Sosok Terkasih

Yogyakarta ,pagi ini...24 Juli 1994
Di kos ku yang  sejuk dan nyaman.......Sekitaran Jalan Kaliurang ..Gang Wuni.....
Kuambil sehelai kertas putih dan mesin ketik tua ku ini dan kuturuti kata hatiku untuk segera menuliskan apa yang ada di benakku, yaitu kerinduan akan masa lalu. Kerinduan yang membengkak tak terbendung lagi di dadaku dengan deburan jantung yang bergelora berpacu dengan lumayan kencang...menyambut buah lamunanku saat ini...Yah...masa lalu ketika ayah masih berada di tengah kebahagiaan kami dan rasa syukurku akan keberadaanku sekarang ini. Semua ini adalah segala sesuatu yang terekam dengan indah dalam ingatanku....

Sore itu...hari pertama kami menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Suatu hari yang memberikan makna tersendiri dan dalam bagi keluarga kami dan umat islam pada umumnya. Bahagia menggema kembali ketika itu seperti tahun -- tahun sebelumnya dan rasa itu akan kurasakan kembali kala itu. Itulah salah satu berkah dan rahmatnya Ramadhan ...Ohhhh..betapa mulianya Engkau ya Allah , gumamku tak terasa ..Kau berikan fasilitas bulan nan mulia ini kepada kami...
Namun di balik bahagia menyambut ramadhan ada duka kan menyelimuti keluarga kami ternyata.....Benarkah ini sebuah duka..ataukah kami tak tahu apa yang akan terjadi di balik itu semua ketika itu.....
...
Perbukaan hari pertama puasa telah kami santap bersama . Ada ayah, ibuku, kakaku dan abangku. Seperti biasa aku selalu duduk di samping ayah. Maklum aku adalah si anak bontot...Sambil memegangi perutku yang kurasa sudah penuh terisi makanan perbukaan, ayah mulai menebak-nebak layaknya seorang dukun...dan mengomentari dengan bangga ..siapa anaknnya yang paling banyak makan...tak luput juga aku....Ayah akan berkata....Hmm..siapa yah yang makannya banyak adalah ..anak....ayaahhh...Akupun pertama kali mendaftar dengan mengacungkan jari..akuuuuuu..jawabku ketika itu..Karena ku pikir itu adalah apabila aku makan dengan baik dan banyak. Namun sekarang aku baru menyadari itu adalah salah satu cari dari ibu dan ayahku untuk memacu selera makan kami anak-naknya ketika itu.

Sore itu ternyata adalah sore terkahir aku serta keluarga ku dengan ayah, karena tiba-tiba setelah shalat tarawih pertama ini yang telah kami lakukan di masjid Atthoiyibah ayah langusng mengeluh sakit pada bagian perutnya. Dan segera minta dipanggilkan dokter yang ada di dekat rumah kami. Atas saran dokter tersebut ayah langsung di bawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang lebih sempurna. Sementara tetangga sudah berdatangan untuk memberikan pertolongan dan sekedar menunjukan empati pada kami.

Aku yang ketika itu tidak tau apa --apa apa saat itu hanya diam dan memandangi orang-orang yang berdatangan itu dan tidak aku tidak diperkenankan untuk ikut ke rumah sakit. Sementara itu kulihat ibuku dengan tabahnya selalu mendampingi ayah beserta bang Hu.

Kepergian mobil itu mengantarkan ayah  ke rumah sakit itu kuiringi dengan doa dan bacaan Alquran..Tapi semua ku lakukan untuk menenangkan hatiku yang gelisah tidak seperti biasanya. Dalam suasana inipu juga dirasakan oleh Kakak yang hanya menangis dan kamipun tidak berkata kata sedikitpun dan berangkat tidur setelah diberitahukan kemudian selang beberapa waktu bahwa ayah harus menjalani perawatan opname di rumah sakit. Ada perasaan lain daripada yang lain dengan apa yang tengah terjadi. Karena biasanya ayah tidak pernah mengeluh kan perutnya. Sedangkan penyakit ayah yang cukup mengkhawatirkan adalah ginjal. Perasaan....jangan --jangan.....selalu menghantuiku dan juga kakak  yang dapat kulihat dari raut wajahnya.

Malam itupun aku tak bisa tidur dan berharap agar pagi segera datang dan aku dapat bertemu dengan ayahku....Aku semakin ingat akan kata-kata yang pernah diucapkan ayah kepada kami, "Kalau ayah sedang sakit dan terima rapor dari anak-anak ayah juga ibukuk pastiiii...segala penyakit ayah jadi sembuuuhhh..hhh. " Kata kata itu yang selalu membuat ku untuk segera menjenguk ayah dengan membawa hasil raporku yang sebentar lagi akan kuterima.
Keesokan harinya lamunanku ternyata menggembirakanku.....

Pagi itu adalah pagi minggu . Pagi dimana biasanya aku dan keluarga santai di depan TV, aku habiskan di rumah sakit.

Aku dan Kak Fe dijemput bang Hu. Aku langsung berlari dalam pelukan ayah dan aku menangis...dan terus menangis...Ayah yang seperti biasanya selalu mengelus-ngelus kepalaku. Dan mengatakan sebentar lagi ayah akan sembuh. Padahal aku tahu sakitnya ayah tak berkurang sedikitpun. Sementara itu botol infus dan tabung oksigen semakin bertambah saja. Kami berlima bercerita apa saja bersama yaitu aku, kakak, bang Hu ,ibuku dan ayah...Terlihat dari wajahnya ayah berusaha untuk tertawa walau beliau sedang berusaha melawan penyakit yang tengah dirasakan.

Kira-kira tepat pukul 12.00 siang aku pulang dan kuciumi ayah dan beliau seperti biasa selalu mengelus kepala kami satu persatu. Kepulangan kami inipun membawa segala sesuatu yang telah digunakan selama di rumah sakit seperti pakaian kotor ayah dan ibuk untuk dicucikan kepada tukang cuci di rumah. Dan membawakan barang-barang yang diperlukan ibuku, abang serta saudara-saudara yang lain yang telah menunggui ayahku sejak tadi malamnya. Semua ditugaskan kepada Kakak karena dia lebih mengerti daripada aku.

Sesampainya di rumah ada rasa rindu untuk kembali ke rumah sakit. Namun kali ini dengan  tekad akan membawa nilai raportku nanti, kurasa tidak akan mengecewakan ayah dan ibuku nantinya. Apalagi kondisi ayah seperti ini pikirku.

Sore kedua puasa  kulalui hanya bersama nenek dan Kakak...Tidak seperti kemaren dan tahun -- tahun yang lalu bersama ayah , ibu dan abang serta kakak. Apalagi makanan perbukaan hanya kami beli dari rumah makan terdekat. Walaupun demikian aku, nenek , dan Kakak tidak memikirkan enak atau tidak makanan yang ada di depan kami. Yang penting ada rasa syukur dan nikmatnya puasa. Kamipun terhanyut dalam pikiran kami masing-masing. Sedangkan aku terbayang hanya wajah ..ayah...ibuuu..dan abangku yang tengah berada di rumah sakit.

Shalat  tarawih tetap kami lakukan di masjid At-Tahiyyibah dan sementara itu kami hanya  mendapatkan berita tentang perkembangan terkini ayah dari abangku Hu dan saudara-saudara lain yang datang malam itu untuk mengambil keperluan ayah dan sebagainya. Aku hanya berdoa dengan tulus agar ayah cepat sembuh dan ibu yang setia menunggu dan merawat ayah tetap sehat pula.

Malam itu aku, kakak, juga nenek tidur satu kamar. Yaitu kamar ayah, ibu karena di sana ada dua bed besar yang kami pergunakan untuk bercengkrama di sana. Apalagi   bila lampu listrik padam semua berkumpul karena takut akan kegelapan.   Namun suasana itu pulalah yang semakin mengakrabkan diantara kami karena dengann suasana itu misalnya diselingi dengann  cerita-cerita permasalahan masing-masing diantara kami dan seringnya permintaan-permintaan kami berempat selalu tertampung dalam suasana seperti itu.

......................
Tepat pukul 02.00 dini hari terdengar pintu depan di ketuk orang. Kami tidak segera membukakan pintu karena takut. Apalagi kakak mengatakan perasaannya tidak enak sejak mulai dari tidur tadi. kakak sepertinya sangat mengkhawatirkan ayah. Sementara aku memang tidak bias tidur tetapi tidaklah terpikirkan olehku hal yang bukan bukan seperti yang uni pikirkan.

Ketakutan kami bertiga menjadi sirna karena ternyata yang mengetuk pintu adalah dua orang pamanku. Mereka berdua datang untuk menjemput aku dan kakak untuk segera ke rumah sakit. Aku tanpa pikir panjang segera bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit. Aku tanpa pikir panjang segera bersiap-siap untuk pergi begitu juga dengan Kakak. Sementara nenek tidak ikut serta karena rumah tidak ada yang menjaganya.

Di perjalananku selalu berfikir agar cepat sampai dan bertemu serta memeluk ayah. Namun lain halnya dengan Kakak, dia menanyakan kepada pamanku "apakah ayah sudah tiada ya?" Aku mendengar langsung terdiam dan tersentak. Sedang paman yang ditanya menjawab bahwa ayah hanya kangen sama ami dan Kak Fe. Akupun menjawab akupun rindu dengan ayah tanpa ada perasaan lainnya. Tapi kakak seperti memendam suatu yang menggelisahkannya. Semua itu hanya dipendam sampai akhirnya kami tiba di rumah sakit.........

Di depan pintu masuk aku sudah disambut perawat dengan tatapan yang lain daripada yang lain. Namun aku sambut tatapannya dengan senyuman. Sedangkan Kakak sudah masuk ke kamar ayah dirawat lebih dahulu. Ketika Kakak masuk terdengar suara tangisan dan ku dengar ibu mengatakan ,"ayah udah pergi naaakk". Kakak, ibu dan abang larut dalam tangis. Sementara aku datang di belakangnya masuk ke kamar ayah hanya berdiri di depan pintu dan langsung dipeluk oleh keluarga ku yang lain kemudian ibuku. Aku seperti bermimpi dan tak percaya dengan apa yang terjadi di depanku saat ini.

Ayah terbaring dengan tenang. Ibu berusaha menyadarkan aku ku dan meminta aku untk memeluk ayah. Aku melakukan semua itu dengan ketidaksadaranku dan ketidakpercayaanku ketika itu. Tiba --tiba perlahan aku mulai menyadari akan apa yang terjadi setelah abangku Hu mendekati dan mengatakan "ayah telah pergi , mi..mungkin kira-kira sekitar ami dan Kakak di parkiran tadi, ini juga baru aja." Barulah aku sadar bahwa ayah memang benar telah tiada dan sekujur tubuhku lunglaiii...

Tak dapat kulukiskanbetapa sedih dan gemuruh hatiku ketika itu. Aku tak pernah membayangkan apa yang terjadi di hadapanku sekarang ini. Sejuta lamunan yang kubuaikan kala aku kan bertemu ayah dan ibuku dengan  membawa nilai raportku yang terakhir , sirnaa..aaa. Aku berontak dan ingin berteriak ketika itu tapi akhirnya ku sadar dengan kepolosan seorang anak seusiaku...inikah kenyataan hiduupp....dan Tuhan tahu apa yang terbaik buat kita semua...Apakah benar seusiaku bisa mengaplikasikan sebuah kata menerima ketentuan TUhan..?Begitu lah yang ibuku ucapkan kepada kami saat ituuu. Mungkin karena ada kata Tuhaaannn..ketika itu aku mau dan diam dengan apa yang terjadi.

Dalam tangisanku dan menatap wajah tenang ayah adalah membayangkan setelah ini aku yang tidak punya ayah akan tinggal di kolong jembatan dan tidak dapat lagi bermain seperti teman yang lain, seperti yang aku lihat di beberapa film-film inspiratif ketika itu yang mengisahkan kehidupan seorang anak yang ditinggalkan oleh ayahnya , hidup  melarat dan terlunta lunta. Hanya doa yang keluar dari mulutku karena aku ingat kata ayah dan ibuku bahwa doa yang sampai dan dapat membantu ayah adalah doa anak yang soleh.Hanya itu....Selain itu aku tidak memahami keadaan ini....

Kulihat ibu memang tabah dan sabar..Mereka mendekap kami bertiga di hadapan ayah yang tengah terbaring dengan tenang. Betapa kuat nya ibukuuu..Aku tiba -- tiba teringat abangku Deas yang masih berada di Jambi. Dia tidak tau dengan apa yang tengah terjadi pastinya. Namun ibuku sudah meminta saudara lainnya untuk memberitahukan hal kepergian ayah . Ibu lakukan semua dengan kesadaran full...

Setelah dua jam jenazah ayah terbaring barulah diperbolehkan untuk di bawa pulang ke rumahku. Kira-kira pukul 4.30 pagi jenazah ayah tiba diantarkan oleh petugas rumah sakit, diiringi keluargaku di belkangnya.

Ayah terbaring dalam peraduannya dengan tenang. Dan ketika itu pula ibu dan abangku Hu bercerita tentang kondisi ayah sampai akhir hayatnya. Ternyata saat aku dan uni dijemput ayah sepertinya sudah merasa akan menghadapi ajalnya. Diceritakan pula oleh Bang Hu dan ibuku bahwa oksigen dan infusnya dilepaskan sendiri oleh ayah ketika akan menghadapi mau tersebut. Semua itu membuat heran seluruh keluarga yang menunggui ketika itu.

Ternyata ayah ketika itu akan shalat dan beliau sempat berkata bahwa infus dan atbung oksigen ini tidak bermanfaat lagi buat beliau. Setelah itu ayah minta diberi minum pada ibu. Tetapi oleh dokter tidak diperkenankan karena akan memberikan dampak berbahaya bagi kesehatan beliau yang akan menjalani operasi besok harinya.

Tiba-tiba ayah mengeluarkan kentut (angina) yang pertanda bahwa besok pagi ayah positif akan dioperasi. Namun demikian itu rupanya adalah salah satu pertolongan dari Allah juga untuk meringakan beban penderitaan ayah menjelang dipanggilNya.

Melihat kondisi ayah yang mengherankan itu ibu membaca  Alquran (surat yassin) dan diikuti oleh ponakan ayah yang lainnya yang menunggui. Bang Hu  menceritakan pula ibu dengan tabahnya di samping ayah. Dan tanpa di duga ayahpun berkata kepada ibu dan abangku Hu untuk meminta maaf atas kekhilafannya. Ibu dan bang Hupun memintakan maafnya juga atas namaku, kakak dan bang Deas. Dan ayah berpesan pada abang untuk kami anaknya yaitu :
"Rajin Shalat"
"Rajin Belajar"
"Rajin Ngaji"

Ibu setelah ayah mengucapkan pesannya itu mengajarkan ayah untuk mengucapkan kalimat Lailaahaillallah. Dan ayahpun mengikuti dengan perlahan, namun ucapan yang ketiga kalinya ayah mengisyaratkan untuk tidak mengajarinya  lagi agar beliau tenang menghayati ucapan etrsebut. Ayahpun mengucapkan kalimat mulia tersebut sendiri dan kalimat terakhir yang menghantarkan beliau menghadapNya dengan tenang.

Itulah cerita bang Hu yang satu-satunya saudarku yang melepas kepergian ayah kami tercinta. Aku teras tersayat dan selau keinginanku yang menggebu untuk memperlihatkan nilai raport ku timbul kembali. Namun ku sadar semua tak kan mungkin dan aku harus terima semua ini.

Di hadapan pembaringan ayah..kami bertiga dan juga ibu ku hanya menangis..dan menangis...Hanya ibulah yang selalu membesarkan hati kami untuk tidak sedih dan berdoa selalu untuk ayah. Itulah yang memenangkan duka terdalam kami  ketika itu.

Ayah dimakamkan di sekitar daerahku saja. Hanya kira-kira 1 km dari rumahku.

Ketika ayah dimakamkan hanya abang Deas yang belum menghadirinya. Abang tiba di rumah pukul 03.00 esok harinya. Dan dia tidak bias menatap wajah ayah untuk terakhir kalinya , karena masih berada di Jambi di rumahn salah seorang keluarga kami.

Kedatangan abang saat itu disambut dengan tangisan. Dan abangpun menangis..Karena sebelumnya memang sudah ada firasat yang kurang menyenangkan yang dirasakan sebelumnya.
Keesokan harinya kami berempat kembali melihat makam ayah. Kali ini dengan paman-pamanku yang tak sempat melihat ayah yang terakhir kalinya.
LEBARAN TIBA...

Lebaran ini kami rasakan bayang-bayang ayah masih melekat dekat..jelas diantara kami. Ibulah yang selalu menghibur kami dan mengajarkan kami kembali untuk ingat akan menghadapi semua ini dengan dada lapang dan tawakal padaNya.Kamipun patuh dan tidak menangis lagi ketika itu karena tentunya akan menambah beban ibu setelah ditinggal ayah.

Begitulah keadaan kami hingga aku dapat menuliskan apa yang ada di benakku ini karena ibuuuu...Kalau bukan beliau entah apa jadinya aku dan saudaraku yang lainnya.

Tak terasa kami telah tumbuh menjadi anak-anak yang mulai menghadapi realita kehidupan ini. Kami biasa seperti ini adalah karena bimbingan ibuuuu....uuu! Bang Hu sudah bekerja di kantor Pertamina,Kakak sudah berpredikat ahli kesehatan, bang Deas yang sdh berdinas di Imigrasi Jambi, sedangkan aku masih kuliah hingga saat ini.

Ada rasa syukur yang dalam dari kami dan semua itu sering diungkapkan ibu pada suratnya. Bahwa semua cobaan Allah beberapa tahun yang lalu ternyata telah mengantarkan kami berempat seperti saat ini. Aku tidak lagi membayangkan akan tidur di kolong jembatan...dan hidup terlunta-lunta....Ya Allah semua ini karena limpahan Rahmat dan HidayahMu dan Kau berikan seorang IBU... yang tiada duanya di muka bumi ini kepada kamiii.....

Ayah..semua pesan dan hari-hari yang kulalui bersamamu..walau sekejap..sangat sekejapp...akan sangat semakin memacuku untuk belajar....berkarya...dan berbuat ..untuk kebajikan..hanya untuk kebajikannn...Semoga engkau akan tersenyum dalam doa-doa yang telah aku kirimkan untuk mu ayah...Dan akan kubuktikan ini...iii. Kata-kata itu akan menjadi semangat yang berarti kala surut semangatku..uu

Yogyakarta.....24 Juli 1994..............
Teruntuk : matahari dua sosok terkasih...........Ayah dan Ibu..hanya iniiii....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun