Dia mengatakan, masyarakat kini semakin cerdas, karena jumlah sarjana, magister, dan doktor terus bertambah. Sebaliknya, kata pria kelahiran Sinjai 3 Maret 1934, para calon penguasa dan para calon legislator (caleg) yang muncul dewasa ini tidak jelas dari mana asalnya dan apa prestasinya.
“Tiba-tiba mereka muncul. Tiba-tiba mereka tampil dengan baliho besar-besar. Tetapi tidak jelas apa prestasinya, sehingga masyarakat yang semakin cerdas akhirnya tidak lagi mempercayai para calon penguasa dan calon legislator,” sebut penulis 19 judul buku itu.
Seharusnya, kata Abu Hamid, calon penguasa dan calon legislator adalah orang-orang yang berprestasi dan sudah melalui proses berjenjang. Dia kemudian mencontohkan calon presiden Amerika Serikat. Mereka, katanya, haruslah seorang senator atau pernah menjadi gubernur. Mereka juga umumnya sudah doktor (S3).
Dengan demikian, katanya, calon presiden AS adalah orang yang benar-benar sudah teruji kerja dan kemampuannya, begitu pula prestasinya.
Sementara calon penguasa dan calon legislator di Indonesia umumnya tidak jelas latar belakang pendidikan dan prestasinya. Dengan format Pilkada dan Pemilu sekarang ini, bisa saja hanya orang beruang atau preman yang punya uang yang jadi calon penguasa atau calon legislator. Setelah menjadi penguasa atau duduk sebagai anggota dewan baru mereka mempopulerkan diri.
Pada zaman dulu, ungkapnya, memang tidak ada partai politik, tetapi ada pengelompokan-pengelompokan semacam kelompok kerja (yang dalam bahasa Belanda disebut zaken grupen atau kelompok kerja) yang dibentuk oleh raja.
Orang-orang yang direkrut masuk dalam kelompok kerja itulah yang berfungsi sebagai wakil rakyat dan menjalanlan fungsi kerajaan. Kelompok kerja itu dibentuk untuk mempertahankan eksistensi kerajaan (negara).
“Orang-orang yang direkrut masuk dalam zaken grupen itu adalah tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh, jadi mereka memang benar-benar refresentasi perwakilan rakyat,” ungkap Abu Hamid. (asnawin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H