Mohon tunggu...
Asnaura
Asnaura Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswa aktif Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kepribadian Muslim yang Dipandu Trilogi Islam

3 Desember 2022   22:11 Diperbarui: 3 Desember 2022   23:09 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Islam merupakan agama yang menyeluruh, untuk memahami ajaran Islam secara menyeluruh memang dibutuhkan waktu. Untuk mempelajari nya maka kita perlu mengetahui dasarnya. Trilogi Islam merupakan kerangka dasar ajaran Islam atau rancangan yang sifatnya mendasari semua nilai dalam ajaran Islam. Trilogi Islam ini tentu saja terkait erat dengan tujuan ajaran Islam. Trilogi Islam yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Namun bisa juga disebut dengan Aqidah (Tauhid), Syariah (Fiqh) dan Akhlak (Tasawuf).

Tiga komponen ini itu saling berhubungan dan memiliki kebergantungan satu sama lain. Dari Trilogi Islam ini maka akan terbentuk tiang agama yang dapat membantu manusia menjadi Kepribadian Muslim yang sempurna. Untuk mendasari pemahaman Islam yang lebih luas, perlu dipahami dahulu dasar-dasar Islam atau yang sering disebut kerangka dasar ajaran Islam. Dengan memahami kerangka dasar ini, maka seseorang dapat memahami gambaran ajaran Islam secara keseluruhan.

Trilogi Ajaran Islam adalah Iman, Islam dan Ihsan. Tiga hal penting yang menjadi pondasi utama membangun dan mengembangkan ibadah berdasarkan ajaran agama yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW. Awal mula trilogi ini diajarkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril. Ketika Nabi Muhammad SAW sedang bersama beberapa sahabat muncul seorang pemuda dan menghampiri baginda nabi, duduk disebelahnya seperti sangat akrab sekali. Lalu pemuda tersebut mengajukan beberapa pertanyaan yang terkait trilogi Ajaran Islam.

Dari Abu Hurairah R.A. berkata: "Sesungguhnya Rasulullah saw pada suatu hari berada di tengah-tengah manusia, ketika itu seorang laki-laki berjalan (menuju beliau lalu mengajukan beberapa pertanyaan kepada beliau), "Apakah iman itu? Laki-laki itu menjawab, "Iman adalah engkau meyakini Allah, para malaikat dan perjumpaan dengan-Nya, meyakini para rasul dan engkau beriman kepada kebangkitan". Lalu laki-laki itu bertanya, wahai Rasulullah saw., "Apakah Islam itu? Laki-laki itu menjawab, "engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya, melaksanakan shalat, membayarkan zakat yang diwajibkan, dan berpuasa Ramadhan". 

Lalu laki-laki itu bertanya, "Apakah ihsn itu? Laki-laki itu menjawab, "engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, meskipun engkau tidak sanggup melihat-Nya, karena Dia senantiasa melihat kamu". Rasulullah saw bersabda: "Inilah Jibril datang untuk mengajarkan agama kepada manusia". (H.R. Al-Bukhari dan Muslim).

Iman (Aqidah) secara berarti ikatan, sangkutan, keyakinan. Aqidah secara teknis juga berarti keyakinan. Maka dari itu Iman merupakan pondasi untuk membangun seluruh bangunan (ajaran Islam), pondasi tersebut juga harus kuat karena dengan iman yang kuat maka dapat membentuk Syariah dan Akhlak yang baik. Terkadang beberapa orang masih keliru dengan pengertian Iman, banyak yang engartikan bahwa iman adalah percaya. Namun Iman bukan hanya percaya saja, Iman bisa meningkat dari sebuah kepercayaan menjadi keyakinan. Untuk meningkatkan kepercayaan menjadi keyakinan dengan 5 (lima) syarat, yaitu:

  • Meresapi, yang dimaksud adalah memahami secara mendalam.
  • Menghayati, secara bahasa merupakan mengalami dan merasakan di batin. Menghayati berarti tidak hanya sekedar melakukan namun merasakan sungguh-sungguh dalam batin.
  • Menjiwai yaitu menyelami kepercayaan tersebut sehingga menjadi sebuah keyakinan.
  • Mengakar, yang dimaksud disini adalah kepercayaan yang mendalam atau menyatu benar di dalam hati, pikiran.
  • Kokoh yaitu kuat, teguh, dan tetap berpegang pada pendirian kepercayaan nya yang menjadi sebuah keyakinan.

Iman kepada Allah berarti meyakini bahwa Allah itu ada dengan membuktikannya dengan ikrar syahadat atau mengucapkan kalimat-kalimat dzikir kepada Allah, mengamalkan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Maka inilah makna Iman yang sebenarnya dengan begitu maka akan membentuk Aqidah yang baik.

Selain itu Iman juga melahirkan akal yang menghasilkan ilmu. Jika kita hanya bisa percaya dan tidak melakukan pembuktian dengan keyakinan dan perbuatan maka Iman (Aqidah) dapat renggang atau lemah. Menurun atau lemahnya iman dapat disebabkan dengan perbuatan maksiat yang dilakukan oleh manusia. Untuk meningkatkan nya maka tentu saja manusia perlu melakukan perbuatan yang baik atau amal shaleh.

Islam (Syariah) arah menuju sumber bagi kehidupan. Islam merupakan sayap atau bangunan dari Iman (Aqidah). merupakan kepatuhan yang dilakukan seorang muslim dalam melaksanakan aktivitas ibadahnya sesuai dengan hukum atau syariah sebagaimana diperintahkan oleh agama Islam. Syariah diartikan juga sebagai hukum-hukum atau atauran yang pokok agar digunakan dalam berhubungan dengan Tuhannya, dengan saudaranya sesama Muslim, dengan saudaranya sesama manusia, dan alam semesta, serta dengan kehidupan.

Suatu hal yang mustahil untuk memahami Islam tanpa memahami hukumnya. Konsep ibadah ini berprinsip bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi. Allah SWT berkehendak menciptakan manusia untuk menjadi khalifahnya yang memingkul amanat risalah dan menjalankan syariatnya.

Untuk lebih memperdalam pengertian atau kajian syariah ini para ulama mengembangkan suatu ilmu yang kemudian dikenal dengan ilmu fiqh atau fiqh Islam. Terdapat tiga pengertian fiqh menurut ulama, yaitu:

  • Hukum Syariah yang terperinci
  • Hukum Syariah yang terapan
  • Hukum Syariah yang praktis

Ihsan (Akhlak) merupakan puncak dari Iman (Aqidah) dan Islam (Syariah) sebuah pencapaian akhir seorang hamba Allah dalam setiap tindak lakunya setelah melalui fase iman dan islam. Dimensi ihsan atau penghayatan dibicarakan dalam ilmu tasawuf. Seorang muslim yang memiliki keyakinan yang tinggi dan melaksanakan ajaran agama dalam tingkat optimal, maka dikatakan telah mencapai ihsan.

Ihsan berasal dari kata hasuna yang berarti bagus dan baik. Kata Ihsan merupakan kebalikan dari kata al isaa-ah (berbuat buruk), yakni perbuatan seseorang untuk melakukan perbuatan yang menahan diri dari dosa. Sedangkan Tasawuf adalah sikap yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Maka pengertian Ihsan perspektif tasawuf yaitu selalu berbuat baik, memperbaiki tingkah laku, patuh kepada Tuhan maupun baik kepada sesama manusia dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan melaksanakan ketaatan kepada-Nya.

Secara teori Iman (Aqidah), Islam (Syariah), dan Ihsan (Akhlak) memiliki hubungan yang erat bahkan merupakan sebuah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, saling mengisi menyangkut satu sama lain. Tetapi ketiganya dapat dibedakan, Iman (Aqidah) menyangkut aspek kepercayaan dan keyakinan dalam hati. Sebagai sistem keyakinan yang bermuatan bagian-bagian dasar iman, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Islam (Syariah) menyangkut keselamatan, patuh, dan tunduk. 

Sebagai sistem hukum berisi peraturan yang memberikan penjelasan atau penggambaran mengenai fungsi agama. Sedangkan Ihsan (Akhlak) merupakan puncak setelah melakukan Iman dan Islam. Sebagai sistem nilai etika menggambarkan arah dan tujuan yang hendak dicapai oleh seorang Muslim. Maka dari itu ketiga kerangka atau Trilogi Islam tersebut harus tertanam, terintegrasi dan dipertahankan. Karena dengan begitu maka akan terbentuk sebuah kepribadian seorang Muslim yang kokoh. 

Trilogi Islam tersebut dapat di ibaratkan sebagai sebuah pohon. Dimana akar nya adalah Iman (Aqidah) yang diperkuat menjadi keyakinan, kemudian batang nya adalah Islam (Syariah), sehingga dapat membuahkan hasil yaitu Ihsan (Akhlak). Ketika Aqidah seorang Muslim diperkuat dengan keyakinan maka akan menjadi kokoh dan ibadahnya akan menjadi Istiqamah sehingga akan menimbulkan jiwa yang bersih, hati yang tenang, tentram lalu menjadi seorang Muslim yang berakhlak mulia.

Penulis: Asnaura, Prof. Dr. Asep Usman Ismail, M.Ag.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun