Sewaktu matahari berangsur ke barat, dilihatnya langit warna merah telentang penuh hasrat. Ia pernah menyaksikan langit serupa itu pada almanak kelima. Sungguh indah. Namun, Ia sudah terlalu lelah untuk melihat matanya mengalirkan darah tanpa warna. Tangannya gemetar, jemarinya menghitam sewarna tanah. Ia meletakkan sekotak rindu yang masih hangat, menguburnya bersama kenangan yang menghujat. Lalu di atas gundukan tanah yang masih basah, ia taburkan kelopak-kelopak mawar putih dan merah, ditambah sekuntum kamboja yang Ia pungut sewaktu langit mulai mendesah. Begitulah, Ia berharap kedamaian setelahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H