Pagi itu kami berangkat menuju Rammang-Rammang dari Kota Makassar. Kabarnya waktu tempuh yang kami perlukan adalah sekitar 1 jam 30 menit. Cuaca mendung berakhir menjadi gerimis saat kami sudah tiba di dermaga.Â
Gerimis turun diantara celah-celah doa yang kami panjatkan. Akhirnya, setelah beberapa saat menunggu reda, kami memutuskan untuk sewa kapal dan berangkat dari dermaga 1 dengan memakai jas hujan.
Sampan mulai membawa kami menelusuri keindahan alam perbukitan karst yang kabarnya terbesar nomor 2 di dunia setelah China. Sepanjang aliran sungai Pute di kanan-kirinya kami bisa menikmati perbukitan karst dan mangrove yang indah.Â
Sesekali sampan kami berpapasan dengan sampan wisatawan lain. Nampak juga beberapa rumah penduduk, cafe, juga tempat penginapan di tepian sungai Pute. Ada saat sampan melewati lorong perbukitan karst yang eksotis. Nyanyian burung berkicau merdu menambah keriangan hari itu.
Kami menelusuri persawahan menuju situs Pasaung atau yang lebih dikenal dengan batu Kingkong bersama seorang ibu yang bersedia memandu jalan. Mata harus tajam menatap kepada jalanan agar kaki tidak menginjak kotoran sapi dan kerbau.Â
Situs Pasaung adalah peninggalan jaman prasejarah. Beberapa lukisan yang dibuat manusia prasejarah bisa kita temui di dinding gua. Ibu pemandu memperlihatkan batu Kingkong yang bisa dilihat dengan berimajinasi, juga lukisan telapak tangan di dinding gua.Â
Suami ibu pemilik warung adalah orang asli Kampung Berua. Sudah sejak lama si ibu tinggal di kampung ini. Menurut ibu pemilik warung, kurang lebih ada 17 rumah yang berdiri di kampung Berua. Obrolan kami diiringi oleh suara Rhoma Irama yang mengalun merdu lewat sound system yang berdentum kencang.