Teriknya matahari tentu tidak bisa menghalangi saya untuk berpose di tengah rumput yang mengering ini. Kemarau menjadikannya eksotis. Saya pun narsis.
Setelah merasa cukup terbakar dan puas berfoto dengan bunga cantik ini, kami melanjutkan perjalanan menuju Pantai Londa Lima. Makna dari Londa Lima adalah bergandengan tangan.
Di pantai ini saya tidak banyak mengambil foto karena asyik mengobrol sambil makan kacang, dan menikmati semilir angin yang cukup meredakan serangan matahari.
Apalah daya, hanya ada satu hal untuk mengobati perut lapar, ialah makan. Kami pun segera memacu motor menuju Maramba Beach, menuju resto dengan pemandangan langsung menghadap pantai.
Selain pemandangan pantai yang asyik, rasa makanan di sini lumayan, sekitar 7 dari 10 lah. Harga makanan juga lumayan terjangkau. Resto ini menyuguhkan makanan fresh, jadi waktu menunggu makanan agak lama, namun pemandangan pantai dan ornamen-ornamen ala Sumba menjadikan betah untuk berlama-lama nongkrong di sini.
Sumber mata air yang mengalir indah di tengah perbukitan. Menurut yang saya baca, bendungan ini didirikan pada tanggal 8 September 1992 untuk mengairi lahan persawahan di Mauliru, Kawangu dan Kambaniru. Bendungan ini adalah yang terbesar di Sumba Timur.
Setelah seharian berpanas-panasan, kami kembali ke Waingapu untuk mengikuti acara pemutaran film "Cinta dari Wamena" di GKS Waingapu bersama para penggiat seni dan muda-mudi Sumba. Muka merah dan panas akibat terbakar matahari turut mengiringi Sabtu malam yang spesial kala itu.Â
Setelah pemutaran film, kami berempat, perempuan muda yang masih single (hahahahah), memilih nongkrong di sebuah Cafe, PC Corner di Waingapu. Cafe yang full of music, ada buku bacaan yang ciamik, wifi, dan makanan yang lumayan rasa dan harganya. Cozyabiss! Dan kami berempat larut dalam obrolan mengenai buku dan novelis, pemberdayaan masyarakat, dan sedikit bergosip termasuk membicarakan Hamis Daud dan ayahnya yang pernah tinggal lama di Sumba. Hahahaha....
Minggu, 17 September, dua teman kami telah kembali menuju Sumba Tengah dengan mobil travel. Sedangkan saya dan kak Diana juga akan menyusul ke Sumba Tengah dengan naik motor.
Namun, sebelum itu kami melanjutkan keliling beberapa tempat di Sumba Timur. Sekitar pukul 10.00 WITA kami mulai dengan mampir di Watumbaka, menikmati eksotisme musim kemarau.