Mohon tunggu...
Nok Asna
Nok Asna Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Senja dan Sastra.

Penikmat Senja dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Barapen, Antara Budaya dan Faktor Risiko Kecacingan

1 Februari 2017   07:17 Diperbarui: 2 Februari 2017   07:01 1360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses pemasukan bahan makanan (Dokumentasi Pribadi)

Daging babi yang sudah matang (Dokumentasi Pribadi)
Daging babi yang sudah matang (Dokumentasi Pribadi)
Semua makanan yang sudah dimasak telah siap dinikmati oleh para peserta upacara Barapen. Tamu undangan mulai berdatangan termasuk Bupati dan beberapa pegawai pemerintah. Menurut informan, jika peserta yang diundang sampai tingkat provinsi, biasanya dalam upacara Barapen tidak hanya babi yang dimasak, melainkan ada ayam yang dimasak sebagai bentuk penghormatan kepada penganut agama lain atau mereka yang tidak mengkonsumsi daging babi.

Para peserta barapen membentuk kelompok yang terdiri dari 5-6 orang untuk mempermudah pembagian makanan. Sayur dan ubi lebih dahulu dibagikan, disusul kemudian daging babi. Mereka yang sudah membentuk kelompok dengan sabar menunggu makanan. Para pembagi makanan berlari-lari menuju kelompok-kelompok yang sudah siap menerima makanan dengan alas daun yang mereka tata di depan mereka. Tidak ada piring atau sebangsanya kecuali untuk tamu undangan.

Para mama yang membagikan sayur dan ubi (Dokumentasi Pribadi)
Para mama yang membagikan sayur dan ubi (Dokumentasi Pribadi)
Sayur dan ubi yang telah terhidang segera disantap oleh mereka. Rasa lapar sedari pagi baru terobati di waktu sore hari. Meskipun dalam keadaan lapar, saya salut kepada mereka yang sabar dan tertib menanti makanan yang dibawa pembagi. Peserta upacara Barapen yang jumlahnya mencapai ribuan tentu membutuhkan waktu yang agak lama untuk para pembagi menghantarkan makanan.

Peserta upacara Barapen nampak menikmati sayuran (Dokumentasi Pribadi)
Peserta upacara Barapen nampak menikmati sayuran (Dokumentasi Pribadi)
Setelah sayur dan ubi dibagikan, saatnya membagikan makanan yang sudah ditunggu-tunggu oleh para peserta upacara Barapen, ialah daging wam (babi). Babi yang sudah matang dipotong-potong menjadi beberapa bagian agar bisa dibagi rata kepada seluruh hadirin yang ikut serta dalam upacara Barapen. Mereka yang sudah menerima potongan daging babi biasanya langsung dimakan di tempat atau dibawa pulang untuk dimasak lagi.

Daging wam yang sudah masak dan dipotong (Dokumentasi Pribadi)
Daging wam yang sudah masak dan dipotong (Dokumentasi Pribadi)
Selama tinggal di Tiom, saya sempat mengikuti upacara Barapen sebanyak 2 kali. Pertama upacara yang bertujuan untuk bersyukur kepada Tuhan. Kedua upacara dalam rangka menggalang dana untuk pembangunan kantor pengurus gereja. Pada upacara kedua yang saya ikuti tidak ada komponen babi karena saat itu tujuan dari diadakannya upacara Barapen adalah untuk menggalang dana. Sehingga pada saat upacara hanya ada sayur, ubi, jagung, dan labu. Dalam momen inilah saya menyicipi ubi bakar yang rasanya sungguh manis dan legit.

Upacara Barapen dan Kaitannya dengan Kesehatan

Daging babi yang dimasak saat upacara Barapen ketika itu nampak kurang matang. Sedangkan mengkonsumsi daging babi yang kurang matang merupakan faktor risiko penyakit sistiserkosis dan taeniasis. Sepulangnya dari Tiom saya kemudian berdiskusi dengan salah satu dosen Epidemiologi dari FKM Unair mengenai cacing pita pada babi.

Menurut beliau yang juga berprofesi sebagai dokter umum, menjelaskan bahwa ketika manusia memakan daging babi yang kurang matang, maka akan mengalami dua kemungkinan, yaitu sistiserkosis atau taeniasis. Pertama, babi yang kurang matang kemungkinan mengandung kista atau sistiserkus aktif yang jika tertelan dan keluar dari organ pencernaan akan menginfeksi organ tubuh seperti otak, paru, dan organ lainnya. Apabila otak terinfeksi sistiserkus maka akan menyebabkan kerusakan pada otak yang dikenal dengan isitilah neuro sistiserkosis. Penderita akan mengalami kejang atau epilepsi yang dapat berujung pada kematian. Selanjutnya, kemungkinan kedua adalah jika kista termakan dan tetap di saluran pencernaan maka kista akan tumbuh menjadi cacing pita dewasa (taeniasis). Cacing pita atau Taenia solium akan menyerap nutrisi makanan penderita sehingga dapat menyebabkan malnutrisi jika tidak segera diobati.

Barapen merupakan kebudayaan masyarakat di Pegunungan tengah Papua dan salah satunya adalah Kabupaten Lanny Jaya. Upacara ini seringkali dilaksanakan untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan. Sehingga menurut masyarakat, mereka harus mempersembahkan sesuatu paling berharga yang mereka miliki, dan itu adalah babi. Ketika upacara Barapen mereka mempersembahkan babi peliharaan sendiri, akan tetapi jika kebutuhan akan babi begitu banyak, terkadang mereka membeli babi dari luar kabupaten.

Wam atau babi ibarat emas bagi masyarakat suku Lanny. Oleh karena itu, hampir 98% masyarakat memelihara babi di rumah mereka. Pemeliharaan babi ada yang di kandang dan diberi makan oleh pemiliknya, namun sebagian besar masyarakat melepas begitu saja babi peliharaan mereka. Sehingga babi-babi tersebut mencari makan sendiri. Hal ini menyebabkan babi makan segala sesuatu yang ada di depan matanya termasuk tinja manusia. Apalagi masyarakat di Tiom masih suka buang hajat di sembarang tempat.

Taeniasis merupakan Neglected Tropical Disease (NTD) atau penyakit tropis yang seringkali masih terabaikan. Selama di Tiom saya sempat menemui seorang pasien taeniasis. Pasien ini berusia kurang lebih 17 tahun dan sudah sekolah di bangku SMA. Sejak 8 bulan yang lalu dia dan saat saya temui (Juni 2016) tubuhnya kejang-kejang. Bahkan jika kita duduk sebangku di sampingnya, maka kita akan merasakan getaran akibat kejangnya. Penyakit yang dideritanya membuat dia harus off untuk sementara dari sekolah. Makan selalu disuapi oleh ibunya, untuk berjalan tertatih-tatih dan harus dibantu. Bahkan air liur yang selalu menetes harus dibantu dibersihkan juga oleh ibunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun