Mohon tunggu...
Nok Asna
Nok Asna Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Senja dan Sastra.

Penikmat Senja dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Barapen, Antara Budaya dan Faktor Risiko Kecacingan

1 Februari 2017   07:17 Diperbarui: 2 Februari 2017   07:01 1360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta upacara Barapen nampak menikmati sayuran (Dokumentasi Pribadi)

Sekelompok laki-laki sibuk mambawa perlengkapan seperti ranting pohon kasuari, dedaunan dan rerumputan, serta tongkat kayu yang sudah dibelah dibagian ujungnya untuk mengambil batu panas. Sedangkan para mama nampak sibuk menyiapkan sayur bingga dan ipere yang telah mereka bawa dengan noken di kepalanya.

Sekelompok laki-laki berlarian membawa kayu dan perlengkapan lainnya (Dokumentasi Pribadi)
Sekelompok laki-laki berlarian membawa kayu dan perlengkapan lainnya (Dokumentasi Pribadi)
Segala aktivitas dilakukan dengan cepat dan penuh semangat. Beberapa orang nampak beramai-ramai menjinakkan babi yang meronta sekuat tenaga. Tenaga babi yang begitu kuat menyebabkan beberapa orang harus ikut turun tangan.

Para penjinak babi (Dokumentasi Pribadi)
Para penjinak babi (Dokumentasi Pribadi)
Setelah babi berhasildijinakkan, seorang pemanah handal yang sudah ditunjuk saatnya mengarahkanbidikan anak panah tepat di jantungnya. Seringkali babi belum mati hanya dengansatu tusukan anak panah, sehingga babi harus ditusuk beberapa kali di bagianjantung dengan anak panah tersebut sampai pekikan suara babi tidak terdengaratau mati. Babi yang sudah mati dibersihkan bulunya dengan cara tubuh babidiletakkan di atas bara kemudian bulu-bulu babi digosok sampai bersih.

Pembersihan bulu babi (Dokumentasi Pribadi)
Pembersihan bulu babi (Dokumentasi Pribadi)
Babi yang sudah dibersihkan bulunya kemudian dibelah menjadi dua bagian untuk dikeluarkan isi perut dan tulang rusuknya. Semua isi perut dikeluarkan untuk dimasak di rumah.

Cara pembelahan babi (Dokumentasi Pribadi)
Cara pembelahan babi (Dokumentasi Pribadi)
Proses pengeluaran isi perut serta tulang rusuk dilakukan dengan meletakkan babi di atas sayuran dan dedaunan. Hal ini bertujuan agar darah babi tidak mengalir ke tanah melainkan ke sayuran untuk menambah cita rasa sayuran dan aroma ketika dimasak nanti.

Babi yang sudah dibelah dan siap dimasak (Dokumentasi Pribadi)
Babi yang sudah dibelah dan siap dimasak (Dokumentasi Pribadi)
Setelah babi disiapkan dan pelengkap lain seperti sayur bingga, umbi-umbian juga sudah siap, maka beberapa lelaki menggali kolam untuk tempat memasak. Kolam ini dibuat per keluarga dan harus cukup digunakan untuk memasak sebanyak babi yang disumbangkan. Kolam ini berdiameter kurang lebih 1 meter dan nampak mengerucut di bagian bawahnya.

Proses pembuatan kolam untuk memasak (Dokumentasi Pribadi)
Proses pembuatan kolam untuk memasak (Dokumentasi Pribadi)
Selesai membuat kolam untuk memasak, proses pemasakan pun dimulai. Peserta menata kolam agar siap digunakan untuk tempat memasak. Bagian paling bawah atau dasar kolam dialasi dengan menggunakan semacam rumput dan dedaunan. Setelah dasar kolam tertutup dengan rumput dan dedaunan, maka kompetisi pengambilan batu panas pun dimulai. Tongkat kayu yang ujungnya sudah dibelah untuk mengambil batu sudah siap di tangan masing-masing.  Pengambilan batu panas seringkali dikerjakan oleh kaum adam karena butuh kekuatan dan kecepatan, selain harus tahan panas tentunya. Mereka berlomba-lomba mengambil batu panas untuk diisikan ke dalam setiap kolam. Bagi kelompok yang kalah cepat dan cekatan tentu hanya mendapatkan sedikit batu panas. Jika batu panas yang diambil cuma sedikit, maka bisa jadi masakan tidak akan matang dan mereka harus membawa pulang babi dan bahan makanan lain untuk dimasak di rumah. Terkadang karena kompetisi sangat ketat, beberapa mama turut mengambil batu yang tercecer dengan tangan mereka yang sudah dialasi dengan baju yang dikenakan atau tanpa alas sama sekali. Saya tidak bisa melihat dari jarak dekat saat kerumunan orang menyerbu kumpulan batu yang sudah menjadi bara karena takut menghalangi jalan dan memang batu itu panas untuk ukuran saya.

Batu panas yang ditata untuk memasak (Dokumentasi Pribadi)
Batu panas yang ditata untuk memasak (Dokumentasi Pribadi)
Apabila batu sudah tertata, maka bahan makanan seperti ipere, jagung, dan sayur mulai dimasukkan. Diantara bahan makanan tersebut selalu diberi batu panas agar makanan bisa matang.

Proses pemasukan bahan makanan (Dokumentasi Pribadi)
Proses pemasukan bahan makanan (Dokumentasi Pribadi)
Setelah bahan makananselain babi masuk, maka giliran babi dimasukkan dan diletakkan di atas batupanas yang ditumpuk di atas bahan makanan tadi. Babi disusun di kolam pemasakansebanyak jumlah babi yang disumbangkan setiap keluarga dan disela-sela babiselalu diberi batu panas dan sayuran. Setelah semua bahan makanan termasukbeberapa ekor babi masuk, maka ditumpuk lagi dengan batu panas dan rerumputan ataudedaunan. 

Kolam pemasakan yang telah terisi dan ditutup dedaunan (Dokumentasi Pribadi)
Kolam pemasakan yang telah terisi dan ditutup dedaunan (Dokumentasi Pribadi)
Supaya panas terperangkap di dalam, terakhir kolam tersebut ditutup dengan terpal dan diikat kuat agar suhu di dalam kolam tetap panas dan makanan bisa matang. Setelah tertutup rapat dengan terpal, lalu kolam pemasakan tersebut ditindih dengan gumpalan-gumpalan tanah.

Kolam pemasakan yang sudah ditutup (Dokumentasi Pribadi)
Kolam pemasakan yang sudah ditutup (Dokumentasi Pribadi)
Kolam pemasakan yang sudah ditutup tinggal menunggu bahan makanan matang. Proses pemasakan biasanya membutuhkan waktu sekitar 1,5 – 2 jam. Sembari menunggu makanan matang, beberapa peserta ada yang mandi bersama di sungai, ada yang berdo’a bersama di gereja, juga ada yang tetap menunggu di lokasi upacara Barapen. Setelah menunggu sekitar 2 jam lamanya, akhirnya kolam yang penuh makanan dibongkar. Terpal mulai dibuka, isinya mulai dibongkar dan dipilah antara sayur, umbi, dan daging. Seketika aroma sedap menguar di udara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun