Bagi warga Kota Makassar dan sekitarnya, berhati-hatilah jika anda keluar rumah, apalagi bagi yang sering pulang atau beraktivitas di malam hari, kejahatan jalanan mengintai anda setiap saat. Kejadian terbaru, aksi para "begal" kembali memakan korban, "Musyarrafah" seorang aktifis Muhammadyah yang juga merupakan Wakil Ketua Nasyatul Aisyah Provinsi Sulawesi Selatan meregang nyawa setelah tak kuasa melawan aksi "begal". Kejadiannya berlangsung di sekitar Jalan Tun Abdul Razak (jalan tembus Makassar - Sungguminasa) sekitar pukul 21.30 pada hari Sabtu yang lalu.
Aksi para begal, khususnya di Kota Makassar sudah berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu, bahkan kehadirannya telah menjadi "teror" tersendiri bagi warga Kota Makassar dan sekitarnya. Jika kita membaca koran lokal, setiap harinya seolah tidak pernah luput memberitakan aksi para preman jalanan ini, atau kita mensearching di internet, maka puluhan berita mengenai kasus pembegalan di Makassar dapat kita baca. Bahkan di bulan Februari saja, Kepolisian Resert Kota Besar (Polrestabes) Kota Makassar telah mengamankan sekitar 89 pelaku aksi begal.
Semakin maraknya kasus "begal" ini tentunya menjadi keprihatinan kita semua, tidak hanya karena persoalan terampasnya rasa aman masyarakat, tetapi juga terkait dengan trennya yang semakin meningkat yang dominan pelakunya adalah anak remaja. Data dari Kepolisian dan Kejaksanaan di Makassar mengkonfirmasi bahwa tren kasus dan perkara kekerasan jalanan mengalami peningkatan dalam dua tahun terkahir. Rilis Kejaksaan Negeri Makassar sebagaimana yang dimuat Tribunnews.com (link berita : Ulah Begal di Makassar), sejak Januari hingga Oktober 2015, kasus begal di Makassar naik 74,02 persen. Rerata pelakunya berusia 14 hingga 16 tahun, 194 remaja telah ditetapkan tersangka begal di Kejari Makassar. Dari tahun 2014-2015, ada sekitar 254.442 kasus begal yang ada di Kepolisian.
Jika sebelumnya, aksi begal ini hanya terjadi di jalan-jalan tertentu dan pada jam-jam tertentu pula, saat ini para begal yang pelakunya didominasi oleh anak usia 14 - 16 tahun, bisa melakukan aksinya kapan saja dan di mana saja. Bagi warga Makassar, tentunya masih ingat rentetan peristiwa "pembegalan" pada malam pergantian tahun baru beberapa waktu yang lalu yang kesemuanya dilakukan dengan cara sangat sadis.
Jalan Urip Sumiharjo (kasus 10 April 2015 di Depan Kampus UMI, 19 September 2015 di samping Flyover, 1 Januari 2016 di depan Kantor Gubernur Sulsel), Perintis Kemerdekaan (kasus depan pintu 1 UNHAS pada bulan Peruari 2015), Pettarani (kasus tanggal 19 Agustus 2015), yang kesemuanya itu merupakan jalanan protokol dan selalu ramai oleh para pengguna kendaraan, juga telah menjadi tempat para begal melakukan aksinya. Demikian juga dengan jalan-jalan seperti Ratulangi, Cendrawasih, Abdullah Daeng Sirua, Emmy Saelan, Mapala, Jalan Raya Pendidikan, Abu Bakar Lambogo, Sungai Saddang, Hertasning, Tun Abdul Razak, serta yang lainnya tidak luput menjadi tempat favorit para begal melancarkan aksinya, dan aksinya pun tidak hanya di malam hari. Kasus yang yang menimpah pelajar bernama Ikhsan warga Jalan Perintis Kemerdekaan, di jalan Abu Bakar Lambogo tanggal 14 September 2015, berlangsung pada pukul 15.00 Wita. Aksi beringas dan nekat para pelaku begal ini tidak hanya menyasar masyarakat biasa, wartawan, polisi, bahkan anak-anak pun telah menjadi korban pembegalan.
Menyaksikan semakin maraknya aksi "begal" ini, maka tidak salah jika sebagian warga masyarakat menganggap Kota Makassar semakin tidak aman. Stigma sebagai kota "tidak aman" yang dilekatkan tentunya sangat bertolak belakang dengan keinginan pemerintah untuk menjadikan Kota Makassar sebagai kota dunia, yang dapat memberikan kenyamanan bagi setiap penghuninya, atau siapapun yang berkunjung ke kota ini.
Dari semua kejadian yang terkait dengan aksi begal ini, ada fakta-fakta yang menarik terkait dengan para pelaku, misalnya :
- Rata-rata pelaku adalah para remaja usia 14 - 16 tahun
- Dalam 2 tahun terakhir, terjadi peningkatan yang signifikan
- Pelaku semakin sadis, aksinya selalu disertai dengan tindakan kekerasa
Fakta-fakta ini menunjukan bahwa aksi "begal"Â yang selama ini terjadi sudah bukan hanya persoalan kenakalan remaja biasa, tapi menjurus pada kejahatan luar biasa. Oleh karena itu, penangannya pun harus dilakukan secara sistematis dan komprehensif dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat. Penangannya tidak boleh hanya didekati dengan pendekatan "penegakkan hukum" semata, tetapi harus melalui diagonasa dan pemetaan anatomi sehingga akar persoalannya dapat ditemukan. Penegakkan hukum (meskipun juga sangat penting), ibarat hanya memangkas rantingnya, tapi tidak mencabut akar-akarnya.
Terkait dengan "hak" akan "rasa aman", ini memang kewajiban negara untuk menyediakannya sebagai perwujudan kontrak sosial dan relasi antara warga dengan negara. Oleh karena itu, negara (pemerintah Kota dan Kepolisian) wajib melakukan upaya serius untuk mencegah semakin maraknya perilaku kejahatan jalanan ini. Karena jika tidak, maka rakyat tidak akan percaya lagi dengan pemerintahnya, dan dalam tatanan masyarakat demikian, rakyat akan bergerak dengan logika hukumnya sendiri.
Semoga Kota Makassar kembali aman ......, terbebas dari perilaku anarkisme dalam bentuk apapun