Kisruh di tubuh Partai Golkar perlahan mulai menunjukan tanda-tanda penyelesaian. Keputusan Rapimnas Golkar yang dilaksanakan beberapa hari yang lalu untuk melaksanakan Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) diamini oleh seluruh elemen Partai Golkar. Kubu Agung Laksono (Munas Ancol) yang tadinya tidak solid untuk mendukung pelaksanaan Munaslub, tidak memiliki banyak pilihan selain setuju akan pelaksanaan kegiatan tersebut.
Legal standing pelaksana Munaslub yang tadinya berpotensi menjadi pemicu konflik baru juga telah ditemukan jalan penyelesaiannya. Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM telah mengeluarkan SK perpanjangan kepengurusan Partai Golkar Hasil Munas Riau, yang artinya bahwa kendali DPP masih tetap di bawah ARB selaku ketua umum dan Idrus Marham sebagai Sekretaris jenderal. Tentunya juga bergabung beberapa figur sentral kubu munas Ancol seperti Agung Laksono, Prio Budi Santoso, Agung Gunanjar, Agus Gumiwang dan tokoh Golkar lainnya.
Lalu benarkah konflik atau setidak-tidaknya, potensi perpecahan di internal Golkar telah benar-benar tereliminasi? Pelaksanaan Munaslub yang kemungkinan akan dilaksanakan pada bulan Mei atau Juni tahun ini akan memberikan kejelasan mengenai hal ini. Yang jelas isu sekarang sudah bergeser ke seputar persoalan pelaksanaan Munaslub, termasuk siapa yang maju dan memiliki peluang paling besar untuk memenangkan pertarungan menjadi Ketua Umum Partai Golkar.
Sebagai partai besar, perebutan posisi Ketua Umum di Partai Golkar tentunya sangat menarik untuk dianalisa, apalagi setelah Pak ARB dan AL telah menyatakan untuk tidak mencalonkan diri kembali. Pertarungan menjadi lebih cair dan terbuka, kini muncul beberapa tokoh yang disebut-sebut layak untuk menjadi Ketua Umum. Sebutlah misalnya Ade Komaruddin yang kini menjadi Ketua DPR, Prio Budi Santoso, tokoh Golkar dan mantan Ketua DPR, yang tentunya tidak diragukan lagi kemampuannya. Ada juga Idrus Marham (Sekjen Golkar), Fadel Muhammad, Agung Gunanjar, Agus Gumiwang, dan Nurdin Khalid (Wakil Ketua Umum/Ketua Dekopin dan mantan Ketua PSSI).
Selain nama-nama tersebut, muncul pula nama Syahrul Yasin Limpo (SYL) Gubernur Sulawesi Selatan selama dua periode. Kemunculan nama SYL di panggung perebutan kursi ketua umum Golkar menjadi menarik, karena sampai saat ini dia lah satu-satunya calon yang berasal dari DPD (pengurus daerah). Lalu seberapa besar peluang SYL untuk memenangkan  pertarungan tersebut?
Di Sulawesi Selatan, ketokohan SYL tidak diragukan lagi, sebelum terpilih menjadi Gubernur beliau adalah mantan Wakil Gubernur pada periode Amin Syam dan Bupati Kabupaten Gowa selama dua periode. Selama memimpin Sulawesi Selatan, banyak penghargaan yang telah diterimanya. Dari sisi kemampuan, dengan pengalaman yang demikian panjang, baik di dunia birokrasi maupun di internal Golkar sendiri, SYL layak untuk memimpin DPP Partai Golkar, tapi jalan ke arah itu tidak lah mudah. Sebagai sosok yang dibesarkan dalam dunia politik, SYL pasti sangat paham bahwa kalkulasi politik bukanlah perkara 2+2 = 4.
Meskipun di Sulawesi Selatan, bahkan di regional Sulawesi dan Indonesia Timur, SYL merupakan tokoh yang disegani dan berpengaruh, apalagi saat ini beliau juga menjabat sebagai Ketua Assosiasi Pemerintahan Provinsi se Indonesia. Tapi akankah ketokohannya akan secara langsung memudahkan untuk menjadi orang nomor 1 di Partai Beringin? Jawabannya tentu tidak. Untuk memenangkan sebuah pertarungan di arena politik, faktor ketokohan, kecerdasan, dan aspek lainnya yang selama ini dimilik SYL belumlah cukup untuk memenangkan pertarungan tersebut.
Dan SYL beserta tim nya telah membaca itu, sebagai satu-satunya calon yang berasal dari DPD (setidaknya sampai saat ini), telah berbegerak sejak awal. Safari politik pun telah dilakukan, tokoh-tokoh senior seperti BJ Habibie, Jusuf Kalla, dan Akbar Tanjung telah didatangi, dan secara normatif memberikan dukungan. Tapi mereka ini hanyalah tokoh senior dan bukan pemilik suara di Munaslub nantinya.
Posisi SYL yang tidak terjerumus dalam konflik internal Partai Golkar, meskipun menjadi bahagian dari Munas Bali, tapi juga tetap menjalin komunikasi yang baik dengan Agung Laksono merupakan keunggulan tersendiri. Selain itu, posisi dia sebagai Ketua APPSI sedikit banyak juga merupakan nilai lebih, dimana beberapa provinsi pucuk pimpinannya masih dipegang oleh Partai Golkar.
Bagi sebagian pengamat dan elit Golkar, Pak SYL dengan gagasan-gagasan dalam membangun dan membesarkan partai merupakan sosok yang dibutuhkan Partai Golkar saat ini. Partai berlambang pohon beringin rimbun ini membutuhkan sosok yang mampu menggerakan dan merangkul semua kader-kader yang dalam satu terakhir tersedot dalam pusaran konflik yang hampir tak berujung, dan itu dimiliki oleh Pak SYL. Dari aspek kapabilitas, SYL sangat layak untuk didorong menjadi Ketua Umum Partai Golkar.
Namun kalkulasinya akan lain jika analisisnya adalah peta dukungan dari para pemegang suara. Secara total, jumlah suara yang diperebutkan dalam Munaslub nantinya sebanyak 560 suara dengan rincian : 514 suara DPD kabupaten/kota, 34 suara DPD provinsi serta 12 suara untuk DPP dan organisasi sayap PG. Dalam menentukan pilihannya, tentunya para pemilik suara ini memiliki alasan rasional sendiri sebagai pertimbangan.
Jika mengacu ke aturan yang ada, untuk bisa maju menjadi calon Ketua Umum, seorang kandidat harus mengantongi minimal 30% atau setara dengan 168 suara. Sampai saat ini, total DPD berada di belakang pencalonan SYL adalah 24 DPD yang ada di Sulawesi Selatan, masih sangat jauh dari kata cukup untuk sekedar maju menjadi kanditat. Waktu pelaksanaan Munaslub masih beberapa bulan lagi (jika dilaksanakan pada bulan Mei atau Juni), masih ada banyak waktu yang bisa dilakukan oleh SYL dan timnya untuk melakukan konsolidasi dan komunikasi dengan para ketua DPD. Oleh karena itu, dalam rangka untuk mensosialisasikan pencalonannya, SYL dan timnya harus melakukan langkah-langkah cerdas, simpatik, dengan tetap mengedepankan pertarungan gagasan untuk membangun partai.Â
Sampai saat ini, dari semua nama-nama yang beredar, selain SYL, Pak Mahyuddin (Wakil Ketua MPR) juga telah mendeklarasikan diri untuk maju dalam pertarungan nantinya, demikian juga dengan Aziz Syamsuddin (Sekretaris Fraksi Golkar DPR) juga terang-terangan mengatakan keinginannya untuk maju sebagai calon Ketua Umum Golkar. Peta kekuatan yang dapat menunjukan basis suara masing-masing kandidat belum terlihat dengan jelas, sehingga sampai saat ini pertarungan masih sangat cair.
Selain beberapa keunggulan dari aspek personal, pencalonan SYL juga akan diperhadapkan pada berbagai persoalan yang dapat menghambat laju pencalonannya. Faktor pembiayaan misalnya, SYL bukanlah pengusaha, sosoknya adalah birokrat tulen, karirinya di mulai dari jabatanh lurah, sehingga dari aspek pendanaan pencalonannya, ini bisa jadi kendala. Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk maju dan bisa merebut kursi Ketua Umum partai, apalagi partai sebesar Golkar, tentunya dibutuhkan biaya yang sangat besar, entah itu membiayai sosialisasi, konsolidasi, maupun pragmatisme jual beli suara (yang tentunya dikemas dalam istilah lain). Jika pencalonan SYL tidak memiliki basis finasial yang memadai, maka bisa jadi ambisinya untuk menjadi Ketua Umum Golkar hanya tinggal impian.
Faktor lainnya yang bisa menjadi titik lemah pencalonan SYL adalah dari faktor umur. SYL yang lahir pada tanggal 16 Maret 1955 saat ini telah berusia hampir 61 tahun. Tentunya usia ini sudah tidak tergolong muda lagi, apalagi jika dibandingkan usia kandidat lainnya seperti Ade Komaruddin, Azis Syamsuddin, maupun Mahyuddin. Pencalonan SYL akan dianggap bukan merupakan bahagian dari regenerasi, apalagi mengingat apa yang disampaikan oleh Pak Habibie di arena Mukernas Golkar yang lalu, usia SYL tidak berada pada kisaran 40-60 tahun.
Selain faktor pembiayaan dan usia, hal lainnya yang dapat menjadi persoalan serius dalam pencalonan SYL adalah isu lokal/domestik Sulawesi Selatan. Adalah sebuah fakta jika di Sulawesi Selatan, SYL sangat lekat dengan "dinasti politik", di DPD Golkar Sulsel, Ichsan YL yang merupakan adik kandungnya menduduki jabatan bendahara partai, saudara perempunnya Tenri Olle YL merupakan Ketua DPD Golkar Kab. Gowa, demikian halnya dengan Adnan Purichta Ichsan YL yang merupakan Bupati Gowa terpilih (sebelumnya adalah anggota DPRD Sulsel dari Partai Golkar) adalah ponakan langsung dari Sang Komandan. Selain di Golkar, anak SYL sendiri Indira Cunda Thita merupakan anggota DPR dari PAN. Meskipun issu lokal dan bukan merupakan sesuatu yang salah, issu "dinasti" ini bisa dikapitalisasi oleh lawan politiknya sebagai senjata ampuh untuk menyerang SYL.
Oleh karena itu, agar menang dalam pertarungan nantinya, SYL dan timnya tentunya sudah memiliki strategi tersendiri untuk memaksimalkan potensi dan peluang yang ada serta meminimalkan hal-hal yang dapat menjadi issu negatif yang dapat menghambat SYL menuju kursi nomor satu di Partai Beringin.
Semoga Munaslub Partai Golkar melahirkan pemimpin yang negarawan .....
Â
Catatan :
Sumber Foto : koransulawesi.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H