Pagi yang masih gelap, sudah terdengar keras, "nek gakno apa-apane yo gak tak pilih". ("kalau tidak ada apa-apanya ya tidak saya pilih").
Suara keras itu aku dengar, bahkan sering aku dengar, diantara obrolan pagi emak-emak.
Emak-emak  pagi-pagi bergerombol memilih-milih dagangan pedagang "sayur"yang tiap pagi mangkal di depan rumah.
Mungkinkah berubah atau bisa merubah pandangan mereka. Pandangan kalau "ada apanya?" Atau mereka sudah bosan dengan kenyataan yang berulang. Tidak pernah terbukti atau belum terbukti.
Koreksi diri, bukan "cuek diri", sangat diperlukan pada mereka yang ingin dipilih.
Para ketua Partai "meragukan". Program Partai tak sampai kebawah, atau mungkin tidak perlu sampai kebawah. Pandangan mereka.
"Limang tahun pisan kapan maneh." ("Lima tahun sekali kapan lagi.")
Tidak tahu bahkan tidak mau tahu. Atau mungkin di tutup-tutupi. Caleg yang terlibat kriminal bahkan korupsi (tersangka). Atau mungkin terlalu sibuk mengurus isi perut. "Makan apa hari ini?"Â
"Kesadaran politik," jangan. Kalau terlalu banyak yang "tersadar", bisa menambah," "menambah?"
Dibawah, di desa-desa, tidak banyak mengenal caleg setingkat kabupaten/kota, apalagi yang di pusat sana. Mereka masih banyak memilih caleg karena suatu sebab, suatu faktor, suatu gara-gara. Bukan iming-iming, bukan janji-janji. Mereka memilih caleg karena "ada apanya?" Bukan "apa adanya".
Apa masih perlu direnungkan?, Â hanya direnungkan bukan tindakan, atau malah kita pelihara saja? "Untung-untung cari untung, sama-sama untung".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H