Â
Tidak ada. Tidak ada tanda-tanda. Tidak ada aktifitas pagi.
Tiba-tiba. Tiba-tiba saja di suatu pagi, di sebuah pasar yang dulunya dikenal terkenal sangat, kini tak ada lagi. Tidak ada lagi tanda-tanda kini. Yang ada, kini hanyalah...
Di suatu pagi, pagi yang ini. Para pedagang, tiba-tiba saja menjadi "Komodo". Para pedagang yang karena suatu sebab , malam itu tidur di pasar.Â
Yaa... Para pedagang pasar yang tidur di pasar. Pagi-pagi. Bangun pagi, tiba-tiba. Tiba-tiba suatu pagi-pagi, terbangun menjadi "Komodo."
Sementara. Di luar pasar, hiruk-pikuk, ramai. Sangat ramai. Para padagang yang akan membuka kios tokonya, kios dagangannya. Bergerombol tidak berani masuk dalam pasar. Mereka saling terheran-heran. Saling menatap. Saling bertannya?.Â
"Kenapa, mengapa, pagi ini, pasar penuh dengan Komodo." Temannya, saudaranya yang tidur di kios pasar, pagi-pagi jadi "komodo".
Di lain tempat, di suatu malam. Malam tadi. Di negeri "teruskan".
"Kalo nggak ikut zaman nanti jadi "komodo".
Ucapan mengandung do'a, ucapan itu do'a. Ucapan yang "terdepan".
Hati-hati berkata, hati berkata, kata hati. Do'a.
Pasar fenomena itu, kini penuh dengan "Komodo". "Komodo" yang bertahan, mempertahankan kelangsungan kehidupan yang cepat berubah.
"Perubahan", atau "teruskan."
   Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI