Mohon tunggu...
Asmoo
Asmoo Mohon Tunggu... Seniman - Ngelanturisme

Ngelanturisme

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perahu Politik

28 September 2023   07:33 Diperbarui: 28 September 2023   07:38 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Menjaga santai", by: Asmoo, akrilik di kanvas 

Bill Bejo bin Bejo hari ini pingin halan-halan, hiling-hiling ke pantai. Ingin mengunjungi teman lama.

Ya. Mengunjungi teman, kadang dianggap tidak penting, bagi sebagian.

Dan dianggap penting bagi yang lain, apalagi bagi yang "berkepentingan". Bahkan beberapa amplop sudah disiapkan, bahkan untuk tetangganya, temannya teman, kawannya kawan, apalagi sahabatnya sahabat.

Ia sengaja tidak kerumahnya. Ketempatnya ia kerja ia berkunjung, ketempat biasa ia nongkrong ngobrol bersama teman seprofesinya, nelayan.

Tapi.., ia tak menemukan perahu, perahu temannya yang ia masih mengenal warna dan namanya. Warnanya putih dengan sentuhan merah yang sudah memudar dengan nama "Perahu Sumber Ikan".

Sudah sekian lama Bill Bejo bin Bejo mencarinya tetap tidak ketemu. Dan memang tidak akan ketemu.

Iapun berjalan kesalah satu warung yang berderet dipinggiran pantai. "Ngopi dulu ah, ngopi-ngopi mase".

Ternyata temannya sudah duduk santuy sambil menghadap segelas kopi yang hampir habis.

Tanpa basa-basi, ia pun membuka sapaan dengan mengajukan pertanyaan demi pertannyaan.

Dan tibalah ia bertanya pada kalimat," perahumu mana?"

Dengan sedikit senyum sambil mengangkat segelas kopi, ia pun menjawab,"sudah aku hancurkan, sudah aku pecah-pecah!"

"Loooohh".

"Yaaa, sebelum perahuku dikuasai orang lain, sebelum perahuku dinaiki para mereka yang merasa, sebelum dikemudikan para....! ya..itulah yang aku rasa jalannya."

"Lalu kayunya?" Tanyaku menyaut.

"Kayunya, bangkai perahu ku, sudah aku bagi-bagikan. Ke pemilik warung untuk nambal bangku, ke tetangga untuk kayu bakar, ke teman nelayan untuk memperbaiki perahunya, ke dan ke yang lain, sudah aku bagikan merata. Semua yang pernah mendukungku, he he maksudku yang aku kenal sudah aku bagi semuanya".

Aku tak mengerti dan tak sanggup mengerti apa pemikiran, kemauan, keinginan, maksudnya, tujuannya.

"Ya, biar nanti mereka semua mengingat aku, berterima kasih pada ku, memuji-muji ku, dan selalu berbalas budi pada ku."

"Wis emboh, aku gak ngerti!"

(cerita ini bukan sekedar fiksi belaka, apabila ada kesamaan tempat dan nama memang disengaja!)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun