Mohon tunggu...
Asmiati Malik
Asmiati Malik Mohon Tunggu... Ilmuwan - Political Economic Analist

Political Economist|Fascinated with Science and Physics |Twitter: AsmiatiMalik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berhentilah Berdalih, Mereka Beragama Islam dan Teroris

15 Mei 2018   10:44 Diperbarui: 16 Mei 2018   11:43 9607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari pernyataan tersebut seolah-olah membentuk opini bahwa tindakan terorisme merupakan tindakan yang tidak terkait dengan agama 'Islam'. Hal yang senada juga dikemukakan oleh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang menganggap terorisme bukan Islam.

Mereka Beragama Islam dan Teroris

Mari kita lihat secara faktualnya bahwa pelaku terorisme tersebut adalah individu yang menganut ajaran Islam dan berindentitas beragama Islam. 

Terlepas dari ajaran yang mereka anut itu menyimpang atau tidak, akan tetapi ideologi yang mereka pahami merupakan cabang dari pemahaman pembentukan khilafiyah Islamiah. 

Ini tidak bisa kita tutupi bahwa ada penyebaran pemahaman agama Islam radikal yang sebenarnya sudah terpapar dengan sangat luas ke masyarakat umum, di universitas-universitas, kajian-kajian agama, dan sudah menjangkau berbagai kalangan baik itu kalangan berpendidikan, kurang berpendidikan, miskin dan kaya.

Teori Karin von Hippel yang mengatakan bahwa paham terorisme akan tumbuh subur di masyarakat yang miskin, dan kemiskinan adalah penyebab terorisme sudah tidak berlaku lagi. Teori ini ditentang habis-habisan oleh James A Piazza yang menyatakan ada hubungan sebab akibat yang lemah antara kemiskinan dan terorisme. 

Buktinya banyak pelaku terorisme yang berasal dari keluarga yang berkecukupan, seperti misalnya Dita Oerpriarto yang nyatanya berasal dari keluarga yang sangat berada. Itu berarti faktor ekonomi sudah bukan menjadi variabel yang valid untuk dijadikan sebagai tolak ukur. 

Sebagaimana diberitakan bahwa Dita Oerpriarto sendiri sudah terpapar ajaran Islam radikal sejak SMA, yang terlihat dari penolakannya mengikuti upacara bendera, menyanyikan lagu nasional, dan hormat kepada bendera negara.  

Paham-paham seperti ini sudah banyak dianut oleh masyarakat umum. Sebagai contoh, banyak orang yang menolak berjabat jangan dengan dengan lawan jenis karena bukan mahram, sekalipun itu di forum resmi atau depan khalayak ramai. 

Ada yang menolak berjabat tangan dengan orang yang non-Islam karena dianggap kafir, bahkan membuang muka ketika berpapasan dengan orang yang non-Islam. Dan tidak sedikit orang-orang yang tiba-tiba menutup diri dari pergaulan karena merasa takut imamnya akan lemah dan goyah.

Paham seperti ini secara tidak lansung membentuk kepribadian yang pola resistensi yang sangat besar pada opini dan pendapat yang berbeda dengan ideologi yang dianutnya. Sehingga, ia pun menutup diri dari informasi yang bertentangan dengan apa yang ia ingin dengarkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun