Sekarang pemerintah dalam pilihan yang sulit, disatu sisi pembangunan infrastruktur sudah sangat mendesak, disisi lain kita membutuhkan modal yang besar untuk membangunnya. Disisi lain pemerintah juga harus mengakui bahwa ada banyak keteledoran aparat pemerintah didaerah serta kurangnya supervisi untuk perusahaan Asing yang memanipulasi data buruh dan karyawan agar bisa bekerja di Indonesia.
Faktor lain yang paling penting adalah buruh yang didatangkan dari Tiongkok tersebut lebih murah daripada standar gaji buruh di Indonesia.
Kalau pemerintah ingin industri padat karya tidak hengkang dari Indonesia, seperti misalnya industri garmen yang hampir sebagian besar sudah pindah ke Vietnam dan Bangladesh, maka pemerintah harus bisa mengedepankan kebijakan ekonomi ketimbang kebijakan politik serta menghiraukan tekanan politik.
Selain itu serikat buruh Indonesia harusnya bijaksana melihat situasi ini, mereka menuntut gaji yang tinggi dari perusahaan yang notabene upah tersebut lebih tinggi dari gaji PNS golongan A, yang diharuskan berijazah S1, sedangkang banyakan buruh tersebut tidak memiliki pendidikan yang tinggi.
Ini tidak membawa rasa keadilan untuk semua lapisan masyarakat. Akibatnya, perusahaan tersebut memilih untuk kabur dan memindahkan perusahaannya yang memiliki tarif buruh yang jauh lebih rendah seperti ke Vietnam yang upah buruhnya hanya sebesar 1,2 Juta perbulan atau ke Bangladesh yang cuma 1 Juta perbulan, belum lagi perusahaan- perusahaan disana dibebaskan dari pajak.
Sedangkan gaji buruh di Indonesia dianggap cukup tinggi  berada pada kisaran rata-rata 2,7 juta perbulan, belum pajak perusahaan yang dibebankan bisa mencapai 25 persen, menjadikan Indonesia tidak ramah dan kompetitif untuk investasi di industri padat karya.
Oleh karena itu baik pemerintah, politisi dan anggota dewan yang terhormat, sebaiknya mereka bekerja bersama untuk mencari solusi yang baik untuk bangsa bukan menjadikan ajang seperti ini sebagai materi politik yang akan membawa kesengsaraan buat kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H