Bocornya informasi mengenai peran Cambridge Analytica terungkap melalui rekaman diam-diam dimana CEO Alexander Nix mengungkapkan: telah menemui Donal Trump beberapa kali dan juga menyatakan bahwa Cambridge Analytica merupakan otak dibelakang 'ide' melekatkan image Hillary Clinton sebagai seorang yang pembohong dan korup. Yang kemudian diterapkan melalui strategi pemenangan, target lokasi dan calon pemilih yang tepat, dengan mengetahui kecenderungan pilihan politik pemilih yang masih ragu-ragu.
Sebagaimana diungkapkan oleh Hillary Clinton di wawancaranya dengan Chanel 4, UK mengenai keheranannya bagaimana Rusia  bisa dengan tepat mentarget pemilih yang masih bingung seperti di wilayah seperti Wisconsin,Michigan dan Pennsylvania, dengan mengirimkan pesan dan berita-berita hoax ke pengguna Facebook dan pengguna internet diwilayah tersebut sehingga menyebabkan kekalahan Hillary Clinton.
Keterkaitan Rusia sendiri dengan skandal pemenangan Trump dan Cambridge Analytica bisa dilhat dari awal mula pembentukan perusahaan ini dimana seorang Akademisi dari St Peterburg State University Russia yang bernama Aleksandr Kogan mendapat dana penelitian dari pemerintah Rusia.
Kogan kemudian bekerjasama dengan dengan salah satu rekannya di Universitas Cambridge untuk meneliti status dan kondisi emosi dari pengguna Facebook. Kogan sendiri merupakan pendiri dan direktur dari Global Science Research yang memanen data pengguna akun Facebook dan kemudian menjualnya ke Alexander Nix yang juga menjabat sebagai Direktur SCL Elections dan Cambridge Analytica UK. SCL sendiri dulunya dikenal sebagai perusahaan laboratorium strategi komunikasi.
Nix kemudian mendapatkan kucuran dana dari Robert Mercer untuk mendirikan Cambridge Analytica di Dalaware Amarika, dan mengangkat Steve Bannon sebagai Vice President Cambridge Analytica LLC, yang pada saat itu juga menjabat sebagai kepala tim strategi pemenangan Donald Trump. Sehingga dari kaitan ini bisa diliat perang masing-masing aktor.
Antisipasi Sosial Media Sebagai Alat Politik Ampuh
Facebook dan platform yang serupa sudah menjadi senjata informasi yang memilki pengaruh yang sangat besar dan berbahaya karena menyimpan data informasi pengguna yang sangat lengkap.
Banyak sekali platform yang menggunakan validasi akun Facebook dan gmail untuk bisa mengakses suatu apps atau akun tertentu misalnya Spotify, Tinder, Applikasi Game dan masih banyak lagi platform yang lainnya. Cambridge Analytica bahkan memiliki kemampuan untuk mengakses data percakapan pribadi dan diskusi  pengguna Facebook.
Hal ini membuat Facebook dan platform yang serupa menjadi sumber penambangan data yang sangat ampuh untuk melihat personaliti dan kepribadian dari penggunanya mulai dari jenis berita yang disukai, jenis musik, pilihan politik, game dan bahkan selera lawan jenis.
Hal ini kemudian menjadikan Facebook sebagai tempat yang ampuh untuk menjual dagangan politik dan menggunakan data pengguna untuk
Alexander Nix mengungkapkan bahwa disetiap pemilihan presiden atau peristiwa politik, kandidat yang mencalonkan diri atau mengajukan idenya selalu berperan sebagai wayang (puppet) tapi yang berperan penting adalah orang-orang yang berada dibalik team pemenangan kampanye politik tersebut.