Lima tahun belakangan ini, Cambridge Analytica telah melakukan percobaan menggunakan data akun pengguna sosial media seperti Facebook untuk membuat data profil pemilih.
Perusahaan ini dipimpin oleh Alexander Nix yang bertindak sebagai CEO, didanai oleh billionare Robert Mercer yang juga CEO dari perusahaan Hedge Fund Renaissance Technologies.
Robert Mercer  diduga mendanai penyediaan data ke Nigel Farage, politisi dari Partai UK Independence (UKIP) yang mendukung keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau yang akrab dikenal dengan Brexit. Â
Disamping itu ada orang lain yang sangat berperang penting di Cambridge Analytica, seperti Steve Bannon yang dulunya menjabat sebagai kepala tim pemenangan Donald Trump di pemilihan presiden Amerika Serikat  2016. Bannon sendiri sempat menjabat sebagai Kepala Strategi Gedung Putih dipemerintahan Donald Trump tapi kemudian dipecat oleh Trump setelah 7 bulan menjabat. Â
Cambridge Analytica menghijak informasi penggunana Facebook dengan menawarkan imbalan sebesar 2-5 dollar Amerika untuk mengisi infomasi pribadi dan mengikuti tes politik yang berbentuk kuis.
Data kuis tersebut ditautkan dengan tombol likes diFacebook untuk melihat pola psikologi pemilih. Setelah itu algoritma kemudian dibuat berdasarkan dengan data yang telah diperoleh dari pemilih, untuk membuat data rekam yang sangat superior, sehingga data dan informasinya yang dihasilkan sangat tepat.
Keterlibatan Rusia Melalui Cambridge Analytica untuk Pemenangan Trump
Kemenangan Donald Trump masih meninggalkan kenangan bagi kebanyakan orang yang tidak menduga bahwa politik gaya hardball politic-nya bisa dengan ampuh untuk membawanya ke pintu kemenangan.
Chris Matthews menjelaskan Hardball Politic sebagai strategi politik yang sangat rapi dan bersifat agresif dengan gaya politik machevillian. Gaya politik ini cenderung mengutamakan pencapaian tujuan dengan mengindahkan kaidah-kaidah etik dan moral untuk meraih kekuasaan.
Salah satu konsep yang dianggap ampuh untuk memenangkan presiden Trump dengan mem-branding Trump sebagai sosok yang mampu membawa Amerika kemasa kejayaan dan menggambarkan Hillary Clinton sebagai sosok yang pembohong.
Jenis fabrikasi informasi ini berhasil membuat pemilih untuk menaruh perhatian ke kampanye Trump.