Mohon tunggu...
Asmiati Malik
Asmiati Malik Mohon Tunggu... Ilmuwan - Political Economic Analist

Political Economist|Fascinated with Science and Physics |Twitter: AsmiatiMalik

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Cara Agar Prabowo Menang di Pemilu 2019

14 April 2018   21:16 Diperbarui: 15 April 2018   19:32 3731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: tribunnews.com

Majunya Prabowo Subianto menjadi kandidat calon presiden dari Partai Gerindra membuat peta politik di Pilpres 2019 menjadi semakin jelas. Walaupun, munculnya calon alternatif ke-3, seperti Gatot dan AHY, masih mungkin terjadi.

Bila kontestasi pilpres ini hanya diikuti oleh dua orang calon saja yaitu Jokowi dan Prabowo, maka bisa dipastikan bahwa yang akan menjadi kunci pergerakan suara pemilih ada pada kandidat wakil presiden.

Suara dari wakil presiden inilah yang akan secara signifikan mampu mengubah arah suara pemilih. Sebab suara Jokowi dan Prabowo kemungkinan tidak akan mengalami perubahan secara signifikan.

Pemillih Rasional versus Pemilih Emosional 

Untuk sementara, bisa diinterpretasikan bahwa kemungkinan Jokowi akan memenangkan pertandingan karena faktor petahana. Ia dengan mudah bisa menjadikan capaian program yang telah dilakukannya menjadi bahan materi kampanye politik.

Akan tetapi, patut dicatat bahwa dalam politik, pemilih itu cenderung emosional dan tidak rasional. Hal ini bisa diliat dari pemilihan Gubernur Jakarta yang menyebabkan kalahnya Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. Sosok dengan prestasi cemerlang itu kalah karena faktor emosional pemilih.

Perlu diingat juga ini adalah pemilihan presiden, bukan pemilihan pemimpin perusahaan yang mengedapankan performance dan kualitas. Di realitas politik sering sekali kandidat yang pantas belum tentu menjadi kandidat yang dipilih, karena besarnya faktor pengaruh emosional.

Pendeknya, anggapan yang menyatakan peluang Prabowo untuk menang melawan Jokowi sangat kecil belum tentu tepat.

Kita bisa belajar dari kemenangan Donald Trump di Amerika Serikat dan Brexit di Inggris. Dalam kedua kejadian itu, pemilih yang dianggap ‘rasional’ menganggap pemilih yang lain juga demikian.

Alhasil, mereka tidak menyumbangkan suaranya di kotak suara, karena merasa sudah terwakili suaranya dengan pemilih yang lain.  

Hal ini kemudian menjadikan kandidat yang memiliki potensi kemenangan lebih besar jadi menganggap remeh lawannya. Lihat sajaterkejutnya mayoritas warga negara Amerika Serikat. Bahkan, Hillary Clinton sendiri menyatakan bahwa kekalahannya adalah hal yang mengejutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun