Dan petang lagi. Sendiri lagi. Kuputuskan mampir ke toko buku favoritku setelah satu lagi hari yang super melelahkan. Menghirup aroma buku mungkin bisa membersihkan rongga-rongga hidupku.
Rasanya sore itu seperti sore-sore biasa, naik angkutan umum biasa, duduk di dekat jendela, memeluk diri menerka isi kepala.
Ketidakbiasaan tiba di titik yang hampir pasti tidak kita antisipasi.
Ku ingat aku sedang asyik membolak-balik buku karangan penulis favoritku, melihat cover kemudian potongan kalimat di bagian belakang, terus begitu ku bolak-balik. Menimbang akan beli sekarang atau nanti. Anti bagiku membaca buku sebelum membelinya, meskipun toko buku ini selalu menyediakan satu buku yang sudah dibuka untuk dibaca.
Ku ingat, di bolak-balik ke sekian, seseorang bergumam hampir hanya untuk didengarnya sendiri.Â
"Seru kok", katanya.Â
Ragu-ragu aku menengok ke kanan, memastikan gumaman orang disampingku ditujukan untukku, karena ya tidak ada orang lain selain kami di deretan rak ini.
Aku masih diam tidak merespon, memandangnya sekilas tapi memperhatikan. Oke. Setelan kantor standar laki-laki seumurku mungkin dan buku yang sama dengan yang sedang aku genggam. Bedanya, dia sedang membaca buku itu.
"Beneran, seru", katanya lagi.Â
Kali ini dia menoleh, menunjukkan jempol kirinya juga ekspresi yang ya tidak menujukkan keseruan sama sekali. Aku hanya balas dengan senyum atau sebetulnya terlihat sebagai cengiran canggung.
Tanpa banyak basa-basi, aku ambil satu buku yang masih di sampul dan meninggalkannya serta deretan rak buku ini. Mengingat-ngingat mau mencari buku apalagi.
Rampung dengan buku-buku yang ku beli, aku rehat di toko kopi sebelah. Toko kopi yang tidak terlalu besar ini lumayan ramai, mungkin orang-orang juga merayakan menjelang akhir pekan.
Cappuchino dengan gula, aku kembali membolak-balik buku karangan penulis favoritku juga kembali teringat adegan tidak biasa di deretan rak tadi. Maksud ku tidak biasa, adegan-adegan yang selama ini hanya ku tonton dalam drama atau ku baca di cerita fiksi itu rasanya terlalu aneh untuk di alami sendiri: orang asing yang menyapa di toko buku. Aku jadi nyengir sendiri.
Aku masih nyengir, saat tiba-tiba,Â
"Permisi Mbak, saya join boleh? gak ada meja lagi nih, tapi terlanjur pesan untuk ngopi di tempat."
Sisa nyengirku masih ada saat aku menoleh, Aduh, panjang umur, batinku.
"Eh, oh, iya, silahkan", kataku mengiyakan. Tidak lupa nyengir canggung.
"Makasi ya Mbak, maaf ya jadi ganggu", katanya sambil meletakkan cangkir kopinya di atas meja, juga kantong bukunya.
Duduklah dia di sana. Di hadapan ku. Sambil tersenyum, dia mengucapkan terima kasih dan maaf lagi.
Aku hanya balas tersenyum canggung.
Rasanya ini hari yang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H