Inilah untuk pertama kalinya dalam hidupku, merasa pilu di hati saat waktu Jum'at. MUI dan pemerintah menghimbau agar Jum'at ditiadakan dan sholat Zuhur di rumah.
Membandel dari imbauan tersebut, aku coba berangkat ke masjid, tapi apakan daya, aku harus menelan pil pahit sambil melongo melihat masjidnya tutup. Di sekelilingnya sepi dan tidak ada ummat di situ. Jangankan jamaah, takmir masjidpun tidak ada, sekali lagi sepi.
Memang saat masuk waktu sholat suara azan lantang terdengar dari menara masjid, panggilan yang dulu dikumandangkan bilal bin rabah itu masih tetap mengangkasa, tapi fungsinya sudah berkurang dari yang sejatinya memanggil orang sholat, menjadi pemberitahuan bahwa waktu sholat sudah masuk.
Lama aku termangu, duduk sendiri di teras masjid yang sepi, ingatanku melayang ke masa silam, ke masa kanak-kanak dahulu. Jum'at merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan panjang hidupku.
Hari Jum'at itu merupakan hari yang istimewa bagiku dan teman-teman sebayaku di kampung. Bila hampir masuk waktu sholat Jum'at, kamipun bersiap-siap, mandi sampai bersih, dan berdandan dengan pakaian yang rapi, lalu berangkat ke masjid.
Bagiku dan anak-anak sebaya waktu itu, selagi badan sehat dan bisa berjalan maka tidak ada alasan untuk tidak ke masjid pada hari Jum'at, dan bagi yang tidak ke masjid pada hari itu seolah akan menanggung aib di mata teman-teman.
Kenanganku terus surut ke belakang, teringat pula sosok Ustaz Karim yang selalu menekankan arti pentingnya sholat berjamaah, termasuk di antaranya sholat sholat Jum'at.
Bagi kami yang menjadi murid-murid beliau diterapkan aturan jika tidak sholat Jum'at akan dihukum dengan cubitan. Cubitan beliau itu tidaklah sakit, tapi meninggalkan rasa malu yang membekas dalam hati. Malu sama teman-teman karena mendapat hukuman dari Ustadz Karim.
Habis masa sekolah dasar tradisi itu mulai berkurang, dan meskipun ajaran Ustaz Karim masih tersimpan dalam otak, namun setelah dewasa, tidak semua murid Ustaz Karim menjadi manusia yang taat menjalankan perintah-Nya.
Aku termasuk orang yang tinjau-tinjau belukar dalam hal ibadah Jum'at, kadang sholat terkadang abai jua, Sholat Jum'at tidak lagi menjadi bagian yang terpenting dalam hidup ini.
Kini, ketika usia sudah hampir maghrib, saat kesehatan sudah mati pajak, barulah mulai kesadaran itu tumbuh kembali, kesadaran akan arti pentingnya ajaran Ustaz Karim, menghambakan diri pada Illahi.
Waktu terus bergulir, bilangan umur semakin bertambah hingga akhirnya tibalah saat yang memilukan hati. Virus Corona mewabah, meluluhlantakkan sendi kehidupan, sehingga harus melakukan Sosial Distancing, yang artinya menghindari kontak sosial antara sesama manusia, sehingga berujung pada dihentikannya ritual sholat Jum'at di masjid.
Peristiwa ini membuat sosok Ustaz Karim melintas di benakku, seakan dia ulangi lagi penggalan hadits nabi yang berbunyi pergunakan waktu sehat, sebelum tiba masa sakitmu.
Lamunan itu kuhentikan secara paksa, aku tak ingin larut dalam kesedihan, aku tak ingin meneteskan air mata sesal. Bagaimanapun waktu sudah berlalu, dan tinggal sisa hari yang sudah hampir Maghrib.
Corona dan Ustaz Karim, adalah dua hal yang tidak memiliki hubungan kait kelindan, tapi wabah penyakit yang menakutkan ini, telah membuat aku kembali mengenangnya, mengenang seorang guru, yang telah mendidikku sejak kecil, Semoga Allah melapangkan kuburnya dan menempatkannya di tempat yang terbaik disisi-Nya, aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H