Pemerintah mengajukan Omni Bus Law ke Parlemen, niatnya cukup baik yakni menyelesaikan persoalan Undang-Undang yang tumpang tindih dan menyederhanakan aturan yang ada, dengan demikian diharapkan investor akan masuk, dan investasi akan meningkat, yang pada gilirannya roda perekonomian akan berputar lebih cepat dan tentunya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Sesuai dengan namanya Omni Bus ini merupakan Bus besar yang akan menampung banyak aturan, maka dihimpunlah puluhan UU dan ribuan pasal dalam satu wadah yang disebut dengan Omnibus Law, yang saat ini sudah diserahkan oleh Pemerintah kepada wakil rakyat di Senayan untuk dibahas.
Sayangnya, dalam pengajuan Omnibuslaw ini Pemerintah terkesan agak tertutup, kurang sosialisasi, dan draft omnibus law yang diajukan itu jauh dari kajian ilmiah. Masyarakat hanya mendapatkan sedikit bocoran dan ketika masyarakat mempertanyakannya, pemerintah langsung berujar "jangan percaya pada bocoran."
Isi Omnibuslaw itu baru benar-benar terbuka bagi masyarakat setelah Draftnya ampai ke Senayan, dibahas oleh wakil rakyat sebagai RUU, dan dari situ muncullah reaksi penolakan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan, salah satunya adalah Serikat Pekerja.
Selain dari Serikat Pekerja, penolakan juga datang dari para pengusaha Bongkar Muat, dimana dalam Omnibus Law yang diajukan pemerintah tersebut termaktub ketentuan dan aturan yang mengatur tentang kegiatan usaha Bongkar Muat yakni UU No. 17 tahun 2008.
Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat (APBMI) sebagai wadah yang menaungi Perusahaan Bongkar Muat merasa ditinggalkan, tidak pernah diajak urun rembug, padahal UU yang akan direvisi itu menyangkut kelangsungan hidup usaha para ribuan anggotanya yang tersebar diseluruh Indonesia.
Yang merisaukan hati para pengusaha yang bergerak dalam bidang Bongkar Muat  adalah berubahnya bunyi pasal 91 ayat (1) dari UU No. 17 / 2008, yang sama sekali tidak lagi memberi ruang bagi mereka untuk melakukan kegiatan usahanya dipelabuhan. Kegiatan penyediaan dan atau pelayanan Jasa Kepelabuhanan termasuk jasa barang dan penumpang bulat-bulat diserahkan kepada Badan Usaha Pelabuhan.
Badan Usaha Pelabuhan yang dimaksud dalam UU ini adalah Badan Usaha yang kegiatan usahanya khusus dibidang penyediaan terminal, dan fasilitas pelabuhan lainnya. Tidak disebutkan sebagai penyedia jasa bongkar muat.
Dengan ketentuan yang diatur dalam RUU Omnibuslaw dimaksud maka kegiatan bongkar muat barang yang selama ini menjadi ranahnya Perusahaan Bongkar Muat (PBM) dengan sendirinya berpindah ke Badan usaha Pelabuhan, dan usaha bongkar muat akan gulung tikar.
Note : Penulis adalah KETUA APBMI Pekanbaru -- Sei. Pakning