Ditengah himpitan ekonomi yang kian menyesak dan disebagian wilayah republik ini rakyatnya mengalami sesak nafas karena Asap, DPR bukannya berusaha mendesak Pemerintah untuk mencarikan solusi atas kesulitan rakyat, tapi malah meminta kenaikan tunjangan.
Tunjangan yang diusulkan DPR kepada pemerintah melalui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2016, meliputi tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran, hingga bantuan langganan listrik dan telepon.
Sebelumnya, DPR juga sudah mengajukan sejumlah permintaan, seperti pembangunan kompleks parlemen yang modern hingga dana aspirasi daerah pemilihan. Permintaan anggota DPR ini sungguh mengada-ada, karena pendapatan (gaji) mereka sebelumnya juga sudah besar bahkan jauh lebih besar dari Gaji anggota Parlemen Amerika sekalipun.
Menurut catatan Labor Institute Indonesia, gaji anggota DPR RI totalnya mencapai 18 kali dari pendapatan per kapita penduduk Indonesia. Sedangkan menurut Independent Parliamentary Standards Authority (IPSA) dan Dana Moneter Internasional (IMF), gaji anggota DPR RI berada di peringkat keempat terbesar di dunia.
Masih menurut Labor Institute Indonesia, seorang anggota DPR RI yang duduk di kursi legislatif dalam setahun bisa memiliki pendapatan US$ 65 ribu atau setara dengan Rp 780 juta di luar gaji ke-13, dana reses atau aspirasi daerah pemilihan, insentif setiap kali ikut membahas rancangan undang-undang.
Permintaan kenaikan tunjangan ini menunjukkan bagaimana sesungguhnya sikap anggota DPR dalam menyusun perencanaan yang terkait dengan anggaran. Tanpa penjelasan yang rinci mengenai urgensi atau kebutuhan yang mendorong adanya kenaikan anggaran  mereka mengusulkan sesuatu untuk mempertebal kantong mereka sendiri.
Kalau inflasi yang dijadikan alasan, maka sesungguhnya yang mengalami kesulitan akibat Inflasi bukan hanya anggota DPR, tapi seluruh bangsa ini. Dan oleh karenanya wakil rakyat harus berpikir bagaimana inflasi ini bisa diatasi dan rakyat yang mereka wakili tidak mengalami kesulitan akibat himpitan ekonomi.
Selayaknya anggota Dewan yang terhormat itu mau berkaca, permintaan kenaikan tunjangan tersebut seharusnya dibarengi dengan kinerja mereka. Dalam kurun waktu sembilan masa kerja mereka sejak dilantik, hingga kini belum satupun menghasilkan Undang-Undang, prolegnas yang merekas canangkan sendiri belum berjalan sebagaimana mestinya. Yang ada malah ribut soal ketua dan wakil ketua DPR berphoto ria dengan capres dinegara lain.
Itulah yang terjadi dinegeri ini, negeri yang wakil rakyatnya semakin tak jelas arah tujuan kerjanya, seharusnya mereka tidak menyalurkan aspirasi mereka sendiri soal pendapatan, tetapi menyampaikan aspirasi rakyat secara menyeluruh, termasuk soal kesulitan rakyat dalam menghadapi krisis ekonomi ini.
Anehnya, pemerintah melalui kemenkeu menyetujui permintaan wakil rakyat tersebut, sehingga untuk tahun 2016 mendatang, wakil rakyat akan mendapatkan tunjangan dengan rinciannya untuk ketua Badan dan Komisi akan Rp. 36.108.000,- perbulan, untuk wkl ketua Badan dan Komisi sebesar Rp. 34.659.000,- perbulan dan untuk anggota biasa sebesar Rp. 33.584.000,-
Dan, lebih anehnya lagi, tunjangan yang sebesar itu menurut Fachri Hamzah mesih KURANG, dia  merasa kenaikan tunjangan anggota DPR yang sudah disetujui oleh pemerintah terlalu kecil. Tunjangan yang disetujui Menteri Keuangan itu masih jauh dari angka yang diusulkan oleh DPR, dan sikap Fachri ini seakan merupakan gambaran betapa rakusnya dan manjanya wakil rakyat kita. Memanjakan diri dengan kinerja yang buruk dan rakus akan sejumlah uang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H