Mohon tunggu...
Asmari Rahman
Asmari Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Bagansiapi-api 8 Okt 1961

MEMBACA sebanyak mungkin, MENULIS seperlunya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nasib Rakyat Negeri Keledai

17 September 2014   04:56 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:28 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Para penguasa seakan buta mata dan tuli telinganya, tak pernah ada upaya yang jelas dan terprogram untuk  mengatasi masalah Banjir dan Asap yang melanda

Kabut asap datang bersamaan dengan musim panas, menjadi pelengkap bilangan musim yang sudah berubah dari dua musim menjadi empat musim yakni Panas, Asap, Musim Hujan dan Banjir.

Seperti halnya Musim hujan yang diiringi dengan banjir, maka musim panas disertai pula dengan asap. Kedua-duanya menyiksa kehidupan, banjir merendam rumah dan asap menyesakan nafas.

Jika Musim Panas dan Hujan merupakan bagian dari garis takdir yang sudah ditetapkan oleh yang masa kuasa, maka Banjir dan Asap merupakan buah dari ulah manusia yang tak bertanggung jawab, tetapi dibiarkan oleh penguasa.

Kayu dibabat tanpa perhitungan sehingga hutan menjadi gundul, hujan yang turun meluncur dengan derasnya kepemukiman penduduk tanpa ada lagi pepohonan yang menyerap, maka banjirpun datang melanda melambungkan teriak dan isak tangis.

Daerah endapan air diurug timbun untuk kepentingan pembangunan gedung bertingkat sehingga tidak ada lagi  tempat yang tersisa untuk dijadikan tempat penampung air, akibatnya pemukiman penduduk yang dulu aman kini menjadi langganan banjir.

Bertahun-tahun sudah derita asap dan banjir yang mendera penduduk ini menjadi perbincangan. Keluh kesah derita bangsa ini layaknya sudah menjadi syair pilu yang menyayat kalbu, namun tak pernah ada solusi yang tepat untuk mengatasinya.

Para penguasa seakan buta mata dan tuli telinganya akan hal ini, tak pernah ada upaya yang jelas dan terprogram untuk  mengatasinya. Saat kemarau tiba rakyat dibiarkan terbatuk-batuk dan kalaupun diperhatikan paling banter pemerintah hanya membagikan masker gratis, sisanya mereka serahkan kepada Allah SWT.

Sama juga halnya dengan banjir yang melanda dimusim hujan, rakyat cukup dibantu pindah mengungsi dan dikasi makan mie instan, seiring redanya hujan merekapun ngacir, duduk manis dibelakang meja atau sekali-sekali tampil dengan pidato yang berapi-api didepan publik. Sementara musim hujan berikutnya rakyat kembali dilanda banjir.

Demikianlah terus menerus berlanjut sepanjang tahun, asap datang bersamaan musim panas dan hujan datang bersamaan dengan banjir. Asap membuat dada  sesak, batuk bersahut-sahutan seperti kokok Ayam menyambut pagi. Sementara banjir merendam rumah penduduk dan menghanyutkan mimpi anak negeri. Terjadi secara berulang-ulang tanpa pernah ada perbaikan.

Fenomena asab dan banjir ini mengingatkan kita pada seekor Keledai, sepanjang tahun melalui jalan yang sama tetapi kakinya terantuk pada batu yang sama, dan ternyata nasib negeri ini tidak jauh berbeda dengan nasib Keledai, cuma bedanya Keledai tidak punya pemimpin sementara negeri ini di-KELEDAI-kan oleh pemimpinnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun