Mohon tunggu...
Asmara Dewo
Asmara Dewo Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Pendiri www.asmarainjogja.id

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Gadis Belia dan Monyet-monyetan

4 Februari 2016   13:23 Diperbarui: 4 Februari 2016   15:16 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Foto Ilustrasi Flickr"][/caption]Apa yang paling berharga dimiliki oleh seorang gadis, selain kehormatannya? Sebuah harga diri yang yang tak bisa ditawar dalam bentuk apapun, selain cinta suci yang diikat dalam pernikahan.

Seorang gadis dalam pergaulannya yang salah, rentan sekali kehilangan perawan, terutama bagi yang menganut paham pacaran. Mengagung-ngagungkan ikatan pacaran ke penujuru dunia, tanpa disadari pelan-pelan kehormatannya satu persatu terlepas.

Dan tak jarang pula gadis belia yang masih bau kencur sudah paham cinta-cintaan. Siang-malam mikirin sang pujaan, pagi-sore tiada luput pembahasaan sayang-sayangan. Bukankah tugas gadis belia itu saatnya sedang belajar dengan baik? Ia masih berseragam putih-abu, yang sepatutnya menimba ilmu sepanjang waktu, tanpa jeda karena impiannya di masa depan dipondasi saat masa remaja.

Mungkin dalam pikiriannya adalah hanya sekadar pertemanan biasa terhadap lawan jenis saja, tanpa dipahami, laki-laki yang dekat dengan dia adalah sosok yang bisa merusak dia sewaktu-waktu. Anehnya lagi, gadis putih abu-abu ini hanya tersipu malu bilang: Cuma cinta monyet doang, kok. Ooo .. begitu, kalau cinta monyet dipercaya, memangnya situ monyetkah?

Perawannya seorang gadis adalah tanggung jawab ia sebagai anak terhadap orangtuanya, terhadap keluarganya, terhadap suaminya nanti, dan tentu juga terhadap dirinya sendiri. Jadi, kalau mahkotanya sudah diberikan secara suka rela saat pacaran pada pria pujaanya itu, berarti ia seorang anak yang tidak amanah.

Nah, kalau sudah begitu, perawan hilang, lalu bulan-bulan berikutnya perut sudah membengkak, baru mulai terasa penyesalan dan malu. Buruknya, tak hanya dirinya sendiri yang menanggung aib itu, namun orangtua, dan kelurga besar.

Selanjutnya, keluarga besar agar tidak semakin malu lagi di tengah masyarakat, maka mereka pun segera menikahkan putrinya. Ya, masih untung kalau laki-lakinya mau bertanggungjawab, dan siap menikah, sekalipun usianya masih muda. Nah, kalau laki-laki tadi sudah kabur duluan, mau dicari kemana, coba?

Satu dekade ini sepertinya menikah saat perut sudah membesar di pelaminan sudah hal yang lumrah. Sepertinya kita tidak terkejut lagi. Tapi bisik-bisik tetangga, dan nada ejekannya masih saja terlontar: Lihat tuh, anak si fulan, perutnya udah besar. Orangtuanya nggak bisa urus anak. Iihhhh … amit-amit jabang bayi.

Lagi-lagi orangtua yang selalu kena dampak perbuatan sang putri. Benarkah sepenuhnya salah orangtua?

Orangtua tentu saja mempunya tanggungjawab terhadap perilaku anak kepada Tuhannya. Sejauh mana ia sudah berusaha agar senantiasa si anak selalu di jalan yang benar, dan upaya apa saja yang diterapkan oleh orangtua kepada putrinya agar tidak melanggar norma-norma yang berlaku?

Kalau sepenuhnya memberikan kepercayaan kepada anak, apalagi membiarkan begitu saja perkembangan putrinya dalam kehidupan sehari-hari, jelas orangtua tersebut salah.

Sudah mendapat sanksi moral dari lingkungannya, juga harus menanggung dosa dan mempertanggungjawabkan tindak-tanduk anak kepada Tuhannya.

Nah, bagi kamu yang masih gadis belia, saat keluarga atau siapapun yang menasihati, agar kamu tetap di jalan yang benar, dan mempunyai masa depan yang cerah. Maka dengarkan, patuhi nasihatnya, ucamkan baik-baik, selalu ingat di kepala dan hati.

Ketika orang lain berpesan padamu, jangan sekali-kali membalasnya seperti ini: “Recok (baca:berisik) kali pun!”

Kalaupun kamu tidak senang atau cocok dengan pesan-pesannya atau nasihatnya, paling tidak kamu menghargai orang lain yang sangat peduli terhadap kamu. Cukuplah kamu mengangguk sembari katakan “ya”, itu sebagai tanda kamu masih mempunyai iktikad baik untuk mengubah hidup yang lebih baik.

Kenapa orang-orang di sekitar sangat rewel kepada kamu, itu adalah sebagai tanda mereka sangat menyayangi, mencintai, dan sungguh peduli kehidupan kamu yang sekarang, dan juga di masa yang akan datang.  Dan kamu harus paham, saat orang lain sudah tidak menasihati kamu lagi, itulah tanda-tanda ia akan menjauhi kamu. Pelan-pelan ia tak mau bersuara lagi untukmu, hari-hari berikutnya ia sudah tak perduli apa yang terjadi dengan kamu lagi.

Dalam memahami kehidupan, kita tidak harus paham dulu setelah kejadian yang sudah terjadi. Kita harus melangkah lebih maju, sebelum sesuatu terjadi, kita sudah belajar dan memahaminya. Contoh sederhananya adalah: kamu tidak harus terlebih dahulu kehilangan perawan, baru paham arti kehormatan. Kamu tidak harus mengalami pernikahan muda karena mengandung  akibat salah pergaulan (pacaran).

Kamu tidak harus menjadi seorang gadis yang menyesal seumur hidup, sebab tak mau lagi mendengar nasihat orang-orang yang sangat mencintai kamu. Dan kamu harus paham, cinta yang abadi itu adalah cinta keluarga dan cinta kepada Tuhan.

Karena cinta seperti itu sampai ke surga nanti. Nah, kalau cinta yang mungkin saat ini kamu alami, itu adalah cinta monyet. Semu. Ya, karena cinta monyet, ya monyet-monyet saja yang paham. Dan, kalau kamu manusia yang berakal dan berbudi, tentu saja paham, tidak mau menempatkan cinta yang salah.

Cukuplah cinta Allah SWT dan keluargamu saat ini yang menghiasi keindahan masa mudamu. Dan itu adalah benar-benar cinta yang agung, cinta yang suci, cinta yang memang diberikan kepada gadis-gadis kecil yang mau memahaminya.

Kalau kamu msih percaya dengan cinta-cinta yang lain, jangan salahkan banyak sekali manusia-manusia monyet yang membuatmu menyesal di kemudian hari. Cinta dan monyet yang merenggut kebahagiaan kamu sekarang dan lusa  adalah benda-benda yang harus dibuang jauh-jauh saat ini.

Karena banyak sekali tugas kamu sebagai seorang putri, yaitu: belajar yang tekun dan gigih, membantu orangtua, mengabdi pada Tuhan Semesta Alam, dan memperbaiki akhlak di setiap waktunya. Jadi, sungguh tidak ada waktu untuk bermain-main lagi, atau monyet-monyetan segala, jangan mau jadi gadis yang merugi, jadilah gadis yang beruntung. Dan itu kamu selalu belajar memahami kebaikan dalam hidupmu sendiri.

Sumber: asmarainjoga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun