Mohon tunggu...
Asmara Dewo
Asmara Dewo Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Pendiri www.asmarainjogja.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aktivis Berujung Tragis

2 Oktober 2015   23:19 Diperbarui: 2 Oktober 2015   23:19 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*Munir Said Thalib, lahir di Malang, pada tanggal 8 Desember 1964. Seorang aktivis yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Indonesia Imparsial. Saat menjabat di Dewan Kontras namanya melambung tinggi sebagai pejuang bagi orang-orang hilang dalam kasus penculikan tahun 1998.

Latar belakang terbunuhnya Munir Said Thalib saat aktivis itu akan terbang ke Belanda untuk melanjutkan studi S-2 di Universitas Utrech. Pollycarpus Budihari Priyanto seorang pilot Garuda yang sedang cuti dalam satu pesawat dengan Munir memasukkan racun arsenik ke dalam makanannya. 7 September 2004, menjadi hari terakhir bernapas pejuang kemanusiaan itu untuk membela keluarga orang-orang hilang dan berbagai kasus penculikan dan kekerasan yang ditanganinya.

Pada tanggal 20 Desember 2005, Pollycarpus dijatuhi hukuman vonis 14 tahun penjara atas tuduhan pembunuhan terhadap Munir oleh keputusan PK Mahkamah Agung. Dan pada tangal 28 November 2014, Pollycarpus dibebaskan secara bersyarat. Dengan pembebasan pembunuh Munir tersebut, para penggiat HAM memprotes kebijakan pengadilan. Mereka menilai pembebasan bersyarat atas Pollycarpus tidak bisa diterima, karena kasus itu adalah kasus kejahatan serius.

Dan sampai sekarang, otak pelaku di belakang pembunuhan Munir masih menyimpan misteri di tanah air Indonesia. Tak tersentuh hukum. Bebas mengisap udara segar. Sementara si penggiat HAM Munir korban dari kebiadaban para elit politik dan jenderal, terhenti napasnya untuk selama-lamanya. Ia berbaring dalam kedamaian, atas perjuangannya.

*Salim alias Kancil (52 tahun), menjadi perhatian serius bagi penggiat HAM akhir-akhir ini. Salim bersama rekannya Tosan menjadi korban atas kerakusan dan kejahatan oleh oknum yang tak senang karena perlawanan mereka.

Awal mula marahnya Salim Kancil adalah saat dia mengetahui lahan pertanian yang dimilikinya selama puluhan tahun tidak bisa ditanami padi kembali. Karena sering kali diterjang air laut akibat tambang pasir ilegal yang diduga dikelola oleh Hariyono Kepala Desa Selok Awar-awar.

Sejak itu Salim mulai aktif, dan rajin surat menyurat dengan pihak keaman, pemerintah kabupaten, provinsi, sampai ke Jakarta. Perlawan Salim semakin nyata membuat penambang ilegal alias Kepala Desa mulai gusar. Ancaman dan intimidasi pun mulai berdatangan.

Hingga akhirya pada tanggal 26 September 2015, Salim dikeroyok, disiksa secara keji hingga meninggal dan rekannya menjadi korban peganiayaan, saat akan melakukan aksi penolakan tambang pasir. Dan kini Hariyono selaku Kepala Desa Selok Awar-awar, lumajang telah ditetapkan sebagai tersangka atas tragedi naas aktivis lingkungan tersebut.

Proses hukum terus berlanjut, mencari oknum-oknum yang terlibat di proyek tambang pasir. Karena diyakini tak hanya Kepala Desa yang bermain di belakang kasus ini.

Marsinah, Widji Tukul, Munir, dan Salim Kancil adalah tokoh-tokoh yang berani menegakkan kebenaran. Mereka berjuang menuntut keadilan pada penguasa, sekalipun akhirnya berujung tragis. Dan masih banyak lagi pejuang-pejuang yang tidak atau belum terliput di media. Dan itu adalah tugas kita bersama untuk mengenang mereka, mengabadikan nama mereka dalam sejarah kemanusiaan untuk generasi pembela kemanusiaan berikutnya.

Sebagai penutup, dan salam selalu untuk pembela kemanusiaan, sebuah puisi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun