Mohon tunggu...
Asma Nadia
Asma Nadia Mohon Tunggu... -

Writer of 46 books (Ummi, Emak Ingin Naik Haji ,Rumah Tanpa Jendela etc), Mother of 2 young writers, Publisher, Traveler, Motivator www.tokoasmanadia.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Cinta yang Tanpa Asap

8 Juni 2012   03:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:16 1080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cinta yang Tanpa Asap

Apakah kriteria penting yang harus ada pada  pasangan?

Lika-liku cinta dan kebingungan  mencari teman hidup, menjadi salah satu konflik dalam novel Ummi, yang saya tulis lewat tokoh Zarika. Gadis berusia 35 tahun yang selalu gagal menemukan lelaki pilihan. Ketika akhirnya berjumpa  pangeran tampan yang rajin salat, juga  mapan dalam pekerjaan, ternyata ia perokok berat. Sementara Ummi dan Abah saking tidak bersimpati terhadap perokok, sengaja tidak pernah menyediakan asbak di rumah.

Rokok dan Hari Tanpa Tembakau Sedunia, 31 Mei lalu membuka satu kenangan. Bagi saya remaja  yang  belum  paham konsep islam tentang memilih pasangan, tidak merokok merupakan syarat pertama yang terlintas. Dan betapapun  berbagai iklan rokok dengan   kreatif  membangun kesan  bahwa semua lelaki  gagah dan sukses (belakangan. juga dimunculkan figur perempuan cantik) adalah perokok, sedikitpun tidak mengubah prinsip.

Allah, berikan saya suami yang tidak merokok.

Setelah lebih dewasakalimat  ini  tetap saya sisipkan bakda doa untuk memohon pasangan dan keturunan yang baik.

Hidung, mata dan paru-paru rasanya tak kuat terpapar asap rokok. Penderitaan khas setiap berada di bus, kereta, halte, pusat pertokoan, perkantoran, restoran, café, tempat hiburan dan wisata. Saya ingin rumah menjadi peristirahatan yang mengalirkan udara lebih jernih. Juga agar anak-anak yang   lahir,   terjaga dari racun yang diberikan ayahnya sendiri.

Setelah menjadi ibu, kebiasaan lain muncul. Khususnya saat bersama anak-anak, saya sulit berdiam diri jika bertemu perokok, kecuali mereka berada di ruang khusus yang disediakan dan umumnya lebih mewah dari musala di fasilitas umum, namun jarang digunakam.

Selama ini rata-rata lelaki perokok merespon permintaan saya dengan baik.  Berbicara dengan perokok perempuan, yang jumlahnya lebih sedikit namun terus mengalami peningkatan setiap tahun,  agak sulit. Dengan  dalih hak asasi, padahal ini kebutuhan individual, sering  saya mendapatkan kalimat galak, Tutup saja pabrik rokoknya sekalian!

Situasi ini mendorong saya  lebih rajin menyelipkan bahasan tentang rokok di  buku-buku terakhir. Jika  ayah bunda mencintai anak-anaknya, jika suami atau istri mencintai pasangan, jika anak mencintai orangtua,  pasti  ada keinginan untuk melindungi, dan jadi pahlawan bagi orang-orang tercinta. Dan tidak perlu kekuatan super atau hal-hal besar.  Siapapun bisa menjadi pahlawan keluarga dengan cara sederhana: tidak merokok di rumah.

Ikhtiar sebagai penulis ini sangat kecil artinya dibanding  apa yang telah dilakukan beberapa tokoh. Fuad Baradja yang setia mengkampanyekan bahaya rokok. Juga sosok Menkes Endang Rahayu yang berjuang hingga akhir hayat untuk ini.

Sutradara Aditya Gumay (Emak Ingin Naik Haji, Rumah Tanpa Jendela, dll) sempat menghentikan syuting hanya untuk mencabut sebuah poster iklan rokok yang hampir pudar warnanya, yang tertempel di lokasi.  Seorang penulis muslimah menolak mengisi rangkaian   roadshow, meski menggiurkan secara materi, sebab itu merupakan proyek CSR satu  perusahaan rokok. Beberapa media baik  koran, majalah maupun   Radio, dengan tegas menolak iklan berbau rokok atau minuman keras.

Subhanallah. Semakin bertambah sosok penggiat dan LSM yang terus aktif mengkampanyekan Indonesia Bebas Rokok.  Mereka berani  bersikap meski hal itu mengeliminir potensi penghasilan, bukan untuk kepentingan pribadi melainkan bangsa.

300.000 kematian/thn akibat rokok di Indonesia,  5,4 juta kematian di dunia (1 kematian setiap 6,5 detik). Sementara pengeluaran negara untuk menanggulangi berbagai persoalan kesehatan dan sosial akibat konsumsi rokok, justru berkali-kali lipat lebih besar dari pendapatan yang diperoleh melalui cukai rokok. Kenyataan yang membuat siapa saja yang peduli akan  berharap,   lebih banyak pemerintah provinsi memberlakukan perda kawasan bebas rokok, dan memberi sanksi tegas bagi pelanggarannya. Termasuk mengatur peredaran rokok eceran.

Semoga Allah memberikan kekuatan kepada para ustadz dan Kyai, para pemimpin bangsa, guru, pegawai, profesional, juga  ayah bunda yang masih merokok, untuk mengagendakan cita-cita: segera terbebas dari Tuhan Sembilan Centi.

25 penyakit ada dalam khamr.

Khamr diharamkan.

15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi).

Daging khinzir diharamkan.

4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.

Patutnya rokok diapakan?

Judul Puisi Karya Taufiq Ismail

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun