Mohon tunggu...
Asmadi
Asmadi Mohon Tunggu... Lainnya - PNS

Nama saya Asmadi Badawi, biasa dipanggil Madhy. Lahir di TG ARU, nama desa di sebuah pulau kecil nan unik. Pulaunya kecil tapi strategis, kepemilikannya dimiliki oleh dua negara, pulau Sebatik namanya. Saya hanyalah Seorang fakir ilmu yang terus ingin belajar, tidak lain semata-mata ingin berkontribusi pada pembangunan. Kalimat yang indah "Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat" menjadi pegangan hidup dan melatar belakangi munculnya saya pada kolom kompasiana. Berharap lewat tulisan-tulisan sederhana bisa memberikan manfaat bagi yang membaca. Hobby badminton dan me time.

Selanjutnya

Tutup

KKN Pilihan

KKN di Desa Pa'Lamumut

2 Juni 2024   09:24 Diperbarui: 2 Juni 2024   09:33 1247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah ini adalah true story yang saya alami saat Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2006. KKN pada tahun 2006 merupakan mahasiswa angkatan 2004. Saya kuliah di Universitas Mulawarman. Universitas Mulawarman sebuah perguruan Tinggi Negeri favorit di Samarinda, yang mewajibakan Mahasiswa S1 untuk mengikuti KKN sebelum menyelesaikan kuliah.

KKN salah satu program yang sangat ditunggu-tunggu oleh Mahasiswa. KKN akan bertemu dengan teman-teman baru, pengalaman baru, mengaktualisasikan ilmu-ilmu yang di dapat di bangku kuliah, bahkan tidak kurang mahasiswa mendapatkan jodoh, baik dari teman sesama mahasiswa ataupun dengan pemuda/pemudi lokasi KKN.

Tahun 2006, sistem KKN Universitas Mulawarman dengan dua jalur, yaitu mahasiswa dari luar Samarinda, di Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur (termasuk Kalimantan Utara, sebelum pemekaran) bisa kembali ke daerahnya masing-masing selama quotanya tercukupi. Jalur kedua, dengan mendaftar di Lembaga Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa (LPPM). Jalur ke dua sifatnya acak, panitia LPPM yang mengacak daerah tujuan KKN.

Saya memilih KKN dengan jalur pertama, yaitu kembali ke daerah asal bersama dengan beberapa teman dari Kabupaten yang sama. Beberapa teman yang kembali ke daerah asal terpencar ke 3 Kecamatan.. Kecamatan tersebut merupakan kecamatan yang sulit akses dan tergolong sebagai daerah daratan Kalimantan bagian daratan dan pedalaman. Satu Kecamatan terdapat dua regu. 1 regu di tempatkan di ibu kota Kecamatan dan satu regunya lagi ditempatkan di desa yang relatif jauh dari ibu kota Kecamatan.

Tibahlah hari H, hari yang ditunggu untuk menjawab dua rasa penasaran selama beberapa minggu yaitu siapa teman-teman regu dan di lokasi mana ditempatkan. Setibanya di LPPM, saya langsung melihat papan mading, dengan saksama saya membaca lokasi dan nama-nama satu regu. Saya membaca penempatan saya di Desa Pa'Lemumut. Sedikit gugup, karena sangat tidak familiar nama desa tersebut.

Kemudian, saya membaca nama-nama teman satu regu yang beranggotakan 10 orang. Ada nama teman-teman yang berasal dari jalur ke dua yaitu anak daerah kembali ke daerah untuk mengabdi, yaitu saya, Sumi, Rahman, Syarif, Ison dan Jhony. Meskipun kami dari daerah asal, tapi kami sangat asing dengan nama desa yang menjadi lokasi KKN. Rumah kami berada di ibu kota Kabupaten. Jarak antara ibu kota Kabupaten dengan Desa Pa'lamumut bisa sampai satu hari perjalanan.  Hanya Jhony yang kami harap, karena dia penduduk asli yang rumahnya berbatasan dengan Kecamatan di desa yang kami tuju. Adapun dari jalur ke dua yaitu Amiruddin, Rahma, Ila dan Rinda berasal dari Samarinda.

Kami dari fakultas yang berbeda dan karakter yang berbeda pula. Sumi dan Ila keibuan, mereka punya keahlian yaitu pintar masak. Regu kami sangat tertolong dengan kehadiran Sumi dan Ila. Merekalah penolong "kampung tengah" kami. Mengingat, kami akan hidup dua bulan di pedalaman, di desa yang 90 persen lebih non Islam, agama yang berbeda dengan kami. Perbedaan ini membuat kami sedikit butuh waktu untuk penyesuaian. Tidak ada warteg maupun ikan laut segar yang selalu menjadi konsumsi kami di ibu kota Kabupaten.

Rinda yang suka tersenyum, penurut dan sabar. Ison yang punya jiwa aktivis dan agamis, Amir orangnya suka melucu, Syarif orangnya bawel dan ramah ke semua orang termasuk ke cewek-cewek desa. Rahman yang sedikit penakut, suka kepikiran dan bucin. Jhony yang lebih dewasa dan selalu jadi penyambung informasi kami dengan warga local, karena Jhony dari latar suku dan agama yang sama dengan penduduk setempat. Sedangkan rahma dengan watak anak rumahan, tidak pernah ke luar daerah, sekali ke luar ke desa yang tidak ada listrik dan sinyal. Karakter dan background yang berbeda memberikan warna di regu kami.

Singkat cerita, tibalah kami di Desa Pa'Lamumut. Kami diterima oleh aparat desa dan beberapa warga di sebuah rumah yang baru dibuat, rumah yang belum jadi, belum ada dinding. Kami dijamu, kopi panas dan beberapa biskuit di atas piring diletakkan di depan kami. Mereka sangat ramah, dan begitu hangat menyambut kami. Saya selaku ketua regu, mengucapkan terima kasih banyak atas sambutannya dalam ucapan sepatah kata mewakili teman-teman.

Selesai acara penyambutan, kami dihantar ke puskesmas pembantu (pustu) sebagai posko kami. Malam pertama rasanya sulit tidur, tidak ada listrik dan jaringan. Hanya bisa merenung, kapan KKN ini selesai. Diesok harinya, sambal menyantap sarapan pagi, beberapa teman merasakan hal yang aneh. Seperti ada suara perempuan yang berteriak dan menangis lalu ada juga yang mendengar suara anak menangis. Untungnya, saya tidak mendengar suara yang aneh seperti pengakuan teman-teman lainnya. Hari pertama sudah diwarnai dengan rasa ketakutan. Ternyata, cerita ini begitu cepat meluas dan sampai ke tokoh-tokoh masyarakat. Hari itu juga, kami dipindahkan ke posko di dekat Sekolah Dasar atas inisiatif warga. Seakan mereka meyakini cerita seperti pengalaman teman-teman KKN.

Sambil istirahat di posko yang baru, kami dikunjungi anak-anak, remaja ataupun orang tua. Mereka sangat antusias kedatangan kami. Diantara informasi yang kami terima dari warga, ada satu yang membuat kami sangat terkesan. 'Ibu yang tinggali rumah ini, meninggal di rumah ini' sambil menunjuk kamar di posko kami. Saya hanya bisa menenangkan teman-teman kami, terutama Rahma.

Jika hari pertama kami diwarnai dengan cerita horor, di hari kedua cerita kami diwarnai dengan culture shock.  

Contoh culture shocknya yaitu, anjing dan babi menjadi hal yang biasa ada di sekeliling kita. Pernah suatu pagi, saya dan Amir ke rumah Pak Desa, sambil duduk dan melaporkan rencana Program Kerja selama KKN, tumit kami rasanya makin lama makin hangat. Saya dan Amir saling bertatapan dan langsung melihat ke bawah, ternyata anak-anak anjing sedang menjilat tumit kami, kami reflek teriak "maaaak"... kami sambil berdiri dan Amir lompat naik ke kursi.

Ada pengalaman lucu lagi yang saya alami, karena posko kami tidak punya toilet untuk buang air besar, saya izin numpang toilet penduduk yang berada di belakang rumahnya. Ketika ditunjukkan toiletnya, saya seakan ragu karena seperti kandang, lirih dalam hati. Saya coba meyakinkan diri lagi dengan bertanya ke dua kalinya sambil menunjuk tempat yang seperti kandang. Wes, "bener, tempat buang air besar' ucapku lagi dalam hati karena ada lubang. Mulai duduk jongkok, lalu ada suara bunyi "gedebuk" nyaring seperti suara hewan yang sedang ingin mendobrak dinding tepat dibelakangku. Saya lari keluar dari toilet itu secepat kilat, tangan langsung respon menaikkan celana. Untung belum sempat mengeluarkan "hajat". Saya jatuh tersungkur dan sedikit berdarah. Rasa panik seketika berangsur hilang, saya mulai mendekati kembali toilet itu, ternyata bunyi itu adalah bunyi babi yang sedang ingin menyerang saya dari belakang, tapi terhalang oleh dinding yang terbuat dari kayu. Satu papan dengan yang papan lainnya mempunyai jarak. Toilet itu dibagi dua ruangan, satunya kandang babi. Babi hutan yang cukup besar ukurannya sedang mengeluarkan suara aneh seperi sedang marah. Luka di tulang kering berbekas hingga sekarang, menjadi penanda peristiwa lucu ini, kenang-kenangan KKN. Hal yang sama, Sumi juga punya tanda bekas di muka akibat kecelakaan motor saat KKN.

Seminggu pertama, kami mulai mengenal lingkungan. Hewan-hewan yang tidak tidak terbiasa dengan kami, mulai terbiasa dengan keberadaannya berdampingan dengan warga. Posko kami tidak ada toilet tempat buang air besar, kami harus ke sungai, karena menumpang di toilet warga rasanya berat sekali. Hal yang saya sesali saat ini, kenapa saat itu saya tidak terfikir membuat program membuat Jamban Sehat padahal masih linear dengan keilmuan saya yaitu Kesehatan. Sebagai representatif mahasiswa Kesehatan Masyarakat, kami bersama teman Fakultas Kedokteran mengadakan program sunatan massal yang kami angkat sebagai program Level Kecamatan.

Sunatan Massal menemui sedikit hambatan dan drama. Sunatan massal 'identik' dengan agama Islam, sementara anak-anak di Desa Pa'Lamumut mayoritas Non Islam. Selentingan, nada miring ini sampai di telinga saya. Saya terus melakukan advokasi, bahwa ini adalah program murni dari sisi kesehatan, saya dari Fakultas Kesehatan Masyarakat dan bekerjasama dengan Mahasiswa Fakultas Kedokteran di regu yang ada di Kecamatan. Akhirnya, tokoh masyarakat mulai faham dan bahkan ada beberapa anaknya yang ikut disunat/khitan.

Dengan segala keterbatasan yang kami alami, sisi positifnya kami semakin akrab dan solid. Setiap pagi dan sore, bersama-sama ke sungai untuk mandi dan mencuci. Sering kali, anak-anak setempat ikut bersama kami ke sungai. Sungainya cukup jernih dan dingin. Lompat dari atas ke bawah (sungai) menjadi permainan favorit kami. Sungai lumayan jauh dari posko,kami  tidak berani ke sana sendirian, apatah lagi warga setempat sudah mengingatkan kami tentang cerita-cerita di sungai.

Berbekal MP4 yang saya bawa dari Samarinda, saya sering mengabadikan momen-momen selama KKN termasuk saat ke sungai. Suatu ketika, saya meminta tolong ke Rahman untuk memindahkan file foto dari MP4 ke laptop. Sambil mencari foto yang dimaksud, Rahman tiba-tiba mendatangi saya dan menceritakan ada satu foto yang aneh. Foto yang diambil kemarin sore di sungai. Diantara kami, ada penampakan lain berwarna putih, tapi mukanya tidak jelas. Saat itu, saya hanya menangkan Rahman sambal berkata, "Kamu salah lihat'. Saya langsung mengambil alih pemindahan file dan tanpa sepengetahuan Rahman, foto 'aneh' itu saya hapus.

Rupanya, Rahman terus penasaran. Beberapa hari kemudian, dia bercerita kalau tadi malam sedang mimpi yang aneh dan serem. Ada makhluk aneh yang ingin mengambil salah satu dari kami di grup ini. Ciri-cirinya kepala botak. Satu-satunya berkepala botak hanya dia, Rahman. Ceritanya cukup lucu, dari kami sedikit tertawa, sambil serius mendengar cerita dari Rahman dengan mimic serius.

Rahman semakin kepikiran, diam-diam mendatangi ketua adat untuk mendapatkan petunjuk dari mimpinya. Ketua adat mengarahkan Rahman dan seluruh teman-teman KKN ke orang pintar. Setibanya di Posko, Rahman menceritakan ke kami tentang keresahannya dan arahan Ketua Adat. Kami menyepakati, agar nanti malam menemui orang pintar yang dimaksud oleh Ketua Adat.

Malam tiba, suasana mencekam, gelap gulita, bermodal senter hp jadul yang menjadi penerang menuju rumah orang pintar, beberapa kali anjing menggonggongi kami. Kami sambil berpegangan tangan, sambil bertanya-tanya, apa yang akan terjadi di rumah orang pintar itu.

Sesampai di rumah orang pintar tersebut, kami dipersilahkan masuk dan duduk sambil menunggu orang pintar. Beberapa menit kemudian, suasana hening dan cahaya tidak begitu terang, keluarlah perempuan paruh baya dari kamar, ia menatap kami satu persatu dengan tajam tanpa menyapa. Tentu, suasana makin membuat kami ketakutan. Rahma, anak rumahan dari Ibu Kota Provinsi semakin gugup, sesekali Sumi dan Ila bergantian memegang kakinya dan membubuhi minyak. Sepertinya iya sangat ketakutan malam ini.

Nenek yang dikenal sebagai orang pintar di kampung, duduk di depan kami dengan beberapa alat peraga di depannya. Telur dan wadah berisi air, yang paling saya ingat. Sesekali ia melantangkan suara, berbicara dengan bahasa yang tidak kami fahami, entah berbicara dengan siapa. Nenek itu tidak bisa berbahasa Indonesia, anggota keluarga jadi penerjemah. Kami diberitahu bahwa diantara kami, ada salah satu yang ingin diambil sama "penjaga kampung", kami sontak panik dan rahma makin lemas mendengar kalimat itu.

Kami diarahkan maju satu persatu mendekat ke nenek. Setiap orang yang maju, nenek seperti berbicara dan membaca mantra, sambal mengarahkan tangannya ke telur yang ada di dalam wadah berisi air. Katanya, jika telur itu berputar, maka orang itulah yang akan diambil. Satu persatu dari kami mendapat giliran. Saya dan Ison aman, katanya bukan saya dan Ison yang ingin diambil, dia malah takut sama kami berdua. Satu persatu maju mendapat giliran, telur tidak berputar. Saat Rahma maju, telur berputar. Kami panik dan shock di malam itu, usia yang masih relatif muda dan ilmu baru seumur jagung, ada disituasi seperti malam itu, di tempat yang berbeda budaya, apalagi Rahma. Teman lain sambil menenangkan Rahma, memijat badannya yang semakin lemas. Saya meminta arahan, langkah apa yang perlu kami ambil. Kami sepakat dan menyetuji arahan nenek, melepaskan ayam putih ke sungai.

Hari demi hari kami lewati, satu persatu program kerja yang telah kami agendakan, telah kami selesaikan. Tibalah saatnya kami bersiap-siap untuk meninggalkan desa ini, desa yang penuh warna selama kami KKN. Kami lega, semua program kerja kami selesaikan meskipun disertai dengan drama.

Warga menyatu, bersiap melepas kami kembali ke Kampus. Mereka telah menyiapkan acara perpisahan. Drama culture shock dan horror telah kami lewati. Kami berfikir, bahwa babak selanjutnya adalah penutupan yang akan dibalut dengan rasa senang dan bahagia bersama warga.

Ternyata tidak, kami salah, drama terus berlanjut. Episode perpisahan yang paling tidak menyenangkan seumur hidupku. Malam itu, kami diliputi rasa takut dan mencekam. Melebihi rasa takut saat kami di rumah "orang pintar".

Malam itu, awalnya biasa saja, seperti perayaan api unggun biasanya, bercerita dan muda mudi berdansa. Beberapa orang tua di tempat terpisah, di sebuah rumah yang tidak jauh dari tempat api unggun, kami mahasiswa yang laki-laki dipanggil ke rumah tersebut. Disitu kami sudah disiapkan minuman beralkohol, minuman fermentasi yang sudah lama tersimpan di dalam guci. Awalnya, saya menolak dengan halus dan pergi meninggalkan beberapa orang yang sudah seperti terkena pengaruh minuman. Tidak lama kemudian, panggilan datang menyusul. "Dipanggil, kalau kau ga minum, mereka tidak jamin kamu besok selamat diperjalanan atau tidak" Kata Jhony. Sontak saya kaget dan kembali ke rumah itu. Dengan keyakinan, saya memilih untuk tidak meminum dan meminta maaf, meskipun mereka bilang ini acara perpisahan untuk kami.

Setiba di lokasi api unggun, saya melihat teman-teman sedang menari atas permintaan muda mudi. Lama kelamaan, oknum meminta laki-laki setempat berdansa berpasangan dengan mahasiswi KKN. Tentu saya tidak setuju, Karena melihat pemuda itu sepertinya sedang mabuk. Saya membisikkan ke Sumi, Ila, Rinda dan Rahma untuk segera kembali ke posko dan mengunci pintu.

Saya diitarik salah satu perempuan desa, diajak dansa. Tangannya diletakkkan di pinggang saya. Kamu mabuk ya? Pertanyaan yang saya lontarkan ke dia samial melihat disebelahku ada Jhony, Amir, Syarif dan Rahman sedang dansa dengan "pasangannya", dia membalas "Tidak, dua gelas saja. Aroma alkohol dari mulutnya cukup tajam.

Makin mencekam, oknum pemuda desa yang semakin tidak terkendali. Teriak-teriak membawa pisau dengan tidak memakai baju. Ia sedang marah karena mahasiswi KKN pulang ke posko dan tidak dansa bersama dia.

Situasi semakin menakutkan, beruntung ada warga setempat yang bisa mengamankan pemuda tersebut. Kami semua kembali ke posko sebelum acara penutupan selesai. 

Kami berharap agar cepat pagi, karena mata tidak mau terlelap. Rasa campur aduk. Sungguh tidak terfikir, akan jadi farewell party yang tidak kami harapkan. 

Keesokan harinya, dipagi hari yang dingin dan berembun, mobil dinas sedang menunggu kami di depan posko untuk membawa kami pulang. Beberapa warga berdiri dan melepas kami pergi. Tidak jauh dari posko, saya melihat pemuda yang tadi malam itu masih tergeletak di jalanan.

Rangkaian kegiatan farewell party  yang tidak kami tebak alurnya, menutup rangkaian Kisah Kisah Ngeri yang kami alami selama KKN. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten KKN Selengkapnya
Lihat KKN Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun