Mohon tunggu...
Wahyu NH Aly
Wahyu NH Aly Mohon Tunggu... lainnya -

Wahyu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Harus Beda dalam Penentuan Awal Bulan (Puasa dan Lebaran)

25 Juli 2012   10:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:38 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ramadhan merupakan bulan yang menarik bagi umat Islam. Karena di dalamnya terdapat suatu tuntutan aktifitas tertentu yang tidak ada di dalam bulan-bulan yang lain. Umat Islam diharuskan untuk melaksanakan puasa dengan suatu ketentuan.

Menariknya puasa Ramadhan ini, juga dikarenakan bila dalam suatu wilayah terdapat sekumpulan orang Islam, ada kesan menuntut untuk melaksanakannya secara kolektif. Tidak sendiri-sendiri dengan kerangka batasan waktunya tidak terlampau jauh. Melihat Indonesia sendiri, secara lokasi perbedaan waktunya selisih paling lama hanya hitungan jam.

Hanya saja, meski secara geografis masing-masing daerah di Indonesia itu selisihnya tak jauh, namun realitasnya di dalamnya terdapat perbedaan pendapat perihal penentuan awal Ramadhan ataupun dalam buka puasa di akhir bulan (awal Syawal). Ada sebagian kelompok yang mendasarkannya dengan ketetapan di Mekah, juga ada yang memakai hisab urfi (periodik antara 30 dengan 29 hari) seperti di Sumatera Barat, hisabijtimak qablal ghurub (konjungsi sebelum matahari terbenam), ada yang menggunakan hisab wujudul hilal (hilal wujud di atas ufuk yang ditandai bulan terbenam lebih lambat daripada matahari), hisab imkan rukyat, dan lainnya.

Ramadhan sekarang (1433 H), juga terjadi perbedaan awal bulan Ramadhan, dimana Muhammadiyah menetapkan tanggal 20 Juli 2012, sedangkan sidang isbat menentukan awal bulan Ramadhan jatuh pada tanggal 21 Juli 2012. Sebelum-sebelumnya juga seringkali terdapat perbedaan seperti tahun sebelumnya, 2011, Muhammadiyah  menetapkan awal Syawal jatuh pada 30 Agustus 2011  sedangkan sidang isbat memutuskan 31 Agustus 2011. Termasuk perbedaan pada tahun 1994, 1993, 1992.

Adanya fenomena seperti itu, sehingga memunculkan banyak kalangan yang merasa terpanggil untuk mencoba mengeluarkan sikap. Baik mendukung perbedaan, menolak perbedaan, ataupun apatis. Termasuk dalam sikapnya, dari mendesak agar mengambil salah satu hasil dari ormas tersebut, sampai membuat cara sendiri sebagai upaya menjembatani perbedaan yang ada meskipun kemudian justru menambah perbedaan.

Ironisnya, sampai sekarang upaya persamaan dalam menentukan hari dalam pelaksanaan awal puasa ataupun diakhirnya, masih begitu kuat. Banyak kalangan memberi penilaian apabila perbedaan dalam hal ini sebagai sumber perpecahan dengan persamaan sebagai cara solutif terjalinnya persatuan. Kebingungan masyarakat awam untuk mengikuti yang mana menjadi alasan yang cukup massif ditampilkan oleh penolak perbedaan, dengan memosisikan "perbedaan sebagai rahmat"  berada di bawah  persamaan.

Perbedaan NU dan Muhammadiyah

Perbedaan paling mendasar dalam hemat saya perihal penentuan awal Ramadhan ataupun awal Syawal antara NU dengan Muhammadiyah ada di rukyat. Muhammadiyah terlihat cukup ketat dalam menolak rukyat. Ada banyak alasan dalam hal tersebut, yang di antaranya agar umat Islam tidak terlampau direpotkan dengan melihat hilal, serta rukyat  tidak dapat menata waktu pelaksanaan ibadah umat Islam secara selaras diseluruh dunia.

Menyinggung Muhammadiyah dengan majelis Tarjih dan Tajdid yang dimilikinya, dengan begitu kuat menjauhi rukyat, sekilas justru mengesankan mematikan tajdid (pembaharuan) itu sendiri. Meski begitu, tentunya Muhammadiyah mempunyai alasan tersendiri untuk sampai saat ini masih berpegang teguh pada hisabijtimak qablal ghurub (konjungsi sebelum matahari terbenam) dan hisab wujudul hilal (hilal wujud di atas ufuk yang ditandai bulan terbenam lebih lambat daripada matahari).. Pandangan Muhammadiyah yang demikian juga menggunakan pijakan dalil naqli, seperti QS. Yunus: 5, QS. Al Isra': 12, QS. Al An-am: 96, dan QS. Ar Rahman: 5.

"Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan," dalamQs. ar-Rahman: 5.

Nahdhatul Ulama lebih tertarik dengan rukyat juga memiliki dasar tersendiri yang ada perbedaan dengan Muhammadiyah. NU pun sudah cukup lama menggunakan metode ini. Meski begitu, dalam NU pernah juga "malu-malu" memakai metode rukyat seperti yang sekarang dipakai (menggunakan instrumen modern), dengan sebelumnya begitu ngotot akan cara rukyat klasiknya (mata telanjang). Namun kemudian berubah dan sekarang menggunakannya dengan tetap tidak meninggalkan hisab sebagai alat bantunya. NU menggunakan metode ini berdasar seperti dalam hadits Rasulullah Saw yang mengatakan,

"Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal)".

Pilihan metode Muhammadiyah ataupun NU, dalam menetapkan awal bulan masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Hisab seperti yang dipakai Muhammadiyah, sangatlah sulit untuk benar-benar akurat, karena ilmu dan teknologi manusia, sampai kapan saja tidak akan pernah mampu menghitung secara tepat panjang hari, bulan, dan tahun alami  bilang riel atau pecahan. Hingga saat ini, belum ada yang bisa meyatakan secara tepat penjumlahan 1dibagi 3 (1/3) karena hasilnya 0,333.333.333..., dan seterusnya.

Pun dengan rukyat pada NU, bila maksudnya untuk wilayah yang luas, tentu akan kerepotan bila pengerjaannya dilakukan di semua tempat. Bila hanya mengambil salah satu tempat saja dengan yang lainnya menerima saja, diakui ataupun tidak berarti telah menafikan wilayah yang lainnya.

Tetap Beda atau Dibuat Sama?

Perbedaan dalam penentuan awal bulan, termasuk Ramadhan dan Syawal, merupakan lebih pada upaya fungsionalisasi otak. Perbedaan sebagai pelaksanaan ijtihad. Ijtihad terkait dengan kontekstualisasi hukum fikih, meskipun suatu saat itu diketahui salah, selama masih dinilainya benar dengan memiliki dasar hukum yang bisa dipertanggungjawabkan itu bukan saja dibolehkan tapi juga mendapatkan pahala. Seperti hadits Rasulullah Saw, riwayat Bukhori-Muslim,

Apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan cara berijitihad dan temyata benar, maka dia mendapat dua pahala dan apabila dia ternyata salah, maka dia mendapat satu pahala.

Sehingga perbedaan awal ramadhan itu sebuah keharusan. Karena apabila perbedaan tentang penentuan awal bulan ini di buat sama, atau dipaksa sama, maka tidak dibenarkan karena hal itu justru mendorong kejumudan. Masalah perbedaan terkait hal ini, seyogyanya bukan didorong untuk sama, tetapi didorong untuk maksimal apapun hasilnya. Menjaga hubungan atau keharmonisan di masyarakat, cukup dijelaskan perihal perbedaan sebagai rahmat dengan fenomena ini tergolong fastaboqul khoirot (berlomba-lomba dalam kebaikan).

Sedangkan para pengikut (muqallid) dari mujtahid, semuanya mendapatkan porsi pahala yang sama dalam melaksanakan ibadah selama menggunakan dasar keimanan. Bagi yang mengikuti (taklid) ini, masing-masing hanya boleh menjalankan yang dipercayainya tanpa boleh menyalahkan apalagi mengusik yang berbeda. Karena dalam hal ini, justru kesalahan itu terletak pada keragu-raguan dirinya dalam menjatuhkan pilihannnya bukan pada perbedaannya. Dalam Qs. An-Nahl: 43 juga dijelaskan apabilamuqallid (orang yang mengikuti hasil mujtahid atau orang yang berijtihad) itu cukuplah menjalankannya saja atau menanyakannya kepada yang tahu,

"Bertanyalah kalian kepada orang yang memiliki i1mu, jika kalian tidak mengetahui."

Salam....

Wahyu NH Aly

Baca juga:

1. Tinjauan Kritis Produk Wadiah dalam Perbankkan Syariah

2. Pemerintah Wajib Memulangkan PRT di Arab Saudi dan Moratorium Mutlak

3. BBM Bersubsidi: Hak Tuhan 'Dicuri' KH Makruf Amin

4. Potret Kisah Prita: Pasal 27 ayat 3 UUITE dalam Perpekstif Islam

Atau Baca Ini:

1. Tuhanmu, Tuhanku, Tuhan Kita

2. Istilah Kafir dalam Fenomena Terorisme di Indonesia

3. Brengsek-brengsek Kebanyakan Para Kyai, Mursid Thoriqoh, Ustadz, Ulama, Intelektual Islam, Mahasiswa Islam, Aktifis Islam, di Indonesia

4. Selamat Datang Kematian!

5. Istilah Keji "Islam KTP"

6. SEKS PUN BELAJAR

7. PEMBUNUHAN MASAL MAKHLUK ANGKUH

8. Mengubur Liberalisme, Menggairahkan Liberal

9. ASYIK MASTURBASI

10. Ateis Fundamental, Ateis Liberal, dan Ateisme

11. PLURALISME ALA WAHYU NH. AL_ALY (I)

12. Pluralisme Ala Wahyu NH Al_Aly 2: "Antar Agama Saling Menyesatkan, Mungkinkah Toleransi Terwujud?" (2)

13. Menyikapi Aksi Pembakaran Alquran oleh Terry Jones

14. BENARKAH TUHAN ADA?

Bacaan:

1.      http://suaraindonesia.co/nasional/16/perbedaan-puasa-suatu-keniscayaan

2. http://sosbud.kompasiana.com/2011/09/03/wahyu-nh-aly-jawaban-penentuan-1-syawal-musti-berbeda/

_______________________________________________

Sumber gambar: http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/07/1342690132434284746.jpg

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun