"Udah diperkosa atau belum?".
Karena tidak kunjung mendapatkan jawaban, pertanyaan itu pun diulang berkali-kali. Tampaknya wanita itu merasa risih dan malu. Bagaimana tidak, pertanyaan itu dilempar ditengah-tengah banyak orang dan semua mampu mendengarnya.
"Jawab aja, biar semua jelas, sebenarnya udah diperkosa atau belum?"
"Udah." jawabnya lirih dengan kepala tertunduk.
Untuk kedua kalinya kepala serasa tersambar petir. Pengakuan dia dari awal terhadap kami hanya sebatas mengalami percobaan pemerkosaan bukan perkosaan. Perasaan marah terhadap orang Saudi semakin menjadi-jadi kala itu, ditambah rasa kecewa pelayanan staff KJRI. Pejabat macam apa ini? Kemana hati nurani mereka? Bagaimana jika kasus itu menimpa saudara atau adik kandung mereka sendiri? Apakah TKW bukan manusia sehingga layak diperlakukan seenaknya? Apakah mereka tidak sadar bahwa sebagian gaji mereka juga diambil dari harta orang-orang semacam ini?
"Jangan sampai mau dikembalikan ke majikan yang sama..!!" pesan terakhirku ke wanita itu sebelum kami hengkang dari situ. Bagiku, kembali ke majikan sama saja masuk ke kandang singa, dan tentunya perkosaan akan selalu terulang lagi. Memang, dari beberapa teman mukimin menyayangkan keputusan kami membawa wanita itu ke KJRI. Alasan mereka, KJRI tidak akan pernah membela TKW dan kemungkinan besar wanita itu akan dikembalikan ke majikan yang sama. Oleh karenaya, banyak sekali TKW-TKW kabur justeru enggan berspikulasi nasib ke KJRI. Jika memang benar, tidak pantas lagi mereka disebut sebagai pejabat negara, tapi "penjahat negara".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H