Mohon tunggu...
Aslan Saputra
Aslan Saputra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Penulis | Blogger | Entrepreneur muda | pemain basket | komikus | web designer Hanya Hamba Allah ^^

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Stop Nyontek!

3 Juli 2013   15:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:04 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kau tahu? Hari ini aku sedih. Bukan karena hari ini tidak bisa menjawab soal pada ujian di kampus. Bukan pula karena tidak diberi izin mengikuti ujian di kelas. Tapi lebih miris karena melihat teman-teman tidak bisa menjawab soal ujian dengan baik. Atau tidak, sebenarnya mereka bisa menjawabnya dengan mudah tapi dengan cara yang tidak biasa. Lembar jawaban mereka mengalir dengan jawaban-jawaban yang benar. Mengalirnya bukan dari pikiran. Tapi dari kertas, handphone, internet, dan intipan dari lembar jawaban teman lainnya.

Aku rasa aku harus menulis ini. Bukan untuk mengintimidasi teman-teman yang melakukan kecurangan, tapi lebih karena hatiku semakin sesak, pikiranku makin meruak, dan jiwaku mulai memberontak. Apa yang harus aku lakukan?

Mungkin, ketika aku mengatakan bahwa aku bersumpah untuk tidak akan menyontek lagi, semua orang akan menghujatku. Menikamku dengan lidah-lidah maut, bahkan bisa jadi berimbas pada pergaulan yang mulai hambar. Atau bisa jadi muncul obrolan menarik seputar diriku ketika aku berada jauh dari tempat pembicaraan itu. Untuk itu, sebelum aku menjelaskan semuanya, aku akan jujur terlebih dahulu.

Memang benar, dulu aku juga pernah menyontek dan aku menyadari hal itu. Entah apa yang mengotori pikiranku sehingga ujian menjadi momok yang begitu menakutkan. Jika aku tidak bisa menjawab maka nilaiku akan jelek. Jika nilaiku jelek maka aku tidak akan lulus. Jika aku tidak lulus maka aku akan malu. Teruus sampai aku sendiri tidak tahu harus berfikir apa lagi.

Makanya, praktek kecurangan pun dilakukan. Yang paling sering menyiapkan catatan kecil berisi rangkuman dari buku catatan yang ukurannya di kecilkan sekecil-kecilnya. Alhasil proses ujian hanya seperti menyalin catatan saja. Sudah tentu nilai akan bagus.

Yang parahnya, terkadang hal itu dijadikan lumrah bagi sebagian siswa ataupun mahasiswa. Seolah-olah, menyiapkan catatan kecil itu adalah hal yang wajar. Malahan yang tidak membawa catatan kecil dianggap sok pinter.

Akhirnya, hal itu membuat mindset ku terbentuk lemah. Rasa tidak percaya diri timbul acapkali belajar sebelum ujian. Sekuat apapun belajarnya pasti akan gugup. Takut-takut tidak bisa menjawab soal atau mungkin seluruh pemahaman materi bisa kandas di tengah jalan. Jadilah demam ujian.

Yang lebih ekstrim ketika melihat teman-teman dengan beraninya langsung membuka buku catatannya dan dengan terampil membolak-balikkan tiap halaman untuk menyortir jawaban yang sesuai dengan soal ujian. Matanya seperti elang yang selalu waspada terhadap setiap gerak gerik pengawas ujian. Wow!

Yang paling alay kalau menerima sms minta jawaban. ”Bro, mint4 j4w4b4n n0m0r d3l4p4n lhaa…” Aih, sempat-sempatnya ia mengetik sms di saat genting seperti itu. Memang mengetik soal hanya beberapa karakter. Nah, yang nulis jawaban baru ribet. Mau berapa karakter harus dia ketik di handphone? Tapi tetap saja cara ini masih ngetrend di kalangan P(Penyontek).

Hingga suatu malam ketika masih ababil aku bertekad untuk belajar. Bagaimanapun hasilnya besok, aku akan menjawab semampu yang aku bisa. Tidak peduli apakah hasilnya buruk. Tidak peduli apakah aku nantinya tidak akan lulus. Toh, kalo memang gak bisa jawab memang salahku karena terlalu bodoh.

Dan keesokan harinya, akupun memulai ujian dengan bismillah. Beberapa soal berhasil aku jawab dengan baik dan lancar. Aku mengakhiri ujian dengan lembar jawaban yang penuh dengan jawaban-jawaban terbaik. Entah kenapa saat itu aku bangga. Pertama karena itu adalah hasil buah pikiranku. Yang kedua karena aku tidak menyontek. Dan yang ketiga karena aku kini merasa bersyukur karena telah belajar dengan baik selama proses belajar-mengajar berlangsung.

Semenjak hari itu, aku pun belajar giat. Tidak hanya sebelum ujian, tapi setiap pembelajaran yang diajarkan guru selalu aku simak dengan baik hingga ketika mendekati ujian membuatku lebih percaya diri dalam mengulang-ngulang pelajaran. Bahkan terkadang buku catatanku aku sulap menjadi komik agar lebih mudah mencerna materi yang disampaikan guru.

Paling puas ketika diumumkan nilai ujian. Apalagi kalau nilainya menakjubkan. Sungguh aku benar-benar bangga dan bersyukur. Seperti ada bayaran atas jerih payahku belajar selama ini.

Memang di awal kali menetapkan deklarasi untuk tidak menyontek, nilai ujianku selalu jelek. Bahkan teman-teman yang menyontek malah nilainya semakin meroket tinggi. Itu adalah tahap awal dari keputusan bijak itu. Setelah melewati itu, kita akan siap dan kuat untuk tidak akan menyontek lagi. Fight!

Yang herannya malah teman-temanku. Sudah mereka menyontek, malah protes karena nilai yang ada tidak sesuai dengan harapan mereka. “Eh, kenapa begini? Padahal jawabanku benar semua? Kan jawabanku sama persis dengan buku catatan!” Wew.

Ada juga yang merendah terzhalimi karena tidak mengikutinya untuk mencontek. “Kamu enak pinter gak perlu nyontek!”

Seruan itu memang sering kudapati. Tapi tahukah? Aku bisa karena aku belajar. Ini bukan tentang seberapa besar kapasitas otak kita kawan. Tapi seberapa besar keinginan kita untuk belajar. Jujurlah! Kata apalagi yang bisa disandang jika kita tidak mau belajar, berharap jawaban dari teman, dan menyontek kecuali Pemalas?

Malahan yang parahnya ada orang yang marah karena aku tidak memberikan contekan ketika ujian berlangsung. Langsung matanya sinis, mulut komat kamit dan hidungnya tersumbat, panas dalam dan bibir pecah-pecah. Minum Adem Sari!

Bagi saya, memberi contekan sama saja melegalkan mencontek. Jika ingin minta diajari, kenapa tidak jauh-jauh hari sebelum ujian? Disaat seru-serunya minum kopi, disaat seru-serunya bercanda. Malah aku dianggap tidak gaul karena jarangnya mengikuti seru-seru begituan.

Terakhir, kepada siapapun yang sampai saat ini masih mencontek. Sadarlah! Jujurlah pada dirimu sendiri untuk mengetahui seberapa besar kemampuanmu. Jika masih kurang maka belajarlah! Jika telah berhasil maka bersyukurlah. Beri tahu aku nanti bagaimana rasa senangnya ketika kau berhasil dengan jerih payahmu sendiri. Percayalah pada dirimu!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun