Peringatan yang tertera pada pembungkus rokok, hampir bisa dipastikan tidak mempengaruhi para perokok untuk mengurangi jumlah batang rokok yang dikonsumsi per hari, atau apalagi berhenti merokok. Bagi perokok, ‘ancaman’ di kulit pembungkus tidak akan sanggup menghentikan kebiasaan menikmati rokok.
Peringatan pemerintah di pembungkus rokok terasa hanya semacam formalitas kosong tanpa efek apapun bagi perokok, bagi mereka yang telah merasakan nikmatnya rokok, sulit mengajaknya berhenti lewat ancaman, dengan menakut-nakuti. Itu dalam asumsi bahwa pesan pemerintah dimengerti oleh perokok. Tapi bagaimana bila ternyata, ada di antara perokok yang tak memahami apa sebenarnya arti ‘merokok dapat menyebabkan kanker dst….’.
Penulis punya pengalaman, saat bertanya pada sejumlah tukang becak di sekitar kampus perguruan tinggi ternama di Makassar, hasilnya banyak dari mereka yang tak mengerti apa maksud kalimat merokok itu menyebabkan kanker dkk.
Pertama karena memang mereka tak mengerti apa maksud ‘merokok dapat menyebabkan kanker’. Atau bagaimana proses sehingga asap rokok yang dihirup membuat orang bisa kena serangan jantung, atau apa betul ada hubungan antara merokok dengan impotensi? Atau apa sih gangguan kehamilan dan janin’ itu?. Sungguh, ada di antara para abang becak yang tak mengerti arti dari peringatan rokok dapat menimbulkan gangguan/ penyakit seperti tertera dalam pembungkusnya.
Ketika saya bertanya apakah bapak mengetahui bahwa rokok dapat menyebabkan kanker, mereka balik bertanya; kanker itu apa? Ciri-cirinya bagaimana? Kenapa bisa?
Kita tersentak, ternyata pemerintah hadir menyapa para perokok dengan peringatan yang terlalu percaya diri, tak membumi. Ada aroma keangkuhan yang berharap lebih, menyangka bahwa semua perokok akan mengerti isi pesan. Bukankah para perokok berasal dari berbagai latar belakang status sosial dan pendidikan. Lalu bagaimana bila ternyata seperti yang penulis juga jumpai, ada tukang becak yang jangankan bisa mengerti isi peringatan pemerintah, sementara untuk membaca dan menulis pun mereka belum bisa? Ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah lewat peringatannya di pembungkus rokok, seperti menegakkan benang basah.
Masih dari perbincangan penulis dengan tukang becak perokok, faktor lingkungan berpengaruh besar atas terwujudnya dorongan untuk mencoba mencicipi rokok dan kemudian jadi perokok tetap. Pengaruh teman, anggota keluarga (ayah, sepupu, kakak) yang juga perokok, menjadi variabel penentu yang membuatnya tertarik mencoba merokok.
Lalu kenapa setelah merokok, mereka tak juga bisa berhenti, ada sejumlah penyebab, misalnya, dengan merokok ada sensasi nikmat yang memberikan semacam rasa tenang, ada pula karena sulit untuk berhenti sebab orang-orang disekitar semua merokok. Pun sama sekali, tak ada teguran atau larangan dari keluarga bila mereka merokok, sebab rokok itu dibeli dari keringat sendiri. Fakta lain bahwa para tukang becak yang merokok tadi bisa mengalokasikan 20 – 50 % dari penghasilan sehari hanya untuk membeli rokok.
Memang berat untuk berhenti merokok, sebab keputusan untuk mulai belajar merokok, menjadi perokok tetap atau memilih berhenti merokok adalah bersifat unik, hasil dari pergumulan daya pengaruh lingkungan sekitar dan proses personal. Setiap perokok adalah manusia merdeka yang dapat memilih kapan mulai merokok dan kapan harus berhenti?
Ada tiga cara efektif untuk berhenti merokok :
Pertama, punya keinginan berhenti. Kedua, secara radikal berhenti merokok sama sekali (jangan pernah berhenti secara berkala dengan target tertentu, intinya ialah berhenti ya berhenti, tiada tawar-menawar, titik). Ketiga, Setia untuk tidak merokok lagi. Penulis berkaca dari pengalaman pribadi saat berhenti dari kebiasaan merokok beberapa tahun silam.
Atau adapula solusi lain yang bisa ditempuh, misalnya pemerintah melakukan gerakan massal pemusnahan kebun-kebun tembakau dan cengkeh dimanapun di seluruh wilayah NKRI, menutup seluruh pabrik rokok. Setiap penjual dan pengedar rokok ditangkap dan diberi pembinaan khusus. Semua iklan, film atau sejenisnya tak boleh menampilkan sesuatu yang berhubungan dengan rokok.
Namun adakah pemerintah yang sedang berkuasa berani menempuh jalan “berani” itu, sebab tentu akan terbit penolakan besar-besaran yang potensial menggoyang kenyamanan penguasa, perlawanan itu akan muncul dari segala lapisan yang berkepentingan atas tetap mengepulnya asap rokok..
Atau paling minimal, cara cerdas bisa dipilih semisal mengetatkan aturan yang melindungi warga yang bukan perokok dari pengaruh buruk asap rokok atau dapat pula dengan menaikkan pajak rokok berkali-kali lipat sehingga rokok pun menjadi barang mewah…,
Merokok itu pilihan asal saja jangan merugikan siapapun yang bukan perokok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H