Mohon tunggu...
Aslan Z
Aslan Z Mohon Tunggu... -

kata itu energi semesta

Selanjutnya

Tutup

Money

Wameo, Surga Belanja Pakaian Bermerek

2 Januari 2011   05:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:02 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1293944335946445799

Anda pernah mendengar kata : Wameo? Ya Wameo, bukan Wamena di Papua tetapi Wameo. Pasti belum pernah. Wameo atau Meo-Meo, adalah nama sebuah tempat di Kota Baubau, letaknya di kawasan pesisir. Eits, tunggu dulu, jangan langsung curiga begitu mendengar kata pesisir, mungkin anda langsung menduga bila Wameo berada di daerah terpencil, sulit dijangkau dan jauh dari sentuhan modernitas. Term modernitas yang dimaksud, terkait tersedianya hasil kreasi manusia seperti jasa dan barang; makanan, elektronik dan pakaian.

Khusus item terakhir, pakaian oleh sebagian orang/ kelompok, dipertautkan dengan gengsi dan pencapaian kemakmuran pada level tertentu. Artinya anda akan diklaim maju dan mengikuti tren oleh kultur modern, bila salah satunya, mampu berpakaian bermerek, buatan luar negeri.

Untuk ini anda bisa menyebut merek apa saja dari luar yang terkenal itu, harganya berlawanan dengan pikiran sehat, satu lembar bisa setara dengan harga berkarung-karung beras atau lebih gila lagi.

Namun berkat keberadaan Wameo, dengan pasarnya yang khas, sebagai "perpanjangan tangan" dari Singapura, Malaysia dan negara tetangga lain. Anda leluasa menemukan pakaian impor bekas, merek tersohor, berkualitas, dijual dengan harga murah, nyaris tak masuk akal. Di Wameo, pakaian bermerek itu kehilangan gengsinya, sejajar dengan harga beberapa potong ubi kayu. Merek terkenal itu tercerabut dari posisinya sebagai peneguh status kemakmuran, siapapun asal punya duit seribu, lima ribu atau sepuluh ribu rupiah sudah dapat dapat memboyong mereka ke rumah.

Di Wameo, negara beserta aparatur, kehabisan kedaulatan. Pakaian impor ini tak tersentuh pajak negara, ringkasnya ia produk ilegal, didatangkan dengan cara penyelundupan. Idealnya, barang-barang itu diburu dan dimusnahkan sebab berpotensi merugikan ekonomi bangsa. Namun nyatanya itu tak dilakukan. Negara menjadi mandul. Tanpa disadari, semangat Wameo sebenarnya bukti betapa tak semua hal itu sanggup dibendung oleh batas teritorial dan eksistensi negara.

Ketika di Jakarta, pembesar kita berdebat kencang, tentang Singapura, yang memperluas wilayah dengan diam-diam menimbun laut dengan pasir yang berasal dari Indonesia atau tentang Malaysia yang bersemangat sekali untuk memiliki Ambalat. Nun jauh di sana di Pulau Buton; yang letaknya tepat di wilayah tengah republik, Singapura dan Malaysia hadir nyata dalam bentuk berbeda, barang-barang dari negeri jiran itu, menyerbu dengan deras, kita boleh mengutuk Malaysia dan Singapura, namun di saat bersamaan, berkat merekalah, rakyat kita di Timur Indonesia, dapat menikmati pakaian berkualitas dengan harga yang sangat-sangat murah.

Membincang Wameo ialah membuka ruang debat tak berkesudahan. Betapa pelanggaran nyata terjadi tepat di depan muka aparatur negara, di depan polisi kita. Coba saja adakan survey, bila saja ada niat untuk memberangus bisnis impor pakaian bekas dari luar ini, niscaya akan menemukan resistensi berlapis dari rakyat dan barangkali juga (diam-diam) dari aparat.

Wameo ialah tempat dimana pakaian bermerek dipertemukan dengan konsumen tanpa kenal strata. Datanglah ke Wameo setiap hari. Terkhusus di hari minggu pagi, berhamburan orang, tak peduli siapa dia; ada nelayan, mahasiswa, dokter, ibu rumah tangga, ABG dan mungkin juga para penegak hukum. Berburu pakaian impor, tas, boneka dan produk lain yang dilempar dari negeri tetangga. Inilah buah dari kemajuan deras yang tengah berlangsung di negeri orang. Wameo menghidupi ratusan kepala keluarga, menyediakan lapangan kerja yang tak sanggup disediakan oleh negara padahal itu adalah alasan utama berdirinya negara. Negara ingkar janji, tetapi Wameo tidak.

Datanglah ke Wameo, berjarak hanya sekitar dua atau tiga kilometer dari pelabuhan Murhum Baubau. Sangat dekat dan mudah terjangkau. Anda cukup membayar jasa ojek dua ribu perak saja untuk mencapai Wameo, lalu rengkuhlah sensasi kenikmatan berbelanja barang bermerek.

sumber foto : http://ningningocha.wordpress.com/2010/11/15/pasar-murah-meriah/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun