Mohon tunggu...
Aslan Z
Aslan Z Mohon Tunggu... -

kata itu energi semesta

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Tentara di Merapi

12 November 2010   08:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:40 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

”Apa yang bisa saya tolong akan saya bantu. Yang penting ikhlas menolong sesama,” kata anggota Grup 2 Kopassus Kartosuro, Sersan Dua Dwi Andi Hermawan, (kompas.com)

Tentara kian memikat hati, mungkin ini hikmah dari meletusnya Merapi, terciptalah momen bagi Tentara Nasional Indonesia membuktikan keberpihakan pada rakyat, pada korban bencana, sebentuk aksi nyata kemanunggalan TNI dengan rakyat. Dahulu, di tahun-tahun menjelang dan awal reformasi, lazim kita jumpai kegeraman dan berlipat rasa jengkel pada tentara, sebabnya karena mereka terlibat jauh mengurus politik praktis, menjadi "tentara penguasa" dan terjebak dalam penculikan sejumlah aktifis, itu semua tercatat dalam lembaran pedih sejarah perjalanan bangsa.

Masih bergema dalam benak penulis, di terik matahari para demonstran berteriak perih penuh amarah, bernyanyi serempak,...”angkatan bersenjata republik Indonesia/ tidak berguna/ bubarkan saja/ lebih baik diganti pramuka..., bla bla bla dan seterusnya... ”

Kini keadaan berbalik, nyanyi jenuh para demonstran itu terpental jauh masuk dalam keranjang ingatan. Lihatlah kala Merapi meletus, siapapun akan terharu menyaksikan para prajurit bersama sukarelawan, merangsek masuk ke areal paling berbahaya dan menakutkan di sekitar Merapi, mengeluarkan mereka yang masih dapat diselamatkan dan melakukan tindakan evakuasi terhadap korban. Tentara kita demikian istimewa, berperan total tak kenal takut bak pendekar di cerita-cerita silat, hadir sebagai dewa penolong bagi kaum yang susah.

TNI membentuk Brigade Khusus dengan jumlah pasukan 5.117 personel, terdiri dari berbagai kesatuan di tubuh TNI. Ditempatkan di beberapa lokasi, seperti Yogyakarta, Magelang, Klaten, Boyolali, dan sekitarnya. Pasukan terbagi menjadi dua, yakni pasukan gunung dan pasukan pengungsi. Pasukan gunung bertugas mengendalikan penduduk di zona awas dan melakukan penyisiran korban. Mereka juga akan melaksanakan proses evakuasi bila erupsi Merapi terjadi. Pasukan pengungsi bertugas mengevakuasi dari tempat pengungsian, mendirikan dapur lapangan, mendirikan rumah sakit lapangan, dan memberdayakan rumah sakit daerah. Brigade Khusus TNI bekerja di bawah koordinasi BNPB.(Kompas.com)

Ketika mencermati rekaman peristiwa, hampir di setiap bencana yang menimpa negeri, prajurit TNI sigap menjadi tulang punggung bagi upaya penyelamatan dan rehabilitasi pasca bencana. Tsunami Aceh, berbagai gempa seperti di Padang/ Jogja, banjir Wasior, Mentawai dan sekarang letusan Merapi, tiada berita penyelamatan tanpa kehadiran tentara. Perlahan namun nyata, eksistensi tentara bertumbuh dalam harapan dan cinta, dalam kerja keras, bagi tunainya tugas sebagai pengawal bangsa.

Karena itulah, tentu rakyat, tanpa paksaan kini kian menaruh hormat pada tentara. Bukan seperti dahulu ketika penghargaan itu hadir dalam wajah semu berbalut rasa takut pada postur seram dan menakutkannya institusi tentara.

Mungkin di titik inilah awal kebangkitan tentara, menjadi anak negeri yang ikhlas berbagi dan responsif terhadap penderitaan rakyat. Ah, sungguh bertolak jauh dengan perilaku mengecewakan anggota lembaga resmi lain dari negara ini atau pejabat tertentu yang entah hingga kini tak kunjung mempersembahkan kerja terbaiknya.

1289548033829143096
1289548033829143096
Tentara memasak

Di salah satu TV swasta nasional (SCTV), kita menonton kegiatan di dapur umum yang menyediakan makanan bagi pengungsi. Letnan Kolonel Suminto, ketua tim dapur lapangan dengan latar dapur yang riuh, menjelaskan bahwa anggota TNI di dapur ini bersama para sukarelawan bekerja bahu-membahu menyajikan makanan bagi sekitar sepuluh ribu pengungsi untuk setiap kali makan, sungguh bukan pekerjaan gampang. Memang tentara kita selain masuk ke daerah yang berada dalam jangkauan awan panas dan daerah letusan, juga sebagian menyempatkan diri bekerja di dapur. Nampak dalam sorotan kamera, anggota berpakaian loreng sedang menggoreng tempe, kerupuk, memotong sayur dan menanak nasi. Suminto yang Letnan Kolonel itu mengingatkan saya pada bupati di kampung, sebuah kabupaten di tanah Sulawesi yang gemar berpidato, dahulu bupati itu juga berpangkat Letnan Kolonel, sungguh tak terbayang setelahnya bahwa dengan pangkat yang sama, ternyata menjadi Ketua Tim Dapur Umum.

Sungguh kita bukan bermaksud meletakkan nilai kepangkatan pada penilaian tertentu namun kok' agaknya kita lebih tersentuh dan menaruh rasa hormat sehormat-hormatnya kala melihat Sang Letkol yang perwira menengah itu, rela mengabdi di dapur pengungsian, ikhlas dan tak kenal lelah memastikan ketersediaan pangan bagi para pengungsi. Sebuah kerja kemanusiaan yang membuat kami rakyat Indonesia terpesona berkali-kali pada ketulusan kerja kalian, tentara kebanggaan. Terima kasih Pak Letkol...

Keikhlasan tentara kita agaknya serupa ketulusan kerja Bunda Teresa, menyediakan makan bagi kaum terpinggirkan, entahlah.. atau mungkin seperti teladan yang melekat pada sosok Ali Bin Abi Thalib, perkasa dan terlatih, sanggup menaklukkan semua musuh di medan laga namun juga berhati lembut, menolong sesama dan berbagi pada siapapun yang membutuhkan bantuan dan pertolongan...

Salut untuk Tentara Kita...

Foto: akudansekitar.blogspot.com dan liputan6.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun