Memperingati Hari Keuangan Nasional tidak akan lengkap tanpa melihat bagaimana uang, dalam segi bentuk dan fungsi, telah berubah di Indonesia. Apalagi dengan makin maraknya bidang keuangan digital saat ini.
Untuk itu, memahami perbedaan antara ketiga mode moneter ini sangatlah penting, terutama dalam lanskap finansial yang senantiasa berkembang.
Yuk, baca lebih lanjut!
Uang Kartal, Elektronik, dan Digital: Apa Bedanya?
a) Uang Kartal
Uang kartal merupakan bentuk pembayaran yang paling konvensional, mencakup uang kertas dan koin fisik. Model uang ini diterbitkan dan diatur oleh pemerintah. Selain itu, uang kartal juga berfungsi sebagai representasi nilai yang nyata dalam memfasilitasi transaksi sehari-hari.
Pada Q2 2023, Uang Kartal Yang Beredar (UYD) mengalami peningkatan 8,74% YoY menjadi IDR 992,2 triliun. Hal ini menjadi bukti bahwa meskipun transaksi elektronik meningkat, keberadaan uang kartal masih penting di berbagai kalangan, terutama bagi masyarakat yang belum memiliki akses teknologi atau perbankan.
Penggunaan uang kartal di Indonesia saat ini juga masih mencapai 6%, menurut pernyataan dari Presiden Direktur Peruri, Dwina Septiani Wijaya.
Namun, memang tidak bisa dipungkiri bahwa transaksi tunai menimbulkan risiko munculnya aktivitas terlarang, seperti pencucian uang, korupsi, suap, dan transaksi ilegal. Inilah sebabnya mengapa ada peraturan internasional yang mewajibkan WNA untuk melapor ke bea cukai jika mereka membawa uang lebih dari IDR 100 juta rupiah ketika memasuki suatu negara.
b) Uang Elektronik
Uang elektronik, yang biasa disebut e-money, memperkenalkan dimensi digital dalam transaksi. Tidak seperti uang kartal, uang elektronik hanya ada dalam bentuk elektronik, disimpan di dompet online atau kartu pintar. Hal ini memungkinkan transaksi yang cepat dan nyaman.
Menurut Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia, pada Q2 2023, transaksi Uang Elektronik (UE) melonjak 14,82% YoY menjadi Rp 111,35 triliun. Transaksi perbankan digital juga mengalami peningkatan 11,6% dibandingkan tahun lalu sebesar Rp13.827 triliun.Â
Pertumbuhan ini diikuti pula oleh transaksi QRIS tumbuh signifikan, naik 104,64% YoY mencapai Rp 49,65 triliun, dengan 37,0 juta pengguna dan 26,7 juta merchant usaha kecil.
Sebaliknya, transaksi dengan kartu ATM, debit, dan kredit hanya sebesar Rp2.115,57 triliun, tumbuh 3,0% dibandingkan tahun sebelumnya.
c) Uang Digital
Bentuk uang yang terakhir adalah uang digital. Model uang satu ini mewakili kategori yang lebih luas, bahkan mencakup berbagai aset digital seperti mata uang kripto dan token berbasis blockchain lainnya.
Aset digital ini terdesentralisasi dan mengandalkan teknik kriptografi untuk transaksi yang aman.
Di Indonesia, uang digital masih belum teregulasi dengan baik. Â Sementara itu, negara yang gencar melakukan proyek uang digital adalah China dan India. Sejauh ini, adopsi uang digital di kedua negara tersebut sudah cukup pesat.
Menurut kabar terkini, jumlah dompet uang digital di China bahkan telah mencapai 260 juta. Pada bulan Juni, transaksi menggunakan yuan digital bahkan telah mencapai USD 250 miliar.
Proyek yang sama di India juga sudah dikembangkan sampai ke 15 kota di negara tersebut.
Sementara itu, Indonesia dan sebagian besar negara lain masih melakukan penelitian dan merancang kolaborasi dengan industri dan masyarakat untuk pengembangan mata uang digital.
Transformasi Uang Digital di Indonesia
IMF melaporkan bahwa ada sekitar 100 negara saat ini yang tengah mempertimbangkan pro dan kontra mata uang digital, termasuk Indonesia. Yang jelas telah disepakati, transisi ke mata uang digital diharapkan dapat meningkatkan inklusi keuangan dan mengurangi biaya transfer uang tahunan sebesar USD 44 miliar.
Di sisi lain, Vitalik Buterin, pencipta Ethereum, telah menggarisbawahi pentingnya keamanan dalam teknologi kripto yang mendasari mata uang digital.Â
Terutama pentingnya keberadaan dompet digital yang aman dan dapat diandalkan, termasuk langkah-langkah untuk melindungi aset jika pemilik kehilangan kunci ke dompet digitalnya. Selain itu, diperlukan juga kesadaran praktik keuangan yang bertanggung jawab di kalangan pengguna.
Untuk menanggulangi berbagai risiko ini, Indonesia telah menerbitkan Consultative Paper "Proyek Garuda: Buku Besar Uang Digital Rupiah Grosir" dan mengumpulkan masukan dari para peneliti, akademisi, dan pakar keuangan di Indonesia.Â
Diharapkan dengan bantuan masukan-masukan ini, Indonesia bisa memulai pembuktian konsep (proof of concept) rupiah digital pada bulan Maret 2024 dan segera mengejar ketinggalan kita dari China dan India.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI