Mohon tunggu...
Askina Mega Y
Askina Mega Y Mohon Tunggu... Guru - Menikmati jeda dengan berusaha menulis

A traveler without observation is a bird without wings.” – Moslih Eddin Saadi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aku Mau Jadi Berani

10 Desember 2018   23:20 Diperbarui: 10 Desember 2018   23:34 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku kesal sekali. Hampir saja aku terlambat jamaah. Ini karena mbak Aski yang memaksa ikut jamaah Maghrib tadi. Sedari sore, mbak Aski terus saja menanyaiku macam-macam; sekolah, sepeda, makanan kesukaan, sampai shampo yang kupakai, cita-citaku masuk pesantren di Jawa, dan banyak lagi. 

Sepertinya semua tentangku jadi hal yang menarik buat mbak Aski. Sedari tadi, mbak Aski terus saja mengingatkanku untuk tidak lupa mengajaknya ke masjid. Aku sebenarnya takut. Bagaimana kalau mbak Aski menangis dan tidak suka bertemu dengan orang-orang baru di masjid nanti.

O ya, aku lupa cerita. Tiga hari ini Mama kedatangan tamu. Kak Nadia dan kak Aski. Kak Nadia berasal dari satu kota yang sama dengan Mama. Kak Nadia fasih sekali berbahasa sunda dan punya senyum yang manis. Ku lihat kak Nadia juga kerap bercerita dengan Mama. Oleh Mama, kak Nadia dipanggil Teteh. 

Sedangkan kak Aski sangat gemar bercerita, sering menungguiku melihat hadrah* favoritku, kadang juga memaksaku belajar ini-itu. Kak Aski bahkan berkali-kali memuji ketrampilan tanganku menabuh alat-alat sederhana di sekitarku. Aku berbakat dalam hadrah, katanya. O ya, aku memanggil Kak Aski dengan panggilan 'Mbak'. Supaya seperti di rumah katanya.

Mama mengajak Teteh dan Mbak mengikuti terapi di pos posyandu desa. Lagi, mbak Aski dan teh Nadia banyak menyalami teman-temanku. Diusap satu-persatu pipi temanku. Mbak dan teh Nadia juga banyak bercerita kepada teman-temanku, banyak berbicara dengan Pak Dokter. Entah kenapa, aku ikut senang. Biarlah ku buat semua temanku iri karena aku memiliki dua kakak yang baik dan pandai bercerita.

Kemudian sore ini, mbak Aski merajuk-rajuk padaku, minta ikut ke masjid untuk jamaah Maghrib. Ah, padahal aku ingin dengan cepat sampai di masjid. Tapi karena mbak Aski berjalan sangat pelan sembari terseok-seok, masuk keluar gang sempit. Aku jadi terpaksa menunggunya. Berulang kali mbak Aski berteriak memohon agar aku melambatkan kakiku. Dan benar saja. Pengeras suara masjid sudah berhenti meraung. Tanda sholat sudah dimulai.

Mbak Aski sholat di satu shaf di belakangku. Ku lihat mbak Aski khusyu' mengikuti bacaan-bacaan sehabis sholat. Setelahnya, mbak Aski duduk bersimpuh menungguiku sembari bersalaman dengan ibu-ibu yang mengikuti jamaah. Aku yang sempat takut mbak Aski akan malu-seperti aku ketika bertemu dengan banyak jamaah di masjid. Ternyata tidak, he he he.

Sepulang dari masjid, aku tidak jadi kesal pada mbak Aski. Karena di perjalanan pulang, mbak Aski berulang kali berterimakasih karena aku telah mengajaknya ke masjid. Mbak Aski juga bercerita ke Mama betapa senangnya karena telah ku ajak. 

Karena Maghrib ini, aku jadi ingin seperti mbak Aski dan teh Nadia yang selalu senang bercerita. Dan tentunya, tidak menangis ketika bertemu banyak orang. Ah, aku mau jadi pemberani juga. Aku mau mweujudkan cita-citaku masuk pesantren di Jawa. Aku juga ingin bisa bercerita dan tersenyum ramah kepada semua orang di dunia. Pasti!

*hadrah: Kesenian Islami. Sejenis Banjari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun