Setelah tiga kali reschedule jadwal bertanding akibat pandemi, akhirnya Claressa "T-Rex" Shields kembali naik ring dan melawan salah satu petarung yang memiliki prospek bersinar yaitu Marie Eve Dicaire.
Ya petinju asal Kanada ini memiliki gaya tarung southpaw (kidal) sehingga seringkali menyulitkan lawannya. Gaya bertarungnya mirip sekali dengan mantan juara dunia yang kini beralih ke UFC yaitu Holly Holm.
Berbekal gaya feinting dan lateral movement yang bagus, mengandalkan jab dan sedikit brutal dinilai akan bisa menyulitkan Shields. Claressa Shields adalah seorang fighter yang agresif dan brutal. Dia tak segan-segan menghukum lawannya sejak ronde pertama dimulai.
Setiap pertandingannya selalu menghibur penonton. Apalagi branding-nya tentang "The Greatest Woman Fighter Of All Time" atau (The GWOAT) selalu menjadi headline di media massa. Yang saya suka dari Shields tak hanya dari segi keberanian atau teknik bertandingnya. Tetapi lebih ke kepercayaan diri dan kampanye emansipasi perempuan yang selalu digelorakan.
Jujur saja dia adalah inspirasi utama saya dalam membuat akun instagram dan blog khusus olahraga martial arts terutama boxing yaitu @aska_xenos. Saya banyak belajar dari beliau, dia adalah seorang petarung muda, berbakat tetapi memiliki mimpi dan kepercayaan besar tentang perempuan dan mimpi yang tak hanya direnungkan tetapi direalisasikan.
Terlepas dari semua talk trash andalannya, rencana besarnya untuk transisi ke MMA dan bertarung di dua olahraga yang berbeda secara berbarengan ini sangat luar biasa.
Biasanya seorang fighter yang merupakan multiple world champion di beberapa kelas yang berbeda ini tak mau mengambil resiko yang nantinya bisa merusak rekor atau bahkan kecolongan dengan gelar juaranya.
Tetapi tidak dengan Shields, ditengah banyak tawaran bertanding dia justru berani mengambil resiko dengan berguru dengan beberapa suhu yang lebih dulu terjun di MMA, misalnya Holly Holm, Jon Jones di JacksonWink's Gym.
Lebih spektakulernya lagi Shields berani praktek, debut pertamanya di PFL pada Juni nanti. Â Tetapi sebelum bergerak ke arah sana? Shields harus menyelesaikan misi utamanya yaitu membuat Dicaire mengakui kehebatan sang juara dunia.
Here's my fight review:
Disini sang juara berubah strateginya yang semula dari sang agresor menjadi tipe boxer yang penuh pengamatan. Satu kali celah terbuka, disitu langsung memberikan serangan.
Walau Dicaire meng-double cover defense-nya tetap saja Shields bisa menembusnya. Over right hand pas menembus wajah sang penantang. Â Strategi feinting ini sangat bagus, beberapa kali Shield tertipu memberikan serangan dan akhirnya harus memakan pukulan one-two dari Dicaire.
Ronde 2: Beberapa kali terkecoh dengan feinting dari sang underdog, Shields berhasil memberikan hook kanan super keras dan membuat Dicaire terpojok.
Disini saya melihat Dicaire mulai kesulitan mengimbanginya, ditambah beberapa jab pendek tapi super keras sehingga  memaksanya untuk mengambil clinch. Kalau masalah kecepatan pukulan, Shields itu jagonya. Kehabisan akal, Dicaire mulai mendekat. Tujuannya ya untuk menekan tapi ya salah, justru membawa keuntungan bagi Shields dengan memberikan jab dan left hand beruntun ke si underdog.
Ronde 3: Shields makin tenang sementara Dicaire memburu dengan memojokkannnya ke sudut ring. Tetapi Shields dengan pengamatannya yang luar biasa, tanpa basa basi memberikan satu pukulan kunci yaitu vicious right cross. Ya satu pukulan itu cukup mematahkan beberapa kali strategi feinting dari si penantang. Kemudian beberapa hook brutal yang memaksa sang lawan untuk mundur.  Menurut statistik pukulan Shields mengungguli sang lawan dengan 1431-512 pukulan. Disini sudah mulai terlihat banyak clinch.
Ronde 4: Belum ada pukulan ganas dari Dicaire, yang ada hanya clinch dan clinch terus. Dicaire mulai memancing emosi dengan clinch yang memutar kepala Shields.
Ya yang saya tak suka dari Dicaire ini, dia ,menggunakan psywar untuk memancing emosi lawan gara bertindak gegabah. Strategi serupa pernah ia lancarkan ketika melawan Chris Namus, Petinju asal Uruguay.
Sayangnya petinju cantik itu terpancing dan akhirnya kalah. Â Pukulan Shields sangat on point yaitu bodyshot yang membuat Dicaire sempat goyang. Walaupun demikian, harus diakui footwork dari Dicaire bagus, dia bisa recover dengan cepat.
Ronde 5: Banyak pukulan kosong dari Shields, sementara Dicaire bermain di footwork. Ada beberapa set trap yang berhasil seperti pukulan yang semula diprediksi right hook berubah menjadi bodyshot. It's good! Crisp shot dari Shields membalasnya dengan crisp jab ke Dicaire, ditambah dengan overhand fenomenal khas dari Shields.
Ronde 6: Left Hook cantik dari Shields membuat sang penantang goyang hingga mau terjatuh, tetapi sang juara tak mau gegabah. Biasanya dalam kesempatan seperti ini. Sang petinju biasanya garang dan menerkam layaknya singa yang berhasil merobek kaki mangsanya. Tetapi Shields memilih tenang dan mengatur footworknya dengan baik dan memberikan kesempatan sang lawan untuk kembali ke posisinya.
Bagi saya Shields bukan hanya seorang petinju, tetapi juga seorang entertainer. Alih-alih menerkam untuk "menghabisi nyawa" lawannya, ia malah sesekali berjoget. Memainkan kakinya untuk memancing emosi Dicaire, waktunya serangan berbalas kawan :D.
Ronde 7 dan ronde 8: Claressa mendominasi permainan. Semua strategi Dicaire untuk membuat Shields lambat gagal total. Â Dominasi overhand yang bagus banget.
Ronde 9: Dominasi clinch. Sejujurnya saya mulai malas melihat pertandingan seperti ini. Hambar dan tak bergairah lagi. Rasanya saya ingin menyudahi tontonan ini. Tetapi tidak akan menjadi sebuah review kalau dihentikan.
Emosi Dicaire meninggi hingga mendorong Shields keluar dari tali ring, hal ini dilakukan sebagai bentuk kesadaran  akan kekalahannya. Ditambah Dicaire menghibur diri dengan mengangkat tangan ke atas. Ya dia masih positive thinking dan menganggap dirinya sebagai pemenang.
Ronde terakhir: Â Kombinasi kombo left hook dan right cross membuat Eve Dicaire memaksanya clinch dengan kasar. Saya sangat menikmati bagaimana dia bisa mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk menghukum Dicaire. Ya kesimpulannya, Dicaire bertarung kurang menunjukkan ciri khasnya.
Mungkin saja dia tertekan karena sinar dan kepercayaan diri yang kuat dari Shields sehingga penampilannya apik ketika melawan Mikaela Lauren tidak begitu nampak.
Claressa Shields mengalahkan Marie-Eve Dicaire melalui keputusan bulat (100-90, 100-90, 100-90) untuk menjadi juara kelas menengah junior.
Mengenai transisinya ke MMA, saya rasa gaya overhand dari Shields bakal menjadi apik dan membuat para fighter bisa terjegal. Â Apalagi penggunaan gloves yang cenderung berbeda akan menambah akurasi dan damage yang tercipta ke lawan.
Menurut saya, jika Shields bertransisi ke MMA dengan mengandalkan counterpunch dan boxing stylenya, maka jalannya pertandingan itu malah lebih membosankan.
Hal ini dikarenakan MMA (Mix Martial Arts) adalah sebuah seni bertarung yang menitikberatkan pada teknik dan akurasi kuncian. Variasi pukulan, serangan dan strategi jauh lebih banyak digunakan dibandingkan dengan boxing yang notabene hanya mengandalkan satu gaya yaitu menggunakan tangan sebagai senjata utama.
Saya adalah penggemar berat dari Shields tetapi kalau untuk transisi ke MMA, saya sangat amat ragu dia bisa bersinar dengan baik dan mengungguli para grappler fighter yang notabene memiliki jam terbang lebih banyak dan makan asam garam dibandingkan gadis dari Flint ini. Sejarah mengatakan seorang boxer yang transisi MMA jauh lebih sulit beradaptasi dan berkembang ketimbang Muaythai Boxer atau Pegulat, pejudo sekalipun.
Salah satunya adalah Holly Holm, petarung yang sukses membuat dunia terkejut lewat tendangan spektakulernya menghempaskan Ronda Rousey di tahun 2015 saja hanya bertahan sebentar dalam mempertahankan gelar juara dunianya.
Ia harus takluk di tangan Miesha Tate yang notabene seorang grappler dan tak ada catatan sejarah pun dengan boxing. Berbeda dengan Valentina Shevchenko dan Joanna Jedrezcyk yang merupakan master Muaythai yang bisa mengantisipasi serangan lawan dalam bentuk apapun.
Tetapi ya apa boleh buat, ambisi Shields untuk menjadi The GWOAT (The Greatest Woman Of All Time) dan mengalahkan Amanda Nunes, juara dunia UFC di dua kelas berbeda yaitu Kelas Bantam dan Kelas Bulu ini sangatlah kuat. Padahal di boxing, peluang lawan Shields untuk melawan beberapa phenomenon fighter masih terbuka lebar. Sebut saja Savannah Marshal, Katie Taylor, Cecilia Braekhus, Amanda Serrano dan sebagainya. All The best untuk Claressa "T-Rex" Shields!Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI